- video: Utang masyarakat 34 M..(youtube)
- rekaman suara saksi Abdul Hakim (mp3)
- rekaman saksi Labora Bancin (mp3)
- rekaman saksi Sutrisno (mp3)
–Sidang Pemeriksaan Saksi IUP Illegal terdakwa Goh Tee Meng, Tan Kei Yoong, dan Daneshuvaran K.R Singham
PN PELALAWAN. KAMIS, 5 JUNI 2014–Persidangan kali ini dijadwalkan akan dimulai tepat pukul 09.00. Namun persidangan harus terlambat lebih dari tiga jam lebih, dan baru bisa dimulai pukul 13.40.Sebelum dimulai persidangan Ketua Majelis Hakim A. Rico H Sitanggang SH, Mkn, memberikan pesan tegas kepada Penuntut Umum dan Penasehat Hukum.
“Saya mengingatkan agar kedisiplinan waktunya, jangan malu kita dengan warga negara asing kami mengetuk hati anda-anda sebagai warga negara, masa penahanan pendek jadi kami harapkan Penuntut Umum dan Penasehat Hukum menghadirkan saksi berdasarkan kualitasnya kami bukan membatasi,” ujar Hakim.
“Karena dakwaan sama, alangkah baiknya untuk menghemat waktu, sesuai dengan prinsip peradilan, ringkas dna berbiaya ringan, pemeriksaan kita satukan, apakah Penuntut Umum dan Penasehat Hukum keberatan?” tanya Majelis. “Kami sepakat yang mulia,” jawab Penasehat Hukum. Hal itu juga disepakati oleh Penuntut Umum.
Agenda Pemeriksaan Saksi perdana kali ini menghadirkan tiga saksi: Abdul Hakim (Mamak Adat Desa Batang nilo Kecil, dari Suku Melayu), Labora Bancin (Ketua Koperasi Petani Sejahtera Desa Batang Nilo Kecil), Sutrisno (Karyawan PT Adei, Asisten Lapangan KKPA Desa Batang Nilo Kecil).
Abdul Hakim (Mamak Adat Desa Batang nilo Kecil, dari Suku Melayu)
Lahan PT Adei di Desa Batang Nilo Kecil awalnya lahan masyarakat yang digunakan sebagai ladang. “Masih ada yang belum ditumbang, ada juga yang udah ditumbang, saat diolah PT Adei semuanya ditumbang,” ujar Abdul.
“KKPA dibentuk tahun 2006-2007, kita menyerahkan untuk ditanami sawit, karena dulu sengketa dengan perusahaan, ada lahan yang masuk masyarakat di PT Adei,”jelasnya lagi.
Masyarakat yang diambil lahannya tidak mau untuk ganti rugi oleh perusahaan. “Kami udah bolak balik ke Gubernur, Bupati, disarankan Pak Kadis Dirman, untuk dibentuk pola kemitraan saja,”ujarnya.
Proses penyerahan lahan pun berlangsung, selaku Mamak Adat ia membuat surat, menyerahkannya ke Kepala Desa, yang kemudian diserahkan ke Ketua Koperasi Petani Sejahtera Desa Batang Nilo Kecil, Arifin.
“Kita menyerahkan lahan untuk ditanam sawit, semua yang ngurus koperasi. Tahun 2013 dapat Rp 200 ribu perbulan. Diawal saja dapat Rp 2 Juta,” jelasnya. “Lalu bukti penyerahan lahan bapak ada tidak buktinya atau surat,” tanya Sagita Rambe Hakim Anggota. “Ga ada dikasih surat pegangan apa-apa,” jelasnya.
“Wah macam menyerahkan sabun aja ya bapak,” ujar Sagita lagi. “Mengenai izin-izin saya tidak mengetahui,” jawabnya tentang izin KKPA Desa Batang Nilo Kecil.
Labora Bancin (Ketua Koperasi Petani Sejahtera Desa Batang Nilo Kecil)
Sejak tahun 2000 ia bekerja sebagai mandor di PT Adei hingga tahun 2012 ia mengundurkan diri. “Tahun 2013 ada pengurusan baru koperasi, saya diusulkan jadi ketua, saya tidak mau. Tapi karena Pak Kadis Pertanian dna Koperasi janji bakal membimbing saya mau,” jelasnya.
“Bagaimana tentang izin lahan KKPA Desa batang Nilo Kecil?” tanya Zobrani Penuntut Umum. “Ga tau pak, saya juga tau IUP (Izin Usaha Perkebunan) ini sejak ada kasus ini,” jelas Labora.
“Berdasarkan MOU tahun 2013, yang saya tahu semua pengelolaan tanggung jawab Perusahaan, pembagian hasil 85% perusahaan, 15% masyarakat, kita terima bersihlah,”tambah Labora.
“Bagaimana dengan pembagian hasil dengan masyarakat?” tanya Penuntut Umum.
“Utang kami Rp 34 Miliar, pemasukan PT Adei saya tak tahu. Sepanjang banyak dana operasional tetap aja utang. Inilah yang jadi masalah tak tahu kapan lunas,” jelasnya.
“Kalau tak tahu berapa pemasukan, apa gunanya koperasi?” tanya Amin Penuntut Umum. “Saya cuma mencatat dan mengumpulkan hasil KKPA kira-kira 15 tonlah sehari, tapi harga perkilo saya tak tahu,” jelasnya. “Koperasi sebagai alat, eh ntah apalah namanya, yang penting sebagai fasilitasi kerjasama ini,” jelas Labora.
“Izin yang ada cuma SKT tanah, yang lain belum ada. IUP diurus setelah perkara ini tapi belum siap-siap sampai sekarang, “ jelasnya. Labora juga menjelaskan bahwa seluruh pengurusan izin dibantu perusahaan, dan dana pengurusan izin diminta ke Perusahaan, yang nantinya dimasukkan ke bon utang masyarakat.
“Masa produktivitas sawit kan ada,gimana nanti kalau replanting?” tanya Sagita Anggota Majelis Hakim. “Buat perjanjian lagi,” jawab Labora. “Saya mencoba membantu, jangan sampai dibodoh-bodohi. Kasihan rakyat kecil,” ujar Sagita. “Setiap surat siapa yang konsep?” tanya Amin JPU. “Saya dan Pak Nasution dari Perusahaan pokoknya perusahaan buat, kop suratnya pake koperasi, saya tak tahu surat menyurat itu, pokoknya yang di MOU itu yang saya tahu yang saya uraikan diatas tadilah. Saya juga sudah berulangkali minta rincian hutang ke perusahaan,” jelasnya.
Sutrisno (Karyawan PT Adei, Asisten Lapangan KKPA Desa Batang Nilo Kecil)
Mengenai perizinan yang ada di PT Adei Tris tidak tahu menahu. “Kalau ada permasalahan biasanya Koperasi berhubungan dengan Humas,” jelasnya. Dalam pembagian hasil menurutnya masyarakat Desa Batang Nilo telah diberikan sebanyak tiga kali. “Sejak tahun 2013,” jelasnya. “Apakah ada laporan yang diberikan perusahaan ke Koperasi,” tanya Banu Penuntut Umum. “Ada pak,” jelasnya. “Kenapa Labora bilang tidak ada,” tanya Banu lagi. “Ada E-con, mungkin dia ga ngerti,” jelasnya.
Usai pemeriksaan Sutrisno yang berakhir pukul 20.40 malam, persidangan pun ditutup dilanjutkan Rabu depan.#fika-rct