Kasus Marwan Ibrahim

Marwan Dituntut 9 Tahun Penjara dan Bayar Uang Pengganti Rp 1,5 M

MI 28 Jan 1

 

–Sidang Ketujuhbelas Korupsi Lahan Bhakti Praja Pelalawan Terdakwa Marwan Ibrahim

MI 28 Jan 1

PN PEKANBARU, 28 JANUARI 2015—Ruang sidang Cakra PN Pekanbaru ramai diisi pengunjung. Beberapa awak media juga berada dalam ruangan. Hari ini, jadwal persidangan minggu ke-17 perkara Tipikor. Melibatkan Marwan Ibrahim, Wakil Bupati Pelalawan non aktif. Hari ini, JPU akan membacakan tuntutan untuk terdakwa.

Seperti sebelumnya sidang selalu dijadwalkan dimulai pukul 9 atau 10. Dan hari ini kembali molor hingga dimulai pukul 11.27. Majelis Hakim, Penasehat Hukum serta JPU, Romi Rozali sudah siap berada di ruang sidang. Romi membacakan tuntutan.

Ia meminta kepada Majelis Hakim untuk keterangan saksi tidak dibacakan keseluruhan, hanya poin-poin penting saja. Dan semuanya menyepakati hal tersebut. Romi mulai membacakan tuntutan dengan nomor perkara 53/pidsus-TPK/2014/PN.PBR tersebut, diawali identitas terdakwa dan dakwaan yang diajukan JPU.

Dalam pembacaannya, JPU menjelaskan fakta-fakta yang membuktikan dakwaan dari JPU terhadap terdakwa.

MI 28 Jan 2

Bahwa terdakwa telah didakwa dalam dakwaan kesatu primair telah melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dimana tindakan terdakwa ini diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke – 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dalam dakwaan subsidiair ia didakwa sesuai pasal 3 ayat Jo Pasal 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke – 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Dalam dakwaan kedua subsidiair terdakwa menerima pemberian atau janjidari setiap orang dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban yang dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. Hal ini diancam pidana pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dakwaan ketiga, terdakwa didakwakan menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya. Ini diancam pidana dalam pasal 11 Jo Pasal 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Sedangkan dakwaan keempat, terdakwa didakwa karena menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Hal ini diatur dalam pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dakwaan kelima, terdakwa menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Dincam pidana sesuai pasal 12 huruf b Jo Pasal 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dimana dalam persidangan telah dihadirkan 21 saksi fakta, 2 ahli yang hadir dalam persidangan dan 1 ahli yang dibacakan keterangan dalam BAP nya. Serta 2 saksi a decharge. Serta telah didengarkan juga keterangan dari terdakwa dalam persidangan.

Sehingga JPU dalam analisa hukumnya membuktikan bahwa dakwaan dari JPU telah terbukti. Walaupun dakwaan berbentuk alternatif, namun JPU tetap akan membuktikan dakwaan kesatu primair.

Ia mulai membacakan analisa hukum dari dakwaan kesatu primair yaitu melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dengan unsur-unsur sebagai berikut :

MI 28 Jan 4

Setiap orang; Secara melawan hukum; Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara; Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau yang turut serta melakukan perbuatan.

Dimana unsur setiap orang ialah subjek hukum dalam tindak pidana korupsi, baik itu berupa orang (person) atau badan hukum (rechtspersoon) yang melakukan suatu perbuatan (feit) atau tindakan (handeling) yang kepadanya dapat dikenakan pidana.

Hal ini sesuai dengan fakta di persidangan, bahwa Terdakwa merupakan subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban, yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya. Dan berdasarkan barang bukti berupa surat-surat dalam berkas perkara, serta terdapat persesuaian dengan alat bukti berupa saksi-saksi sepanjang mengenai jati diri Terdakwa telah lengkap dan jelas. Berdasarkan fakta hukum tersebut, apabila dikaitkan dengan unsur ”Setiap orang” JPU berpendapat telah terbukti dan terpenuhi secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

Untuk unsur kedua, secara melawan hukum, JPU memberikan penjelasannya. berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, terdakwa dalam Kegiatan Pengadaan Tanah untuk perkantoran Bhakti Praja Pelalawan pada 2007, 2008, 2009 dan 2011 pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku.

