Video, rekaman suara dan lembar pemantauan:
Saksi Zulkifli Rahman
Saksi Lukman Abas (Mp3)
Saksi Lukman Abas 2 (Mp3)
Lembar Pemantauan (Pdf)
PEKANBARU, KAMIS 9 JANUARI 2014–Kamis pagi Pekanbaru begitu cerah. PN Pekanbaru masih sepi pukul 08.00. Persidangan pukul 09.00, baru dimulai pukul 10.06. Lebih dari 50 orang menghadiri persidangan di kursi kayu panjang di Ruang Cakra.
Kali ini persidangan perdana pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi terkait Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau. Jaksa Penuntut Umum KPK menghadirkan dua orang saksi karena pemeriksaan membutuhkan waktu panjang. Dua saksi ini merupakan “saksi kunci” pada perkara yaitu Zulkifli Rahman (PNS Dispora Riau), Lukman Abas ( Mantan Kadispora Riau).
Zulkifli Rahman (PNS Dispora Riau)
Bermula dari sebuah telpon dari Lukman Abbas. “Rapat di rumah Taufan Andoso (Wakil Ketua DPRD Riau) tanggal 23 des 2011, sebenarnya berat hati karena istri saya ulang tahun, “ ujarnya.
Rapat terkait Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Main Stadium dan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Anggaran. Hadir Taufan Andoso dan Lukman Abas. Lukman Abas menghubungi Ketua Komisi Adrian Ali, Syarif Hidayat, Eka Dharmasaputra. Zulkifli menegaskan bahwa Djohar Firdaus Ketua DPRD Riau tak ada dipertemuan itu.
Alasan perubahan Perda menurut Zulkifli, venue menembak harus dipindahkan ke Rumbai karena akan mendapat bantuan dari Chevron. Veneu itu berdekatan dengan venue renang dan atletik yang juga menggunakan suara tembakan untuk memulai pertandingan, ditakutkan akan mengganggu satu dengan yang lainnya. Oleh karenanya dibutuhkan anggaran yang lebih sekitar Rp 900 M.
“Untuk itu Dunir dan Tengku Muhaza meminta dana 900 juta rupiah. Bila tidak diberikan akan ditunda pengesahan revisi Perda, “jelasnya.
“Untuk itu saya sudah mau mengurus dan memasukkan ke APBD Propinsi Riau tapi dilarang oleh Pak Lukman katanya uang sudah banyak habis untuk mengurusnya dalam pengajuan APBN, “ terangnya.
Dan mengenai yang lainnya ia tak mengetahui, hanya saat kunjungan DPR RI ia disuruh menyerahkan tiga buah amplop. “Pak Lukman bilang ada Nuhardi (ajudan RZ) akan datang membawa uang Rp 50 juta untuk makan dan oleh-oleh, dan saya disuruh menyerahkan 3 amplop yang akan pulang duluan,” jelasnya.
Lukman Abas ( Mantan Kadispora Riau)
Di Soto Bude, Simpang Tiga Pekanbaru Lukman bertemu Syamsurizal, Rusli Zainal (terdakwa), Sudarto, dan Teguh untuk membicarakan perpindahan venue menembak. “Kalau tidak Chevron tidak mau membantu, “ jelasnya.
Bantuan Chevron cukup besar, kalau pindah harus ada SK-nya (SK tersebut telah di tandatangani terdakwa). “Setelah itu baru bisa dirubah kontrak, dan setelah desain selesai ternyata dana kurang,” kenangnya.
Karenanya saat penganggaran itulah ia bersama tim konsultasi dengan Menteri Dalam Negeri. “Lalu Mendagri menyuruh melakukan audit, setelah itu melakukan penambahan dana di revisi perubahan,“ ujar Lukman.
Perubahan tempat otomatis harus mengubah Perda, tak hanya itu saja masa berlaku Perda yang akan habis membuatnya harus segara direvisi.
“Mengenai perubahan Perda disuruh Pak Gub menjumpai Pak Djohar, kebetulan ketemu pak Djohar di Bandara katanya ialah nanti kita proses, dan dia menyuruh bertemu Taufan Andoso,“ jelas Lukman lagi.
Pada pertemuan di rumah Taufan Andoso bersama Taufan, Djohar, saya dan Zulkifli Rahman, Adrian Ali, Syarif Hidayat.
”Benar ada Djohar,” tanya JPU.
“Ia pak,” jawabnya yang berbeda dengan keterangan saksi sebelumnya.
Dan ternyata untuk mengubah dibutuhkan dana.
“Saya bilang Dispora tidak punya dana pak, kata mereka kontraktorkan punya uang,” jelas Lukman.
Lalu pada pertemuan kedua bersama Djohar, Taufan dan Dunir. Awalnya ia tidak tahu berapa permintaan dana, ia bertanya Eka Dharma Putra (staf Lukman).
“Dunir meminta uang lelah sebesar Rp 1,8 M untuk perubahan dua Perda,” jelasnya.
“Pak Gub sempat marah bilang kalo Rp 500 juta okelah. Dan pada akhirnya Abu bakar dan Roem Zein yang minta langsung disepakati 900 juta,” jelasnya.
