–Sidang Kedelapan Korupsi Lahan Bhakti Praja Pelalawan Terdakwa Marwan Ibrahim
PN PEKANBARU. Rabu, 26 November 2014— Tidak seperti sidang sebelumnya yang dimulai hingga pukul 13.00. Sidang hari ini dimulai tepat pukul 11.00. Jaksa Penuntut Umum dan Penasehat Hukum telah hadir diruang sidang. Setelah majelis hakim yang diketuai Achmad Prasetyo Pudjoharsoyo didampingi Masrul dan Rachman Silaen—dua hakim anggota— memasuki ruangan.
Persidangan hari ini tidak cukup ramai pengunjung. Beberapa sanak saudara dari terdakwa Marwan Ibrahim terlihat duduk di kursi pengunjung. Marwanpun terlihat memasuki ruangan sidang tetap dengan rompi tahanan putih dan peci hitamnya.
Agenda persidangan hari ini adalah meminta keterangan dari saksi. Dua JPU, Romy Rozali dan Adiyaksa hadirkan 3 orang saksi. Tengku Mukhlis, Tengku Ubaidilah dan Irzainal Lutfi. Setelah ketiganya diambil sumpah, merekapun dipanggil satu persatu untuk dimintai keterangannya. Giliran pertama, Irzainal Lutfi yang dipanggil.
Irzainal Lutfi—PNS di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Pelalawan sebagai Kepala Bidang Diklat
Kesempatan awal bertanya diberikan kepada JPU. Irzainal diminta untuk menjelaskan riwayat pekerjaannya sejak 2002 hingga kini. Secara kronologis ia menjawab pada 2002 ia bekerja dibidang Pemerintahan Sekretaris Daerah Kabupaten Pelalawan. Berpindah jabatan pada 2012 menjadi Kabid Kesbang dan 2013 berganti sebagai Kabid Ekonomi Masyarakat. Hingga kini ia menjadi Kabid Diklat di BKD.
Pertanyaan beralih keterkaitannya dengan kasus yang melibatkan terdakwa. Asal muasalnya pada 2009, ia masuk dalam tim 9, untuk pembebasan lahan. Sebagai pegawai bidang pemerintahan, ia tak seharusnya masuk dalam tim. Tapi saat itu, Kepala Bagian Pemerintahan, T Mukhlis tengah ajukan cuti untuk ibadah haji. Selama ia menunaikan ibadah haji, maka Irzainal ditunjuk menjadi pelaksana tugasnya.
Mendapat tanggungjawab inilah, nama Irzainal tercantum dalam tim 9. Namun, sama dengan saksi-saksi sebelumnya. Irzainal tidak tahu sama sekali soal adanya tim ini. Apa tugas dan tanggung jawab hingga siapa saja yang termasuk didalamnya. Ia tahu ketika sudah melihat berkas yang disodorkan Agus Yanto dan T Azman.
“Kenapa anda bisa masuk dalam tim ini?” tanya JPU
“Yang saya tahu kalau jadi Kabag ya masuk dalam tim,” ujar Irzainal.
Ia menjelaskan memang tidak tahu soal adanya tim. Sampai saat inipun ia tidak pernah diberikan SK dari Bupati Pelalawan. Ia hanya melihat surat yang menetapkan namanya dalam tim itu ketika diperiksa penyidik.
Irzainal mengakui bahwa tidak ada tugas dan tanggung jawab yang ia kerjakan untuk pembebasan lahan Bhakti Praja. Ia tahu apa saja tugas dari tim ketika sudah melihat poin-poin dari SK.
“Saya tahu ketika Agus Yanto dan T Azman datang menemui saya untuk minta tanda tangan,” ujarnya.
“Dimana mereka menemui anda?” tanya JPU
“Di kantor. Saat itu di sebelah saya juga ada Pak Mukhlis,” jawabnya.
Ia memaparkan bahwa Agus Yanto dan T Azman datang sambil membawa berkas berisi surat-surat yang harus ditanda tangani. Seperti Berita Acara Pembebasan Lahan hingga negosiasi harga tanah.
Irzainal tidak tahu apa maksud dari berkas tersebut. Namun ketika melihat bahwa sudah ada yang menandatangani surat tersebut, dan ia lihat mereka adalah yang jabatannya lebih tinggi darinya, iapun ikut tanda tangan.