Yaitu hanya untuk memenuhi persyaratan administrasi pencairan dana ganti rugi pengadaan tanah. Dimana seolah-olah lahan tersebut belum dibeli oleh Pemda Pelalawan. Padahal, tanah yang diganti rugi atau dibebaskan oleh Pemda Pelalawan pada 2007, 2008, 2009 dan 2011 sebenarnya telah dibeli Pemda Pelalawan, melalui Syahrizal selaku Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Pelalawan pada 2002.

JPU membacakan fakta hukum yang menguatkan bahwa unsur ini terpenuhi dari keterangan saksi, ahli dan terdakwa serta barang bukti.
Bahwa pada Maret 2002 Azmun selaku Bupati Pelalawan mencari lahan untuk dijadikan areal perkantoran Pemda Pelalawan. Ia mendapat kabar bahwa ada lahan milik David Chandra, pemimpin PT Khatulistiwa yang ingin menjual lahannya. Azmun memerintahkan kepada Syahrizal dan staf BPN Pelalawan untuk mengurus hal tersebut.

Syahrizal mengurus pembelian tanah dengan David. Mereka memperoleh kesepakatan bahwa lahan dijual Rp 20 juta perhektarnya. Dengan luasan lahan 110 hektar, maka diperlukan biaya Rp 2,2 miliar. David mau tanahnya dibeli sekaligus, tidak mau hanya sebagian.

Syahrizal memberitahukan hal tersebut kepada Azmun. Lalu Azmun menyuruh Lahmudin sebagai Kabag Keuangan Pemda Pelalawan untuk mencari anggaran yang tersedia. Lahmudin kemudian berkoordinasi dengan terdakwa untuk mencari mata anggaran yang dapat digunakan. Lalu terdakwa menyetujui bahwa dana yang digunakan berasal dari pos belanja pensertifikatan dan pengaman tanah kantor. Sebesar Rp 500 juta.

Setelah dana dicairkan, M Yusuf selaku Bendahara Sekda Pelalawan memberikan uang tersebut kepada Syahrizal. Karena uang masih kurang, Syahrizal dan Azmun menghubungi pengusaha untuk membantu membeli lahan tersebut. Disepakati, Lukimin Lukman membantu membeli 60 hektar lahan dengan biaya perhektarnya Rp 25 juta. Sehingga Lukimin mengeluarkan biaya Rp 1,5 miliar.

Uang yang terkumpul sampai Mei 2002 itu baru Rp 2 miliar. Sehingga Syahrizal berinisiatif menambahkan dengan uangnya pribadi dan beberapa pegawai di BPN Pelalawan sebesar Rp 200 juta. Setelah uang terkumpul, Syahrizal menemui David dan meminta ia menandatangani kwitansi dengan jumlah biaya pembelian tanah seluas 110 hektar itu Rp 2,75 miliar. Serta SKGR Nomor 11 sampai 18, 20 sampai 43 dan 46 sampai70 / SKJ / 1996 tanggal 18 Januari 1996 dari Syahrizal Hamid, SH selaku Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Pelalawan.

Hal ini berbeda dengan kesepakatan awal. Dimana tanah dihargai perhektarnya Rp 20 juta. Namun oleh Syahrizal diubah dikwitansi menjadi Rp 25 juta perhektar.

Setelah diberikannya uang Rp 500 juta kepada Syahrizal, terdakwa menandatangani kwitansi penyerahan uang tersebut. Ini sebagai bukti persetujuan terdakwa bahwa uang tersebut dikeluarkan untuk pensertifikatan dan pengamanan tanah.

