—Sidang Terdakwa PT Adei Plantation diwakili Tan Kei Yoong
SELASA, 13 MEI 2014 TAN KEI YOONG JALANI SIDANG MARATHON. Usai jalani sidang perkara pidana soal pelanggaran izin usaha perkebunan, ia kembali harus duduk di kursi pesakitan untuk perkara pidana pembakaran lahan yang dilakukan PT Adei Plantation & Industry, dimana ia disini hadir mewakili perusahaan selaku Regional Manager.
Pada persidangan kali ini, agendanya ialah mendengar keterangan dari saksi a decharge. Penasehat Hukum yang terdiri dari Indra Nathan Kusnadi, Narendra Pamadya dan Fahad Farid hadirkan 3 saksi. Majelis hakim diketuai Achmad Ananto, dan anggota Sangkot Lumban Tobing dan Wandah. Sedangkan dari jaksa penuntut umum hadir Sobrani dan Banu Laksmana.
Ketiga saksi yang dihadirkan merupakan warga Desa Sering. Desa yang lokasinya berdekatan dengan Desa Batang Nilo Kecil. Ketiga saksi tersebut ialah Azel Kasman, yang memiliki lahan disebelah areal KKPA yang terbakar. Sedangkan saksi kedua, Samsul Bahri Mantan Kepala Desa Sering serta H M Nasir Bafat warga Desa Sering.
Azel Kasman
Dalam keterangannya, pria yang gunakan kaus putih dan berkopiah ini jelaskan ia membeli lahan seluas 20 hektar dari masyarakat Desa Batang Nilo pada 2011. Ketika itu ia berjualan di Pasar Baru Pangkalan Kerinci dan salah satu pelanggannya, Atan Ucok menawarkan. Ia katakan bahwa ada lahan yang dijual, lahan ini merupakan sisa lahan KKPA yang tidak ditanami oleh koperasi. Azel menanyakan apakah tanah ini bersengketa, Atan menjawab tidak. “Dan sampai sekarang saya tidak ada dituntut memiliki lahan itu,” ujar Azel.
Ia jelaskan dari 20 hektar lahan, ia hanya menanami 9,7 hektar. Sisanya berupa belukar. Lahan yang ia beli merupakan lahan yang kerap banjir. Untuk itu ia mempelajari cara penggunaan lahan yang banjir dari PT Adei dengan cara meninggikan tanah sekitar 50 cm dengan penumpukan tanah dipinggirnya sehingga air tidak masuk.
Azel membeli lahan seluas 20 hektar dengan 10 Surat Keterangan Ganti Rugi atau SKGR. Tiap SKGR yang diurus oleh Azel bernilai 2 juta perhektar dan ganti rugi perhektar senilai Rp 10 juta. Sehingga 20 hektar yang dibeli, Azel keluarkan biaya Rp 240 juta.
“Apakah waktu mengurus SKGR ada diperlihatkan SKT nya?” tanya Sangkot, Hakim Anggota.
“Tidak ada,” jawab Azel. Semasa kepengurusan segala surat ia hanya diberi SKGR dengan ditandatangani oleh Camat, Kepala Desa, Ketua RT dan RW.
Terkait peristiwa kebakaran, ia tidak mengetahui kapan terjadinya. Namun ia ada dihubungi oleh masyarakat yang mengatakan lahan disebelah lahan Azel terbakar, dan ia diminta untuk mengecek lahannya.
“Kapan anda pergi mengecek lahan?” tanya Wandah, Hakim Anggota.
“Dua hari setelah dihubungi,” jawab Azel. Namun ia tak ingat kapan dihubungi dan kapan ia berangkat mengecek lahan. Ia tak ingat sama sekali.
Samsul Bahri
Samsul Bahri merupakan Mantan Kepala Desa Sering. Desa ini berdekatan dengan Desa Batang Nilo Kecil. Dan lahan KKPA yang dimiliki oleh Kelompok Tani Petani Sejahtera beberapa memang ada yang bersengketa dengan masyarakat Desa Sering.
Dari awal dari keterangan Samsul, tidak ada kesepakatan bersama untuk menggunakan lahan antara dua desa ini untuk dijadikan lahan KKPA. Maka sekarang masyarakat masih mencari kejelasan soal lahan tersebut.
Samsul juga dimintai keterangan perihal adanya Sungai Jiat di areal KKPA. Ia menyatakan nama sungai yang mereka tahu berbeda. Karena Jiat merupakan sebutan dari Desa Telayap dan Batang Nilo. Sedangkan untuk masyarakat Sering menyebutnya Sungai Muka Pulau.
Ia menjelaskan dari dulu memang sungai ini hanya berfungsi jika musim penghujan dan akan banjir. Namun dimasa musim kemarau, sungai ini kering. Ia juga menjelaskan sebelumnya ada usaha dari PT Adei untuk memperdalam sungai dengan eskavator agar tetap ada airnya. Namun masyarakat menolak alat berat tersebut melewati kebun mereka karena akan menyebabkan kerusakan. Akhirnya usaha ini dibatalkan.
HM Nasir Bafat
Nasir juga warga Desa Sering. Selaku putra daerah ia memang dari kecil berada didesa tersebut. Senada dengan Samsul, ia juga dimintai keterangan soal Sungai Jiat. Ia juga menyatakan bahwa dari dulu sungai ini memang kering. Hanya berfungsi dikala musim hujan.
Ia jelaskan ini karena Sungai Jiat lebih tinggi dari Sungai Kampar. Sehingga ia hanya terisi ketika Sungai Kampar meluap karena musim hujan atau banjir. Terkait peristiwa kebakaran, ia mengaku pernah dihubungi Sutrisno. Kala itu Sutrisno meminta izin untuk membuat isolasi kebakaran agar api tak menyebar kerumah dan lahan warga.
Ketiga saksi selesai dimintai keterangan tepat pukul 18.00. Agenda pada persidangan selanjutnya 20 Mei 2014 adalah mendengarkan keterangan 1 saksi ahli dan 2 saksi fakta dari tim penasehat hukum.# Yaya rct