PN Pelalawan—Kamis 31 Agustus 2017, Hakim Ketua I Gede Budhy Dharma Asmara bersama anggota Nur Rahmi dan A. Eswin Sugandhi Oetara, membuka sidang perkara pidana penguasaan lahan secara illegal oleh terdakwa PT Peputra Supra Jaya. Sidang berlangsung di ruang cakra.
Terdakwa diwakili Sudiono sebagai Direktur didampingi Penasihat Hukum Jufri Mochtar Tayib, Linda dan Heru. Sebagai Penuntut Umum Himawan Aprianto Saputra dan Marthalius. Agenda sidang mendengar keterangan saksi fakta. Dari 4 yang direncanakan hanya 2 orang yang memenuhi panggilan.
Alwizar pertama yang diminta keterangan. Ia tak lagi diambil sumpah, sebab minggu lalu hal tersebut sudah dilakukan. Alwizar mantan Ketua Koperasi Sri Gumala Sakti sejak berdiri pada 2010 hingga 2013. Anggota koperasi ini berjumlah 1300 orang dengan luas lahan 8400 hektar. Pengurusnya juga ada karyawan PT Peputra Supara Jaya. Tugasnya membina anggota koperasi.
Sri Gumala Sakti mulanya unit otonom dari Koperasi Sawit Raya yang berdiri pada 1996. Anggota koperasi ini gabungan dari masyarakat beberapa desa di Kecamatan Langgam. Tiap-tiap desa tersebut kemudian didirikan unit otonom untuk mempermudah memenuhi segala kebutuhan anggota.
Namun, pada perkembangannya, anggota Koperasi Sawit Raya mengalami pecah kongsi. Masing-masing unit otonom ingin memisahkan diri dan membentuk koperasi sendiri. Termasuk Koperasi Sri Gumala Sakti dan beberapa koperasi lainnya yang pernah dijelaskan pada persidangan sebelumnya.
Koperasi Sri Gumala Sakti bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit. Koperasi ini bekerjasama dengan PT Peputra Supra Jaya dalam hal pemberian kredit untuk operasional pembibitan, penanaman, perawatan hingga panen buah sawit. Hasil produksi dijual pada PT Peputra Supra Jaya. Kerjasama ini mereka kenal dengan pola KKPA. Kerjasama ini melanjutkan perjanjian yang sudah dibuat pada masa Koperasi Sawit Raya.
Awal mulanya, masyarakat mengolah lahan sendiri-sendiri. Pada saat PT Peputra Supra Jaya hadir di tengah masyarakat dan menawarkan kerjasama untuk menanam sawit, ninik mamak sebagai tetua adat kemudian menyerahkan lahan pada perusahaan untuk dikelola dengan sistem bapak angkat dan anak angkat. Kata Alwizar, semua lahan yang ada adalah tanah ulayat.
“Tanah ulayat ini tidak dapat dijual kepihak manapun. Ia hanya diperuntukkan pada anak kemenakan. Tapi kami minta tolong pada perusahaan hanya semata-mata untuk meningkatkan perekonomian masyarakat,” sebut Alwizar.
Kerjasama koperasi dan PT Peputra Supra Jaya membuat anggotanya berhutang hingga sekarang. Padahal, salah satu alasan Sri Gumala Sakti mendirikan koperasi sendiri untuk menyelesaikan persoalan utang anggotanya pada perusahaan. “Tapi sampai saya tak menjabat lagi pun hutang itu belum selesai,” kata Alwizar. Kini, lahan anggota Koperasi Sri Gumala Sakti dalam kondisi tak terawat dan tak pernah dilakukan pemupukan lagi. Anggotanya komplain karena hal tersebut kewajiban perusahaan.
Selanjutnya giliran Ridwan Nainggolan yang diminta keterangan. Ia aktif sebagai wartawan dan juga Ketua Koperasi Makmur Mandiri sejak 2015 hingga sekarang. Cerita berdirinya koperasi yang dipimpin oleh Ridwan sama dengan cerita Alwizar. Lahan mereka juga diserahkan oleh ninik mamak pada PT Peputra Supra Jaya untuk dikelola dengan pembagian 50:50. Atau sistem bapak angkat dan anak angkat.
Perusahaan juga memberi kredit pada anggota koperasi untuk menanam dan mengelola kebun sawit. Sebenarnya modal untuk berkebun ini dipinjam pada bank namun PT Peputra Supra Jaya sebagai penjamin. Kata Ridwan, sekarang hutang anggota pada bank sudah lunas, tapi belum pada pada perusahaan.
Sama dengan anggota Koperasi Sri Gumala Sakti, anggota Koperasi Makmur Mandiri juga komplain pada perusahaan karena lahan mereka tak lagi terawat dan tak ada pemupukan lagi.
Alwizar dan Ridwan menjelaskan sama, bahwa selama bekerjasama dengan PT Peputra Supra Jaya, mereka tidak pernah mendengar atau melihat bukti izin-izin yang dimiliki oleh perusahaan.
Sidang selesai jelang magrib. Hakim akan melanjutkan kembali pada Senin 4 September 2017.#Suryadi-rct