Namun pertanggungjawaban dari penggunaan anggaran tersebut tidak pernah diminta oleh terdakwa kepada Syahrizal. Dimana biaya yang dikeluarkan untuk mata anggaran, haruslah dilengkapi lembar pertanggungjawabannya dalam bentuk dokumen terkait sertifikat tanah dan lainnya. Namun dokumen ini yang tidak ada dalam inventarisasi aset daerah.

JPU menekankan bahwa seharusnya terdakwa menanyakan bukti tersebut dan memintanya kepada Syahrizal. Serta memproses peralihan hak atas lahan yang semula milik David Chandra menjadi milik Pemda Pelalawan. Dan akhirnya dicatat sebagai aset daerah.

Yang terjadi, terdakwa membiarkan tidak dilakukannya proses peralihan kepemilikan tersebut. Dan akhirnya Syahrizal malah mengalihkan kepemilikan lahan atas nama keluarganya dan kerabat lainnya. Dalam berkas tuntutannya JPU menuliskan daftar kepemilikan lahan yang seharusnya milik Pemda Pelalawan.

Untuk tanah seluas 20,558 hektar dibuat 5 SKGR atas nama:

  1. Saiful Azmi dengan nomor SKGR 370/SKG/2001 luas sekitar 40.490 M2 (4,0490 hektar)
  2. Azidar dengan nomor SKGR 371/SKG/2001 dengan luas sekitar 40.003 M2 (4,0003 hektar)
  3. Samsidar dengan nomor SKGR 372/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 40.080 M2 (4,0080 hektar)
  4. Rina Noverawaty dengan nomor SKGR 373/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 39.991 M2 (3,9991 Ha)
  5. Joni Akbar Asri dengan nomor SKGR 374/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 39.994 M2 (3,9994 Ha).

Register penomoran SKGR tersebut dibuat tanggal mundur yaitu pada tanggal 19 Desember 2001;

Diatas tanah seluas 30,727 hektar dibuat 19 SKGR baru atas nama :
Kelompok Syarbaini seluas 3,5317 hektar, terdiri dari atas nama
Syarbaini dengan nomor SKGR 358/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 11.228 M2 (1,1228 hektar)
Syarbaini dengan nomor SKGR 369/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 15.541 M2 (1,541 hektar)
Rina Noverawaty dengan nomor SKGR 366/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 8.548 M2 (0,8548 hektar);

Kelompok Syahrizal Hamid seluas 3,5491 hektar, terdiri dari atas nama
Syahmar Hamidi dengan nomor SKGR 355/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 18.373 M2 (1,8373 hektar)
Syamsidar dengan nomor SKGR 352/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 17.118 M2 (1,7118 hektar);

Kelompok H. Marzuki seluas 10,9231 hektar terdiri dari atas nama
M. Fauzan dengan nomor SKGR 356/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 20.000 M2 (2 hektar)
M. Fauzan dengan nomor SKGR 367/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 19.974 M2 (1,9974 Hektar)
Erlinawati dengan nomor SKGR 363/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 17.457 M2 (1,7457 Hektar)
Erlinawati dengan nomor SKGR 353/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 17.118 M2 (1,7118 Hektar)
M. Faisal dengan nomor SKGR 365/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 5.986 M2 (0,5986 Hektar)
M. Faisal dengan nomor SKGR 359/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 10.024 M2 (1,0024 Hektar)
Joni Akbar Asri dengan nomor SKGR 364/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 18.492 M2 (1,8492 Hektar);

Kelompok Al Azmi seluas 6,9511 Hektar terdiri dari atas nama
Al Azmi dengan nomor SKGR 360/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 20.000 M2 (2 Hektar)
Al Azmi dengan nomor SKGR 351/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 13.739 M2 (1,3739 Hektar)
Isnainah dengan nomor SKGR 361/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 18.289 M2 (1,8289 Hektar)
Isnainah dengan nomor SKGR 354/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 17.483 M2 (1,7483 Hektar);

