- video: Masyarakat berhutang..(yotube)
- rekaman suara saksi Amir dan Firdaus (mp3)
- rekaman suara Masyudin dan Asmil (mp3)
–Catatan Sidang IUP Illegal Pemeriksaan Saksi terdakwa Goh Tee Meng, Tan Kei Yoong, Daneshuvaran K.R Singham
PN PELALAWAN. KAMIS 12 JUNI 2014–Hingga 3 jam 25 menit, persidangan terlambat dan baru dimulai pukul 13.25. Persidangan sebelumnya hakim telah memperingatkan agar tidak terlambat, dan JPU menyanggupi agar persidangan dimulai pukul 10.00. “Kenapa terlambat?” tanya Ketua Majelis Hakim. “Lama proses di Rutan (Pekanbaru) yang mulia, saya maunya cepat Majelis. Tapi tak bisa juga,” jawab Doli JPU.
Persidangan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi. Kali ini JPU menghadirkan 5 orang saksi: Hasbi Pasaribu (PNS Dishut Pelalawan), Adi Firdaus (Karyawan PT Adei dan Seketaris KOPTAN Sejahtera), Amir Bin Marwan (Ninik Mamak Suku Piliang), Safarudin (Mantan Bendum Koptan), Mashudin (Seketaris Koptan).
Amir Bin Marwan (Ninik Mamak Suku Piliang)
Zaman dahulu KKPA diisi oleh ladang yang berpindah-pindah dilakukan oleh masyarakat. Ternyata HGU yang dimiliki PT Adei, ada di dalamnya terdapat lahan milik warga Desa Batang Nilo kecil, yang berada di wilayah KKPA kini. “Kami bikin surat diserahjan dengan koperasi, Koperasi ke PT Adei lahan seluas 600 ha,” jelas Amir.
Menurut Amir dia bersama dua ninik mamak lainnya menyerahkan lahan ke koperasi, dan seluruh pengolahan lahan dikelola PT Adei. “Kami hanya tahu hasilnya aja,” jelasnya. “Lahan Bapak yang di bagian mana, tahu tidak?” tanya JPU.
“Belum milik saya, masih punya PT Adei, yang buat kapling PT Adei. Belum siap perjanjian belum tahu lahannya yang mana. Satu nama satu kapling, 1,75 ha setiap kapling,” jelasnya. “Apakah hasinya sudah diterima?” tanya JPU.
“Ditanam antara 2004-2006. Panen 2008. Kami dikasih hasil tiga bulan sekali. Tahun 2013 1 kapling Rp 641.000,00. Dipotong koperasi Rp 10 ribu. Yang ngasih koperasi,” jelasnya. “Mengenai izin tahu,” tidak tanya JPU. “Kami serahkan semua, urusan itu tak tahu,” jelasnya.
Adi Firdaus (Karyawan PT Adei, Supir Humas dan Seketaris KOPTAN Sejahtera)
“Hasil sudah pemilik lahan tiga kali. Tahun 2013 pada awalnya dapat 2,6 juta,” jelasnya. Adi menjelaskan kerjasama (MOU) PT Adei dan Koptan Sejahtera dimulai pada tahun 2012. “Apa isi Mou,” tanya JPU.
“Pembiayaan operasional semuanya ditanggung koperasi,” jelasnya.
“Jadi berapa jumlah utang koperasi?” tanya JPU
“Rp 34 Miliar,” jelasnya.
“Rinciannya apa saja, kalau gak lunas bagaimana?” tanya Sagita Hakim anggota.
“Gak tau lah pak, kalau gak lunas ya hutang terus,” jawabnya. “Atau ada klausul kalo sampai gak berbuah lagi ?” tanya Sagita.
“Gak ada pak,” jawab Adi. “Ada gak izinnya (KKPA)?” tanya Sagita. “Ada pak lagi diurus,” jawabnya. “Anda jangan main-main, saya tanya ada gak izinnya?” tanya Sagita dengan nada suara tinggi. “Gak ada pak,” jawab Adi.
“Siapa yang harus mengurus?” tanya Sagita.
“Koperasi pak, uangnya dari PT Adei Rp 138 juta, saya yang mengkonsep suratnya,” jelas pria lulusan SMP ini.
“Anda yang mengkonsep?” tanya JPU.
“Ia pak sudah ada konsep dari Dinas,” jelasnya. “Siapa yang punya ide mengurus IUP?” tanya JPU. “Pak Heri dari Kehutanan,” jelas Adi.
Safarudin (Mantan Bendum Koptan Sejahtera)
Ia menjabat sebagai bendahara Koptan Sejahtera pada tahun 2001-2002. “Apakah bapak tahu koperasi memiliki hutang?” tanya JPU. “Tahu tapi saya tidak tahu rinciannya,” jelasnya. “Lahan bapak di bagian mana, dan bagaimana dengan surat-suratnya?” tanya JPU. “Tak ada pak,” jelasnya. “Apa yang bapak tahu tentang MOU?” tanya JPU. “Penyerahan oleh kepala suku kepada koperasi, lalu ke Perusahaan di rumah Pak Arifin. Masyarakat malas kerja, jadi tahun 1999 ditawarkan ke PT Adei,” jelasnya.
Mashudin (Seketaris Koptan)
“Bagaimana masalah izin?” tanya JPU langsung.
“Waktu menjabat cuma bikin kesepakatan dengan Ninik Mamak, masalah izin saya tidak tahu sapa yang bikin izin,” jelasnya.
“Bagaimana dengan surat penyerahan lahan?” tanya JPU.
“Saya ga tahu, saya hanya tanda tangan saja. Arifin yang mengerjakan,” jelasnya. “Bagaimana dengan hasil lahan?”“Yang pertama Rp 2,6 juta lalu Rp 2,4 juta dan ketiga Rp 640 ribu dikasih tiga bulan sekali,” jelasnya.
Armil Pasaribu (PNS Dishut Pelalawan)
Ia mengunjungi desa sebagai Penyuluh di Desa Batang Nilo Kecil. “Saya cerita-cerita dengan Kades, dia nanya sama saya bagaimana cara buat koperasi,” jelas Hasbi.
Setelah mendapat pertanyaan Kepala Desa, saat ia bertanya ke Dinas Koperasi ke Kabupaten yang dahulunya wilayah masih dibawah naungan Kabupaten Kampar.
“Saya kembali ke Batang Nilo, saya kasih tahu, lalu saat saya kembali lagi disuruh mengantar semuanya sudah siap. Saya ditunjuk sebagai Seketaris. “Saya gak tau apa kerja dan bagaiama, saya hanay ditunjuk dan membantu. Pak Sarianto Kepala Desa itu yang menunjuk. Setelah itu saya tak pernah lagi kesana,” jelasnya.
Usai pemeriksaannya sidang ditutup tepat pukul 18:30.#fika-rct