Rabu 13 Mei 2015, kota Siak baru saja diguyur hujan. Pukul 10.00, Pengadilan Negeri Kabupaten Siak masih sepi. Memasuki tengah hari, orang-orang berdatangan memasuki ruang sidang Cakra, Penasihat Hukum, Jaksa serta pengunjung sidang. Siang itu akan digelar sidang atas terdakwa Suparno, dengan agenda pleidoi.
Sidang dipimpin tiga Hakim, Sorta Ria Neva, Alfonso Nahak dan Rudi Wibowo. Penuntut Umum yang hadir hanya Endah. Sedangkan terdakwa Suparno didampingi tiga orang Penasihat Hukum, Herry Supriyadi, Rusli dan Wan Arwin Temimi.
Terdakwa Suparno didakwa melakukan perambahan hutan suaka marga satwa di Giam Siak Kecil. Minggu lalu, Penuntut Umum menuntut terdakwa Suparno terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana kegiatan perkebunan tanpa izin menteri di dalam kawasan hutan. Hal ini diatur dalam pasal 17 ayat 2 huruf b juncto pasal 92 ayat 1 huruf a Udang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2013, tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Terdakwa Suparno lalu dituntut penjara 3 tahun serta membayar denda Rp. 1,5 Milyar.
Dalam nota pembelaan yang disampaikan oleh Herry Supriyadi, Penasihat Hukum terdakwa Suparno, menolak dan menyatakan tuntutan Penuntut Umum tidak benar. Hal ini berdasarkan analisis yuridis yang dilakukan tim penasihat hukum diantaranya, saat terdakwa Suparno mendatangi lokasi bersama Pungut, Supaat, Maryanto dan Slamet, lokasi tersebut sudah bersih dan siap ditanami sawit. Di lokasi juga tidak terdapat plang atau papan peringatan tentang status daerah tersebut.
Saat dilakukan inventarisasi pada 21 Maret 2014 oleh terdakwa bersama Kadis Kehutanan Kabupaten Siak, Kabag Tapem Kabupaten Siak, Kabag Pertanahan Kabupaten Siak, Upika Kabupaten Siak, Sungai Mandau, Bungaraya serta Kades Buantan Besar. Diketahui lahan terdakwa Suparno masuk dalam areal konsesi PT Balai Kayang Mandiri atau BKM. Setelah itu terdakwa menyerahkan seluruh lahannya pada negara, dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Siak.
Penyerahan lahan tersebut dibuktikan dengan surat resmi yang dikirim pada 22 Maret 2014, pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Siak juga pada PT Balai Kayang Mandiri.
Pada 26 Maret 2014, terdakwa Suparno menandatangani perjanjian perdamaian dengan PT Balai Kayang Mandiri. Selanjutnya PT Balai Kayang Mandiri menindaklanjuti dengan pencabutan laporan polisi pada 4 April 2014. Sehari sebelumnya, 3 April 2014, terdakwa Suparno melaporkan A. Rahim Kepala Desa Buantan Besar ke Polresta Pekanbaru. “Terdakwa Suparno merasa tertipu saat ditawari lahan oleh A. Rahim,” ujar Rusli.
Dalam nota pembelaan juga menjelaskan, saat dilakukan sidang lapangan pada 17 April 2015, di sekitar lahan terdakwa terlihat lahan-lahan sawit masyarakat. Di lahan tersebut juga tidak ada tanda-tanda yang menerangkan kawasan hutan, selain tidak ada sosialisasi dari PT Balai Kayang Mandiri serta Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Siak.
Sesuai Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2004 pasal 7, tentang Perlindungan Hutan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan sosialisasi dan penyuluhan peraturan perundang-undangan dibidang kehutanan.
Selain itu, PT Balai Kayang Mandiri yang mendapat izin dari Menteri Kehutanan juga tidak melaksanakan aturan-aturan yang tertuang dalam Kepmenhut RI No. SK.57/Menhut-II/2013 tanggal 23 Januari 2013. Yang bunyinya, PT Balai Kayang Mandiri berkewajiban untuk mengawasi, mengamankan, memelihara batas dan tanda batas yang sudah dipancang di lapangan, serta menyelesaikan hak-hak pihak ketiga yang ada di areal kerjanya secara bertahap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dari hasil sidang lapangan yang juga menghadiri ahli Ahmady Nasution yang dihadirkan oleh Penuntut Umum, dan ahli Prayoto yang dihadirkan terdakwa, diperoleh fakta bahwa lahan terdakwa tidak masuk areal suaka margasatwa.
Dari uraian analisis yuridis yang dibacakan, Penasihat Hukum terdakwa Suparno meminta Majelis Hakim, menyatakan terdakwa Suparno tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin menteri di dalam kawasan hutan. Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 17 ayat 2 huruf b juncto pasal 92 ayat 1 huruf a Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2013, tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.
Penasihat Hukum juga meminta, terdakwa Suparno dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Memulihkan hak terdakwa Suparno dalam kemampuan, kedudukan serta hak dan martabatnya. Kemudian membebankan biaya perkara kepada negara.
Setelah membacakan nota pembelaan secara bergantian, Herry Supriyadi menyerahkan berkas pada Majelis Hakim dan Penuntut Umum. “Bagaimana Penuntut? Mau gunakan hak-hak anda?” tanya Sorta Ria Neva.
“Iya yang mulia,” jawab Endah.
Sorta Ria Neva lalu menutup sidang dan melanjutkan pada 18 Mei 2015, dengan agenda replik atau jawaban dari Penuntut Umum.#rct-Suryadi