Kelompok Nadimar seluas 5,1177 Hektar terdiri dari atas nama
Nadimar dengan nomor SKGR 362/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 17.639 M2 (1,7639 Hektar)
Nadimar dengan nomor SKGR 357/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 20.000 M2 (2 Hektar)
Nadimar dengan nomor SKGR 368/SKG/2001 dengan luas lebih kurang 13.538 M2 (1,3538 Hektar);

Register penomoran SKGR tersebut diatas dibuat tanggal mundur yaitu pada tanggal 19 Desember 2001;
Ditanah seluas 60 Hektar dimiliki oleh Lukimin Lukman.

Dari lahan yang telah dibagi-bagikan dalam kelompok dari keluarga serta kerabat Syahrizal ini, diuruslah Sertifikat Hak Miliknya oleh Syahrizal dan Budi Satria. Namun nama-nama yang tersebut tidak pernah melakukan peralihan hak milik dengan cara apapun. Melainkan hanya mengumpulkan fotokopi KTP dan diberikan kepada Syahrizal hingga diuruslah SHMnya.

JPU melanjutkan pembacaan fakta hukum pada tahun 2007. Dimana saat itu Syahrizal bertemu dengan Al Azmi dan t Mukhlis di Kedai Kopi Jambi Pangkalan Kerinci. Disana Syahrizal meminta Mukhlis untuk menulis dalam peta rencana lahan perkantoran Bhakti Praja yang isinya berupa pembagian tanah Bhakti Praja seluas 110 hektar.

Dimana 60 hektar adalah milik Lukimin. Untuk lahan perkantoran Bhakti Praja 20 hektar dan 30 hektarnya lagi dibagi-bagikan kepada:

  1. Budi Satrya dan pegawai BPN seluas 5 Ha.
  2. Kantor PBB/Pajak, Kantor Depag, Kantor BPN dan Kantor Instansi Pemerintah lainnya seluas 5 Ha.
  3. Marwan (Terdakwa) 3 Ha
  4. Hatta/Lahmudin 3 Ha
  5. Aulia 2 Ha
  6. Al Azmi 2 Ha
  7. Syahrizal Hamid 2 Ha
  8. Bupati T. Azmun Jaafar 7 Ha
  9. Budi Satrya 1 Ha.

JPU menegaskan bahwa seharusnya lahan seluas 50 hektar lainnya merupakan milik Pemda Pelalawan, namun oleh Syahrizal dijadikanatas namanya dan keluarga. Sehingga lahan ini tidak terdaftar sebagai milik Pemda.

Berlanjut pada 2007 tersebut dilakukan pembebasan atau ganti rugi lahan menggunakan anggaran Sekda Pelalawan atas lahan bersertifikat dengan nama Muhammad Fauzan, Nadimar, Al Azmi dan Isnaniah. Padahal ini seharusnya memang lahan Pemda. Ganti rugi lahan terus berlanjut pada 2008, 2009 dan 2011.

JPU memaparkan rincian anggaran yang dikeluarkan untuk ganti rugi lahan dari 2007 dalam berkas tuntutannya. Pada 2007 anggaran yang dikeluarkan sebesar Rp 4.518.853.600 didistribusikan kepada :

Nadimar dan Fauzan masing-masing sebesar Rp. 10.000.000,- sebagai fee peminjaman KTP untuk pembuatan sertifikat;
Pegawai Badan Pertanahan Daerah Kab. Pelalawan, atas nama:

  1. M. Faisal Rp. 150.000.000;
  2. Effendi Rp. 50.000.000;
  3. Karya Sukarya Rp. 100.000.000;
  4. Syarbaini Rp. 200.000.000;
  5. Raja Amirwan Rp. 75.000.000;
  6. H. Bran Hardi Rp. 75.000.000;
  7. Azwardin Rp. 80.000.000;
  8. Iriadarmaja Rp. 100.000.000;
  9. Martinus Rp. 90.000.000;
  10. Budi Satria Rp. 90.000.000;
  11. Eka Hartono Rp. 80.000.000;
  12. Yusrizal Rp. 50.000.000.