“Pak Marwan, Pak Edi Suriandi dan Ketua BPN sudah tanda tangan.”
“Kenapa anda ikut tanda tangan kalau tidak tahu?”
“Ya saya ikut saja. Karena mereka sudah berpengalaman jadi saya pikir tidak mungkin ada kesalahan.”
“Anda menandatangani surat itu sebagai siapa?”
“Anggota tim.”
“Tapi saat itu Mukhlis sudah ada di sebelah saudara?”
“Beliau masih dalam masa cuti, jadi masih saya sebagai Pltnya yang masuk dalam SK,” jawab Irzainal.
Irzainal banyak menjelaskan soal tim 9. Mulai dari anggaran yang dikucurkan dari APBD sebesar Rp 17 miliar dan tugas-tugas dari rim pembebasan lahan.
“Anda tahu itu dari mana?” tanya Penasehat Hukum terdakwa
“Surat kabar.”
“Anda jangan banyak bicaralah kalau tidak tahu pasti,” tegas PH yang merasa bahwa saksi tidak tahu secara langsung namun terlalu banyak menjelaskan. Yang bertanya kepada Irzainal hanya JPU dan PH. Majelis Hakim tidak memberikan pertanyaan sehingga Irzainal cepat meninggalkan ruang sidang.
Pukul 12.18 dan dilanjutkan saksi kedua, T Ubaidilah.
Tengku Ubaidilah— PNS di Dinas Pengarsipan dan Perpustakaan Kabupaten Pelalawan
Sama seperti Irzainal, Ubaidilah pertama kali ditanyai oleh JPU dan diminta menjelaskan riwayat pekerjaannya. Ia pernah menjadi Kepala Bagian Umum pada 2002 hingga 2006. Dilanjutkan bekerja di Tata Usaha Dinas Pariwisata hingga 2008. Berpindah menjadi Kabag Kemasyarakatan hingga 2009 dan kini bekerja di Dinas Arsip dan Perpustakaan.
Ia tidak memiliki keterkaitan terhadap tim 9, karena ia tidak masuk dalam anggota dari tim yang bertugas membebaskan lahan ini. Namun keterkaitannya hadir dalam persidangan untuk menjelaskan aset-aset yang dimiliki oleh pemerintah kabupaten.
Ia menjelaskan segala aset yang dimiliki oleh pemda seharusnya terdokumentasi dan terinventarisir dalam data aset. Namun ia menjelaskan dengan pasti bahwa walaupun Bhakti Praja terdaftar sebagai aset Pemda Pelalawan, sampai kini berkas-berkas terkait tanah ini tidak pernah ia lihat.
Baik itu dari sertifikat tanah dan lainnya ia tidak pernah melihatnya dalam arsip-arsip.
“Saya tidak tahu pasti soal kasus ini,” ujarnya.
Tidak banyak keterangan yang bisa digali dari Ubaidilah sehingga pukul 12.38 ia sudah diminta meninggalkan ruang sidang. Saksi terakhir pada hari inipun menempati kursi untuk dimintai keterangannya.
Tengku Mukhlis—Sekretaris Daerah Kabupaten Pelalawan
Mukhlis meceritakan riwayat kerjanya. Ia sudah bekerja di Pelalawan sejak kabupaten ini mekar dari Kabupaten Kampar. Awal karirnya menjadi camat hingga 2006. Setelah itu hingga 2011 ia dipercaya sebagai Kepala Bagian Pemerintahan. Berpindah jabatan hingga 2013 sebagai Asisten Bidang Pemerintahan, berganti jadi Asisten Administrasi Umum hingga 2014 dan kini menjadi Sekda Pelalawan.
Keterkaitan Mukhlis dengan tim 9 tidak ada. Karena pada saat pembentukan tim 9, ia tengah cuti. Mulai dari Oktober 2009 ia cuti dari jabatannya sebagai Kabag Pemerintahan yang seharusnya masuk dalam tim. Terkait tugas dan wewenang tim, ia tidak tahu. Yang menjadi penggantinya ialah Irzainal.
Ketika dikonfirmasi keterangan Irzainal terkait ia berada disampingnya ketika menandatangani berkas yang dibawa Agus Yanto, ia tidak membantah.