Tak hanya itu menurut Lukman saat Anggota DPR RI berkunjung untuk melihat venue sejumlah 18 orang seluruhnya diberikan oleh terdakwa masing-masing 14 juta. “Dan Pak Gub kasih 50 juta untuk beli oleh-oleh dan makan-makan untuk rombongan, “ jelasnya.
Selain berusaha memperoleh dana di daerah, usaha untuk menyelanggarakan PON juga dilakukan dengan usaha memperoleh bantuan pusat yaitu APBN. Pertemuan diadakan di DPP Golkar dengan SF Haryanto dan Setya Novianto bersama Rusli Zainal (terdakwa).
“Pak Gub menjelaskan perkembangan dan memohon agar dibantu di dalam pengajuan Banggar, “ jelasnya.
Setelah itu saya berbincang dengan Setya Novanto dan menyarankannya agar menemui Kahar Muzakkir.
“Kahar Muzakkir meminta 6% dari total anggaran Rp 2,9 M yaitu $ 1.700.000 dalam bentuk gondrong atau dollar,” jelas Lukman menjawab pertanyaan JPU.
Karena tidak memiliki uang ia membicarakan hal itu dengan Tri Hartanto dari PT Waskita Karya, Dicky Aldianto dan Judhi Priyadi dari PT Adhi Karya, Perwakilan PT Bosowa dan Nugroho Agung Sanyoto dari PT PP. Diskusi alot dan rembuk pengumpulan dana akhirnya terkumpul $850.000. Lukman dihubungi RZ 24 feb 2012 jam 00:05.
“Sudah ok kemarin yang semua itu?” tanya RZ (berdasarkan suara rekaman telepon)
“Ee ini tadi mau diapakan, tapi baru terkumpul sebelas, “ jawab Lukman (berdasarkan suara rekaman telepon)
“Ok ok lah yo lah tapi intinya sudah anukan, yang penting kontak kesana kalau sudah itu ya, jadi tak usah saya lagi ya. Hehe, “ jawab RZ lagi (berdasarkan suara rekaman telepon).
Pada 24 februari 2012 pukul 09.00, Lukman bersama sang sopir Heriyadi menuju ke kantor DPR RI untuk menyerahkan uang yang diminta. Dengan dua buah tas Heryadi menuju basement menggunakan mobil seorang diri dan diambil oleh Wihaji asisten Kahar Muzakkir.
Namun Kahar Muzakkir meminta ditambah $200.000. Perusahaan belum bisa memenuhi menurut Adji Satmoko PT Adhi Karya.
Lalu pada 16 Maret 2012 terdakwa bertanya mengenai perkembangan kepada Lukman Abas namun uangnya belum ada. Melalui bbm Lukman menjelaskan. “Saya sudah maksimal pak uang itu belum ada,” tegas Lukman.
Selain dua dari anggota dewan, permintaan juga datang dari terdakwa kepada perusahaan. Melalui ajudannya Said Faisal, RZ meminta uang sebesar Rp 500.000.000,-
“500 Kg untuk Pku jangan lupa ya, “ ujar said Faisal melalui telepon.
Lalu lukman menghubungi PT Adhi Karya, Judhi Priyadi meminta uang Rp 500.000.000,-.
Menanggapi seluruh kesaksian Lukman, Rudi Alfonso bertanya kepada Lukman.
“Apakah anda yakin yang menerima Pak Kahar Muzakir, lalu siapa yang menyuruh meminta kepada kontraktor, kan tidak ada menyuruh anda, juga menurut Zukifli anda melarang dia memasukkan anggaran ke APBD. Andakan pejabat negara tau yang benar dan tahu yang salah, seharusnya anda bisa menolak kalau pun ada disuruh berbuat tidak baik?”
“Ide itu memang ide saya, karena saya suruh mengurus saya sudah dipenjara akan perbuatan saya. Jangan bapak menghukum saya dua kali. Kalau saya salah kenapa tidak dilarang Pak Gub kerjanya kan sama-sama, dan bisa didengarkan aja semuanya jelas,” tegas Lukman dengan nada tinggi.
Menanggapi kesaksian Lukman Abas Ruli Zainal menolaknya. “Saya kan kemaren marah saat tau ada soal uang yang harus diberikan, saat kita rapat di kediaman. Saya suruh kordinasi dengan Ketua DPRD dan biro hukum. Yang 500 juta saya tak tahu menahu. Saya tak pernah minta, saya tidak ada menerima. Yang 50 juta untuk 18 orang tuk makan dan oleh2 saya rasa cukup naif untuk diungkit. Soal Novianto saya tak tahu menahu dan Kahar Muzakir saya tidak pernah berhubungan nomor teleponnya juga tidak punya. Dan saya bukan Pengguna Anggaran maka itu bukan tanggung jawab saya,” jelasnya.
Sidang yang memakan waktu cukup panjang setelah dua kali skors, berakhir pukul 21.30. Meski hingga larut malam pengunjung tetap ramai menyaksikan persidangan hingga usai, kurang lebih 20 orang masih berada di Ruang Cakra. Sidang ditunda hingga Rabu depan. *fika-rct