Yang seluruhnya sebesar Rp. 1.160.000.000. Sedangkan sisanya sebesar Rp. 33.853.600 digunakan oleh Al Azmi untuk kepentingan sendiri. Kemudian uang sebesar Rp. 3.325.000.000 diserahkan kepada Syahrizal.

Pada 2008 anggaran yang dikeluarkan sebesar Rp 16.849.200.000 dan didistribusikan sebesar Rp 15.712.762.500 dengan rincian
Tanggal 12 Mei 2008 (pencairan tahap I) yang diterima Syahrizal Hamid sebesar Rp.2.969.000.000,- diambil Syahrizal Hamid Rp. 2.150.000.000,- untuk keperluan pribadi, lalu sebagian sebesar Rp. 819.000.000,- diserahkan kepada Al Azmi untuk dibagikan kepada Usman, Bsc sebesar Rp. 500.000.000, Syafriduan IS sebesar Rp. 80.000.000,- Rahmad sebesar Rp. 150.000.000,- dan untuk Al Azmi sebesar Rp. 89.000.000,-.
Tanggal 19 Juni 2008 (pencairan Tahap II) yang diterima Syahrizal Hamid sebesar Rp. 4.930.000.000,-, diambil Syahrizal Hamid sebesar Rp. 2.209.350.000,-, lalu sebagian sebesar Rp. 2.720.650.000,- diserahkan kepada Al Azmi untuk :

Tanggal 19 Juni 2008 (pencairan Tahap II) yang diterima Syahrizal Hamid dibagikan kepada
PT Ade Rp. 100.000.000,
Edy K. Rp. 100.000.000,
Agus Salim Rp. 30.000.000,
Ayel S. Rp. 15.000.000,
Zubir Rp. 25.000.000,
Syamsidar Rp. 25.000.000,
Isnaniah Rp. 25.000.000,
H. Rizal S. Rp. 100.000.000,
Syahmar Hamidi Rp. 250.000,-;

Marwan/Lahmudin sebesar Rp 1.500.000.000,- (diterima uang dari Syahrizal Hamid tanggal 26 Juni 2008 dan diserahkan Al Azmi kepada Marwan Ibrahim pada tanggal 26 Juni 2008), M. Fauzan sebesar Rp. 25.000.000, Nadimar sebesar Rp. 25.000.000, Syahmar Hamidi sebesar Rp. 25.000.000, Erlinawati sebesar Rp. 25.000.000, Al Azmi sebesar Rp. 25.000.000;

Usman sebesar Rp. 60.000.000, Zulkifli Y (Pak Zul) sebesar Rp. 100.000.000, Putra sebesar Rp. 15.000.000, Herry sebesar Rp. 150.000.000, Budi S. sebesar Rp. 10.000.000, Sumbangan sebesar Rp. 2.000.000, Ely sebesar Rp. 195.000.000, dan untuk Al Azmi sendiri sebesar Rp. 143.400.000.
Tanggal 24 Juni 2008 (pencairan Tahap II) yang diterima Syahrizal sebesar Rp. 4.367.800.000, lalu diserahkan kepada Al Azmi untuk :

Karya Sukarya Rp. 140.000.000,
R. Amirwan Rp. 325.000.000,
H. Bren Rp. 425.000.000,
Pendi (terima tanggal 24 Juni 2008) Rp. 450.000.000,
Budi S. Sebesar Rp. 410.000.000,
Martinus (terima tanggal 25 Juni 2008) Rp. 410.000.000,
Yusrizal Rp. 200.000.000,
Iria Darmaja (terima tanggal 24 Juni 2008) Rp. 400.000.000
Mahyulidawati Rp. 1.153.110.000,
Aprizon Rp. 437.652.000,
Al Azmi Rp. 17.038.000,-.