“Saya yang awalnya didatangi Agus Yanto dan Azman. Mereka minta tanda tangan. Tapi saya bilang sedang cuti, jadi diarahkan keruangan Irzainal,” jelasnya.
“Berarti anda ada di sana?” tanya JPU
“Saya mengantarkan keruangan Irzainal saja.”
“Anda tahu apa saja yang dibicarakan?”
“Saya tidak tahu,” tegasnya.
Namun tidak adanya keterlibatan mukhlis pada Oktober hingga Desember 2009 tidak menghentikan pemeriksaan.
“Benar pada 2007 anda bertemu dengan Syahrizal Hamid dan Al Azmi di Kedai Kopi Jambi?” tanya JPU
“Benar.”
“Ada keperluan apa anda bertemu dengan mereka?”
“Saya memang selalu minum di sana,” jawab Mukhlis.
Ia menjelaskan memang kebiasaannya ketika istirahat untuk duduk minum kopi atau makan di kedai tersebut bersama dengan sopirnya. Dan ia mengaku memang sering bertemu dengan keduanya di sana.
Ia menceritakan secara kronologis soal pertemuan pada 2007 tersebut. Ketika ia sampai di tempat biasa minum kopi tersebut, ia melihat Syahrizal dan Al Azmi. Karena sudah dekat iapun duduk bergabung satu meja dengan keduanya. Setelah asik bercerita Syahrizal meminta Al Azmi untuk mengeluarkan peta.
“Syahrizal bilang ‘Azmi, mumpung ada Mukhlis, keluarkanlah peta itu’ benar?” tanya Hakim Ketua.
“Ya.”
“Kenapa harus ada kata-kata mumpung ada Mukhlis?” tanyanya lagi
“Saya memang biasa menuliskan sesuatu kalau bersama mereka.”
“Memang mereka tidak bisa menulis?”
“Saya tidak tahu. Memang sudah kebiasaannya. Kalau kita kumpul-kumpul memang saya yang diminta menulis.”
“Ini aneh, kenapa harus ada kata-kata mumpung ada Mukhlis?” Achmad Prasetyo kembali mempertanyakan hal tersebut. Dan Mukhlis bersikukuh bahwa itu adalah kebiasaan mereka.
“Jaksa tolong ini diselidiki lebih lanjut. Apa keterlibatan saksi ini? Kenapa harus mumpung ada dia,” usul dari Hakim Ketua.
Peta yang dibahas merupakan peta lahan Bhakti Praja. Al Azmi yang mengeluarkan peta tersebut mendiktekan kata-kata dan Mukhlis menuliskannya. Di peta tersebut tertulis Lugimin 60 hektar, Perkantoran 20 hektar, Budi Cs 5 hektar. Selain itu juga ada tertulis Marwan 3, Azmi 2, Aulia 2, Syahrizal 2, Bupati 7, Budi 1, Hatta 3 dan digaris bawahi totalnya 20.
“Ini apa maksudnya?” tanya JPU
“Ya kalau Marwan 3, berarti pembagian tanah Marwan dapat 3 hektar,” jawab Mukhlis.
“Dari semua yang anda tulis ini apa maksudnya?”
“Saya tidak tahu. Hanya didiktekan dan saya hanya menulis,” ujar Mukhlis lagi.
“Menurut keterangan Syahrizal, tulisan di peta ini dibuat karena ada catatan yang anda bawa setelah mengunjungi LP Cipinang?” tanya Majelis Hakim.
“Tidak benar yang mulia,” tukas Mukhlis.
Ia jelaskan pada 2007 ia tidak pernah ke LP Cipinang. Yang dimaksud adalah tempat Tengku Azmun Jaafar ditahan terkait kasus korupsi yang dilakukannya. Mukhlis menjelaskan tidak mungkin ia ke LP kala itu, sebab Azmun jaafar masih dalam tahanan Mabes Polri.
Pemeriksaan selesai pukul 14.23. Terdakwa tidak mengomentari apa yang sudah dijelaskan oleh para saksi. Sidang ditutup dan dilanjutkan pada 3 Desember dengan agenda pemeriksaan saksi kembali.#Yaya-rct