- video: JPU: Apa dasar KKPA..(youtube)
- rekaman suara saksi Riza Adami Nasution (mp3)
- rekaman suara saksi Riza Adami Nasution 2 (mp3)
- rekaman suara saksi Heri Hardiansyah (mp3)
- rekaman suara saksi Jafri (mp3)
–Catatan Sidang Ketuhuh. Terdakwa Goh Tee Meng, Tan Kei Yoong dan Daneshuvaran K.R Singham
PN PELALAWAN. JUMAT, 13 JUNI 2014--Persidangan yang disepakati ba’da Jumat dimulai pukul 14.20. Masih dengan agenda pemeriksaan saksi, kali ini JPU menghadirkan empat orang saksi, namun yang diperiksa hanya tiga orang karena waktu sudah larut malam hingga pukul 21.20 di pemeriksaan saksi ketiga.Saksi yang diperiksa: Riza Adami Nasution (Humas PT Adei), Heriadi Syahputra (PNS Dishut), Zafril (PNS Dishut).
Riza Adami Nasution (Humas PT Adei)
Ia disuruh oleh perusahaan pada thaun 2002 membuat kesepakatan dengan masyarakat Desa Batang Nilo Kecil tahun 2002. Dasarnya perjanjian tahun 1999. “Sudah diketahui Kabupaten Kampar yang lahan masyarakat diserahkan ke PT Adei,” jelasnya. Setelah disetujui Kabupaten ia menyiapkan segala persyaratan.
“Saya mendampingi Koperasi ke dinas Pelalawan kan saya kenal lebih dulu,” jelas pria berambut putih ini. “Yang mengerjakan lahan siapa?” tanya JPU. “PT adei,” jelasnya.
“Apa keterlibatan PT Adei dalam pembangunan KKPA?” tanya JPU. “Ada pak, tapi saya tidak tahu. Tidak bisa saya sebutkan. Untuk masyarakat Koperasi memberi rekomendasi bagi masyarakat bekerja di PT Adei,” jelasnya. “Dasar penyerahan lahan ke Adei apa?” tanya JPU. “Tidak ada perjanjian apa-apa. Mereka hanya menyerahkan ke Koperasi,” jelasnya.
Tahun 2005 PT Adei bertemu dengan masyarakat membicarakan pembagian hasil, pengembalian investasi yangakan menjadi pinjaman masyarakat kepada PT Adei.
“Kenapa MOU baru 2012?” tanya JPU. “Koperasi mempelajari selama 7 tahun, “ jelasnya.
“Kenapa PT Adei berani mengolah padahal belum ada MOU?” tanya JPU. “Camat, Disbun dan Bupati malah menyuruh cepat selesai,” jelasnya. “Untuk apa perjanjian dibuat kalau sudah bisa diolah?”
“Untuk para pihak,” jelasnya. “Bagaimana dengan hutang Rp 34 M? “ tanya JPU. “Itu mulai dari produksi awal,” jawabnya.
“Kenapa membangun gak ada izin?” tanya JPU lagi.
“Karena perjanjian tahun 1999, masyarakat meminta dibangunkan KKPA, Bupati menyuruh membangun,” jelas Riza. “Apa dasar KKPA tidak memiliki IUP, kebun inti memiliki izin?” tanya JPU.
“Waktu itu karena lahan untuk milik pribadi koordinasi dengan BPN gak usah pakai IUP,” jawabnya. “Lalu kenapa sekarang diurus?” tanya JPU lagi. “Masa dulu dan sekarang beda , yang ngajukan izin koperasi. Silahkan tanya Koperasi,” jelasnya.
“Kalau memang Koperasi yang mengurus, kenapa PT Adei menyurati Dirjen Perkebunan?” tanya Banu JPU. “Kita ingin konfirmasi,” jawabnya.
Heriadi Syahputra (PNS Dishut)
Menurut Heri seharusnya KKPA mendapat lindungan dan bimbingan dari Perusahaan. “Bagaimana dengan izin KKPA?” tanya JPU. “Harusnya izinnya IUP karena 25.000 ha keatas,” jelasnya.
“Bagaimana jika diolah, tetapi perjanjian belum ada?” tanya JPU.
“Seharusnya pengolahan tidak sah,” jelas Heri lagi. “Bolehkah dikelola sebelum ada IUP?” tanya JPU. “ Sebenarnya ga boleh. Karena diktum izin lokasi dan izin prinsip segera buat IUP. Jadi penanaman tidak sah,” jelasnya. “Siapa yang berhak mengajukan IUP?”
“Pelaku usaha budidaya tanaman, inilah di Pelalawan ini belum pernah IUP KKPA terbit” jelasnya.
Zafril (PNS Dishut)
Tahun 2003 ia melakukan peninjauan lokasi di Desa Batang Nilo Kecil tahun 2003. “Area perencanaan KKPA atas permohonan koperasi untuk dapat izin Bupati untuk penanaman kelapa sawit,” ujarnya. Ia bersama rekannya ia mengecek lahan 600 ha.
“Permohonan untuk perkebunan lahan 600 ha itu statusnya bagaimana?” tanya JPU.
“Hutan produksi yang dapat di konversi. 600 ha itu termasuk daerah pelepasan yang 15.000 ha dari Menteri Kehutanan untuk PT Adei,” jelasnya. “Apakah lahan pelepasan itu lahan masyarakat?” tanya Banu JPU. “Dilepaskan untu PT Adei. Karena masyarakat meminta dibuatkan kebun, maka dibuatkah kebun,” jelasnya.
Persidangan ditutup pukul 21.20 dan dilajutkan senin depan. #fika-rct