Dan pada Tahun 2009 dari anggaran sebesar Rp. 16.250.557.500, dengan perincian sebagai berikut:

Pencairan anggaran yang diterima dari M. Fauzan pada 12 November 2009 seluruhnya sebesar Rp. 10.643.170.000, diserahkan kepada Syahrizal dan diambil Syahrizal (DO) sebesar Rp. 6.493.170.000, dan sisanya sebesar Rp. 4.150.000.000,- diberikan kepada Al Azmi.

Pencairan anggaran yang diterima dari M. Faisal pada 13 November 2009 seluruhnya sebesar Rp. 5.440.425.000, diserahkan kepada Syahrizal dan diambil Syahrizal (DO) sebesar Rp. 4.740.425.000, dan sisanya sebesar Rp. 700.000.000,- diberikan kepada Al Azmi.

Dari kedua pencairan tersebut total diambil untuk Syahrizal Rp. 11.233.595.000, dan diambil Al Azmi sebesar Rp. 4.850.000.000, sisanya sebesar Rp. 2.850.975.000, didistribusikan Al Azmi
Lahmudin Rp. 500.000.000,
Syarbaini Rp. 23.311.500,
Marwan/Lh (1 Ha) Rp. 1.115.000.000,
Bayar Hutang PT. ADE Rp. 150.000.000
Al Azmi Rp. 210.713.500,-.

Namun dalam persidangan saksi mengatakan menulis jatah untuk Terdakwa (Marwan/Lh (1 Ha) Sebesar Rp. 1.115.000.000,-), Tapi sebenarnya saksi tidak ada memberikan uang tersebut karena saat pemeriksaan Penyidik di Polda Riau saksi dalam keadaan capek. Sedangkan pada 2011 dana yang dikeluarkan sebesar Rp. 468.682.500,- diberikan kepada Al Azmi.

JPU berlanjut membacakan kronologis terdakwa menerima uang Rp 1,5 miliar. Dalam lembar tuntutannya dijelaskan pada 19 Juni 2008 Al Azmi melakukan penyerahan uang kepada Terdakwa atas perintah Syahrizal sebesar Rp. 1.500.000.000. Uang ini berasal dari pembayaran pengadaan tanah untuk perluasan perkantoran Bhakti Praja tahun 2008. Ini dilakukan di ruangan Al Azmi di kantor BPD Pelalawan.

Pertemuan ini berawal ketika Lahmudin memberitahu Al Azmi bahwa terdakwa mau datang menjumpai Al Azmi untuk ambil uang. Selanjutnya Al Azmi siapkan kwitansi dengan tujuan kalau jadi datang akan Al Azmi sodorkan untuk minta tandatangannya. Tak lama pada siang hari terdakwa datang ke kantor BPD Pelalawan. Waktu tepatnya Al Azmi menyatakan ia tidak ingat. Saat itu Al Azmi ingat Terdakwa datang menggunakan baju safari dan menemui Al Azmi diruangan.

Terdakwa menerima uang ini ketika ia masih menjabat sebagai staf ahli Gubernur Riau. Setelah itu pada 2009 terdakwa kembali menjadi Sekda Pelalawan. Pada masa ini dibentuklah tim untuk mengurus pengadaan tanah perluasan lahan Bhakti Praja. Terdakwa ditunjuk sebagai Ketua Panitia. Ini berdasarkan Surat Keputusan Bupati Pelalawan nomor Kpts.900/DPKKD/2009/485 tanggal 19 Oktober 2009 tentang

Penunjukan/pengangkatan tim pengadaan tanah Kabupaten Pelalawan untuk keperluan sarana dan prasarana pemerintah Kabupaten Pelalawan.
Dimana tugas dari panitia yang disebut Tim 9 ini ialah:

  1. Mengadakan penelitian atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang lokasinya berada di Kec. Pangkalan Kerinci dan ada kaitannya dengan tanah yang hak atas tanahnya akan dilepas atau diserahkan
  2. Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya
  3. Menaksir dan mengusulkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan
  4. Memberi penjelasan kepada pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut
  5. Mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan atau besarnya ganti rugi
  6. Melaksanakan nego/perundingan tentang pembelian, pengadaan dan pembebasan tanah untuk keperluan pembangunan sarana dan prasarana pemerintah dengan pihak yang terkait
  7. Menyaksikan pelaksanaan pembayaran ganti rugi kepada yang berhak atas tanah bangunan dan tanaman
  8. Membuat Berita Acara Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah
  9. Menyampaikan permasalahan disertai pertimbangan penyelesaian pengadaan tanah kepada Bupati Pelalawan
  10. Memberikan laporan hasil kegiatan pengadaan tanah kepada Bupati Pelalawan.

Tim ini terdiri dari:

Lahmudin sebagai Kepala DPKKD selaku Pengguna Anggaran dan selaku Sekretaris Panitia Pengadaan Tanah
Agusyanto selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)
Tengku Azman selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Panitia Pengadaan Tanah terdiri dari:
Terdakwa sendiri sebagai Sekda (selaku Ketua Panitia Pengadaan tanah)
Asisten Administrasi Pemerintahan (Edi Suryandi ) selaku wakil ketua
Kepala DPKKD (Lahmudin) selaku Sekretaris
Kepala BPN (Hasim) selaku Anggota
Kepala Bagian Pemerintahan (Tengku Muklis) selaku Anggota
Kepala Bagian Hukum (Tengku Roben Sismet) selaku Anggota
Camat Pangkalan Kerinci (Heri Suheri) selaku Anggota
PT. Piesta Cab. Pekanbaru selaku Anggota
Lurah Kerinci Barat (Agus Zaini) selaku anggota
Panitia/tim Pemeriksa Barang terdiri dari:
Hayatun Nupus sebagai Ketua
Surya Abadi sebagai Sekretaris
Tomi Maxhardi sebagai anggota
Masril sebagai anggota
Yun Hairi sebagai anggota
T. Livia Balqis selaku Bendahara Pengeluaran
T. Zulfan selaku Kuasa Bendahara Umum Daerah (K-BUD).

Dan dari daftar nama tim ini, berdasarkan fakta persidangan JPU menegaskan bahwa tidak ada satupun tugas yang dilakukan oleh tim. Mereka hanya menandatangani dokumen untuk pencairan anggaran saja. Semua pencairan dikendalikan oleh Azmun dan Syahrizal Hamid.

Berdasarkan pertimbangan ini JPU menyatakan unsur kedua, “perbuatan melawan hukum” telah terbukti.

Ia beralih membuktikan unsur ketiga, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Dalam lembar tuntutannya JPU memaparkan bahwa Unsur ini merupakan implementasi dari unsur melawan hukum sebagaimana telah diuraikan sebelumnya atau dengan kata lain unsur melawan hukum merupakan sarana untuk memenuhi unsur ini.

Sehingga tindakan melawan hukum yang dijealskan sebelumnya menghasilkan tindakan yang memperkaya orang-orang yang tersebut dalam uraian unsur sebelumnya. Sehingga kekayaan negara dipergunakan untuk memperkaya orang-orang tertentu. Sehingga JPU menetapkan bahwa unsur melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi telah terpenuhi.

Ia melanjutkan penjelasan pada unsur selanjutnya, unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dalam berkas tuntutannya JPU menjelaskan, akibat perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Syahrizal Hamid, Al Azmi, Lahmudin,T. Alfian Helmi, Rahmad, Drs. H. Tengku Kasroen serta T. Azmun Jaafar telah sebabkan kerugian negara.

Yaitu dari kegiatan Pengadaan Tanah untuk Perkantoran Bhakti Praja pada Tahun 2007 2008, 2009 dan 2011 telah mengakibatkan kerugian negara pada 2007 Rp. 4.756.688.000. pada 2008 sebesar Rp. 16.849.200.000, pada 2009 Rp. 17.105.850.000 dan 2011 Rp. 468.682.500. ini sesuai dengan laporan hasil Audit BPKP Perwakilan Riau Nomor : SR-1796/PW/04/5/2012 tanggal 29 Juni 2012, Nomor : SR-265/PW/04/5/2013 tanggal 30 Mei 2013dan Nomor SR-3886/PW/04/5/2012 tanggal 30 Nopember 2012. Sehingga total kerugian negara mencapai Rp 38 miliar.
Berdasarkan fakta ini, JPU menetapkan bahwa unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara telah terbukti secara sah dan meyakinkan.

Berlanjut pada unsur terakhir, unsur mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau yang turut serta melakukan perbuatan itu. Mereka yang turut serta melakukan adalah mereka yang bersama-sama dengan sengaja melakukan tindak pidana. Dalam pelaksanaan tindak pidana itu yang paling utama adalah adanya kerjasama yang erat di antara mereka itu, sehingga tiap-tiap peserta tidak harus melakukan perbuatan-perbuatan pelaksanaan.

Dalam hal ini baik terdakwa selaku Sekda yang memiliki tanggungjawab untuk mengelola barang milik daerah serta keikut sertaannya bersama-sama dengan Syahrizal Hamid, Al Azmi, Lahmudin,T. Alfian Helmi, Rahmad, Drs. H. Tengku Kasroen serta T. Azmun Jaafar dianggap telah terbukti secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau yang turut serta melakukan perbuatan.

Sehingga JPU sampai pada kesimpulan bahwa terdakwa terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dalam dakwaan Kesatu Primair.

Sebelum sampai pada poin tuntutan, JPU membacakan poin hal-hal yang memberatkan dan meringankan.
Hal-hal yang memberatkan :

Perbuatan Terdakwa bertentangan dengan program Pemerintah untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi di segala bidang, dan merusak sendi-sendi pemerintahan yang baik dan bersih;
Perbuatan Terdakwa dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada Pemerintaha Daerah Kabupaten Pelalawan;
Perbuatan Terdakwa menjadi contoh yang sangat buruk bagi masyarakat dan keluarga Terdakwa;
Perbuatan Terdakwa mengakibatkan tujuan kegiatan pengadaan tanah untuk perkantoran di lingkungan Kabupaten Pelalawan tidak tercapai secara efektif dan efisien; dan

Terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan tidak bersedia mengembalikan kerugian negara/derah yang dinikmatinya.

Hal-hal yang meringankan:
Terdakwamempunyai tanggungan keluarga dan menjadi tulang punggung keluarga;
Terdakwa belum pernah dihukum; dan
Terdakwabersikap sopan dalam persidangan.

Setelah membacakan poin hal yang meringankan dan memberatkan, JPU sampai pada pembacaan tuntutannya kepada terdakwa. Yaitu:

  1. Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dalam dakwaan Kesatu Primair.
  2. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 9 tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan, dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan.
  3. Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 1,5 miliar. Jika Terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama 5 tahun.
  4. Menetapkan barang bukti dirampas untuk kepentingan negara.
  5. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 7.500.

Usai membacakan berkas tuntutan, JPU memberikan salinannya kepada Majelis Hakim serta Penasehat Hukum terdakwa. Namun PH memberikan tanggapan terhadap uraian JPU terkait fakta-fakta yang diuraikan. Dan Hakim Ketua nyatakan bisa disampaikan dalam pleidooi.

Saat membahas waktu penyampaian pleidooi, PH meminta waktu dua minggu. Namun Hakim Ketua menegaskan bahwa sudah tidak ada waktu lagi. Karena masa tahanan terdakwa sudah hampir habis pada Februari. Maka pleidooi harus tetap dibacakan pada 4 Februari 2015. #rct-Yaya

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube