PN PELALAWAN, 22 Maret 2016— Tiga majelis hakim memasuki ruang Cakra sekitar pukul 11.24 dan memulai sidang. Siang itu sidang kasus kebakaran hutan dan lahan PT Langgam Inti Hibrido (LIH) kembali digelar, dengan terdakwa Frans Katihokang. Agenda hari ini, mendengarkan keterangan ahli.
Terdakwa didampingi Penasehat Hukum, Hendry Muliana Hendrawan, Stefanus Haryanto dan Adit. Hadir juga Jaksa Penuntut Umum dari Kejati Riau Syafril dan Zurwandi. Satu orang dari Kejari Pelalawan, Novrikha
Penuntut Umum menghadirkan 3 orang ahli. Dua orang dosen dari IPB, Bambang Hero Saharjo, ahli kebakaran hutan dan lahan dan Basuki Wasis, ahli kerusakan lingkungan akibat karhutla. Dan satu ahli dari BLH Provinsi Riau, Nelson Sitohang, ahli terkait perizinan dan AMDAL.
Basuki Wasis – Ahli kerusakan lingkungan hidup akibat karhutla
Basuki Wasis, dosen di Fakultas Kehutanan Ilmu Pertanian Bogor. Sudah menjadi ahli lebih di 400 kasus kebakaran hutan dan lahan. Ia juga menjadi pengajar untuk sertifikasi hakim lingkungan di Mahakamah Agung.
Ia menjelaskan terkait dampak yang diperoleh lingkungan hidup akibat adanya kebakaran. Dalam lembar hasil analisa ahli, ia menyatakan bahwa benar telah terjadi kerusakan lingkungan hidup di areal PT LIH yang terbakar.
Basuki menjelaskan yang dimaksud kerusakan lingkungan hidup adalah terjadinya perubahan, langsung atau tidak langsung, terhadap sifat fisik, kimia dan hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Hal ini tercantum dalam PP nomor 4 tahun 2001 dan UU 32 tahun 2009.
Ia lanjutkan dalam kasus PT LIH, kebakaran terjadi di tanah gambut. Dimana gambut adalah jenis tanah yang terbentuk akibat pelapukan tanaman dan dedaunan. Merupakan areal tergenang atau rawa berekosistem basah. Untuk dapat berkegiatan, air di gambut harus dikeringkan dengan membuat kanal. “Tapi tetap harus dijaga ketinggian airnya,” ujar Basuki.
Pembuatan kanal secara langsung berakibat terjadinya pengeringan, namun dengan adanya water management yang baik, maka tingkat air ditanah gambut terjaga dan tak akan rusak. “Di PT LIH, airnya ini tidak dijaga,” ujar Basuki. Ia jelaskan ketinggian air dari permukaan tanah seharusnya tidak melebihi 40 cm, sesuai PP 4/2001. Namun kenyataannya tinggi muka air dikanal mencapai 100 hingga 170 cm dari tanah. “Ini menyebabkan gambut kering dan jadi mudah terbakar.”
Karena kebakaran yang terjadi, dari peninjauan ke lapangan yang dilakukan Basuki pada pertengahan Agustus 2015, ia mengambil sampel untuk diuji laboratorium. Untuk keadaan di lapangan, selain water management perusahaan yang tak baik, Basuki menemukan terjadinya penurunan muka tanah di lahan terbakar. “Menurut aturan PP 4/2001 ketika ada penurunan subsidiance, maka itu sudah dikategorikan kerusakan lingkungan,” ujar Basuki.
Selain subsidiance, juga ditemukan kepunahan flora dan fauna. Baik tanaman rambat, pakis-pakisan ataupun binatang melata, semut, belalang. Dengan terbakarnya lahan gambut, maka hilanglah kekayaan hayati tersebut. Basuki juga jelaskan bahwa ada kenaikan pH secara drastis. Dimana, pH gambut awalnya 4,1 dalam kategori asam, naik menjadi 6 hingga 7, mendekati netral. “pH dinaikkan agar tanaman bisa tumbuh dengan baik,” jelasnya.
Dalam peraturan perkebunan dibenarkan untuk menaikkan pH tanah gambut. Namun bukan dengan cara bakar. Basuki menekankan, karena ini untuk usaha perkebunan, maka menaikkannya dengan pemupukan atau pengapuran. “Disebar pupuk dan kapur di tanah gambut, supaya pHnya naik. Ini tidak apa-apa, tapi jangan dibakar,” tegas Basuki kembali.
“Kalau begitu bagaimana pengusaha mengelola lahan gambut?” tanya hakim.
“Manajemennya dijaga dengan baik,” basuki memaparkan. Ketika membuka usaha di lahan gambut, kelembapan tanah dan tinggi muka air harus dijaga. Maka water management untuk kanal juga harus dilakukan dengan baik. Sehingga saat air sudah mulai kering, harus segera dinaikkan agar gambut tetap basah.
“Tapi kalau musim kemarau bagaimana? Hujan tidak turun-turun?” tanya hakim.
“Itu ada kubah air yang harus dijaga Yang Mulia.”
Kubah air yang dimaksud adalah kawasan gambut yang memiliki kedalaman lebih dari 3 meter. Didalam kubah gambut terdapat air yang akan mengalir kekawasan gambut lainnya. Sehingga saat hujan, ia akan menyimpan air, dan kemarau, ia akan mengalirkan air ke kawasan lain. Basuki menekankan, daerah kubah gambut ini seharusnya dijaga dan dikonservasi. Sehingga saat musim kemarau, bisa dijadikan sumber air.
“Kalau lahan dibakar, apa keuntungannya buat perusahaan?”
“Salah satunya tanah jadi naik pHnya.”
Tanah gambut yang asam, merupakan lahan yang tak subur. Sehingga jika ingin ditanami, maka harus diberi pupuk dan kapur. Pemberian pupuk dan kapur untuk lahan yang luas menelan banyak biaya. Bisa mencapai Rp 50 juta perhektar. Namun jika dibakar, abu hasil pembakaran berfungsi sama dengan pupuk dan kapur. pH tanah naik, dan biaya yang dikeluarkan tidak terlalu banyak.
“Walaupun ini hanya sebentar, namun dari pembakaran diperoleh keuntungan adanya pupuk untuk tanah.”
Penasehat hukum menanyakan perihal jika terjadi kemarau panjang, maka sumber air tidak dapat diperoleh. Gambut tetap akan kering. Namun Basuki kembali menekankan hal itu bisa dihindari dengan adanya water management yang baik. Bahwa ketika hujan, perusahaan menyiapkan tempat penyimpanan air. Kanal terus diairi paling tidak tinggi permukaannya 25 cm dari tanah. Sehingga tanah tetap lembab.
Saat kemarau menjelang, ketika permukaan air dikanal turun, perusahaan terus menjaga untuk menaikannya. Paling rendah, sejauh 40 cm dari permukaan tanah. Menurut Basuki, ini dapat menhindari keringnya kanal saat kemarau.
“Tapi air juga menguap saat kemarau,” ujar Stefanus, penasehat hukum terdakwa.
“Kalau ada sumber air, dijaga terus, diairi terus.”
“Tapi ini sudah kering, kemarau panjang, misal tidak hujan-hujan selama 3 bulan.”
“Selagi kubah gambut dijaga, ada water management yang baik bisa dihindari kekeringan. Namun jika kemarau panjang, memang tidak bisa diusahakan lagi. Tapi catatannya, harus diupayakan semaksimal mungkin.”
Nelson Sitohang – Ahli terkait perizinan dan AMDAL
Nelson bekerja di Badan Lingkungan hidup Provinsi Riau sebagai Kepala Kajian Dampak Lingkungan dan Pengembangan Kapasitas. Tugasnya berkaitan dengan pemeriksaan dan penilaian dokumen AMDAL, UKL-UPL dan memproses izin lingkungan.
Ia jelaskan keterkaitannya dengan kasus PT LIH dan diminta penyidik Polda untuk meninjau ke lapangan. Nelson akan melihat apakah kewajiban yang tertera dalam dokumen AMDAL perusahaan telah dipenuhi. “Jadi lebih ke pengecekan, hal substansi yang wajib dipenuhi apakah ada, dan jika tidak, kenapa?” ujarnya.
“Jadi bagaimana pendapat ahli terkait perizinan dan AMDAL PT LIH?” tanya hakim.
Nelson jelaskan penilaiannya berkaitan apa yang harusnya tersedia di PT LIH untuk menanggulangi kebakaran, tindakan yang seharusnya dilakukan serta meninjau kenapa penanggulangan tidak dilakukan. Sebab saat pembuatan AMDAL, perusahaan telah berjanji akan melakukan segala upaya agar lahannya terlindungi.
Lahan PT LIH merupakan kawasan gambut, yang sebenarnya rentan untuk diberikan izin kegiatan. Namun pertimbangan tetap diberi izin, karena perusahaan menjanjikan untuk melindungi kawasan agar tidak terbakar. Caranya dengan melengkapi sarana dan prasarana penanggulangan. Juga menjaga gambut tetap basah. “Dengan janji ini sebagai landasannya, maka izin diberikan,” ujar Nelson.
Ketika terjadi kebakaran, maka yang dilihat adalah sarana prasarana yang tersedia. Sudah memadai atau belum. Jika sarana prasarana tidak tersedia, wajar terjadi kebakaran dan perusahaan dimintai pertanggungjawabannya.
Penasehat hukum bertanya terkait sarana dan prasarana sudah lengkap, namun tetap terjadi kebakaran. Misal dikarenakan pihak ketiga atau alam. Nelson menjelaskan jika ada tindakan pencegahan dan alat-alat yang memadai bisa cepat ditanggulangi. Sebab perusahaan sudah menjelaskannya dalam rencana pemantauan dan pengelolaan lingkungan (RKL-RPL).
Ia juga menekankan bahwa perusahaan punya tanggungjawab melindungi daerah konsesi dan sekitarnya. Sebab untuk melindungi areal konsesi, maka areal sekitar juga harus dijaga dan diawasi. Ketika ada api dari luar konsesi, maka harus dijaga agar tidak masuk. “Caranya dengan memadamkan api yang ada diluar areal agar tidak merambat ke dalam,” Nelson menjelaskan.
“Misal rencana pengamanan saya sudah bagus untuk rumah saya. Ada satpam, ada alat-alat, juga ada CCTV, tapi ada orang gila masuk kerumah saya dan membakarnya. Nah itu bagaimana?” tanya Stefanus.
“Kenapa harus membiarkan orang gila masuk kerumah? Seharusnya bisa dicegah supaya dia tidak masuk,” ujar Nelson.
Bambang Hero Saharjo – Ahli kebakaran hutan dan lahan.
Bambang Hero ahli kebakaran hutan dan lahan dan telah menangani lebih dari 400 kasus. Sama seperti Basuki Wasis, ia juga pengajar di Fakultas Kehutanan IPB dan sertifikasi hakim lingkungan. Dalam CV-nya, ia juga banyak terlibat terkait penyusunan regulasi kebakaran hutan dan lahan.
Terkait kebakaran, ia mulai jelaskan ada 3 faktor yang menyebabkan ini terjadi. Adanya bahan bakar, oksigen dan sumber panas. Baik berasal dai alam ataupun manusia. Jadi kebakaran tidak akan terjadi dengan sendirinya. Jika dari alam, sumber api bisa berasal dari petir, namun lebih banyak kebakaran disebabkan oleh manusia.
Terkait kasus di PT LIH, Bambang juga melakukan pengecekan lapangan. Ia diminta oleh penyidik untuk melihat langsung bagaimana kebakaran di PT LIH. Tujuannya, ia akan melihat apa penyebab serta mengambil sampel untuk menguji kebakaran yang terjadi.
“Saat ke lapangan siapa saja yang ikut?” tanya hakim.
“Saya bersama penyidik, ahli kerusakan lingkungan dan didampingi pihak perusahaan.”
Saat tiba di lokasi kebakaran, Bambang melihat bahwa hamparan yang terbakar telah menghitam, dan terlihat beberapa log dan abu hasil pembakaran. Ia mengambil foto serta sampel. Bambang juga melihat terkait upaya yang dilakukan perusahaan dalam menanggulangi kebakaran.
“Saya mengecek sarana dan prasarana pencegahan karhutla PT LIH,” ujar Bambang. Ia melihat menara pemantau api yang dimiliki perusahaan. Namun bukan hanya bentuk fisik menara, melainkan peralatan, seperti peta, teropong serta tim yang bertugas. Ia menekankan bahwa semua harus sesuai spesifikasi.
Setelah mengecek keadaan lahan PT LIH, serta melakukan analisa sampel yang diambil, Bambang sampai pada kesimpulan bahwa telah terjadi kebakaran dengan sengaja karena faktor pembiaran.
Ia jelaskan, faktor pembiaran dilihat dari adanya hotspot di kawasan PT LIH sejak 27 Juli. Sudah ada 4 hotspot di kawasan tersebut, dan setelah dicek, benar telah terjadi kebakaran. Kenapa pembiaran? karena tidak cepat tanggapnya perusahaan menanggulangi hotspot yang akhirnya berubah menajdi titik api. Dengan bekerjanya early detection system, maka hal ini dapat ditanggulangi.
“Kira kira orang membakar lahan nya sendiri itu motifnya apa?” tanya Stefanus, penasehat hukum terdakwa.
“Bisa karena lahan gambut pHnya rendah, maka dilakukan dengan cara pembakaran untuk menaikkannya, lalu asuransi atau menurunkan pajak,” jawab Bambang.
Perdebatan antara terdakwa dan ahli terkait keterangan bahwa PT LIH sengaja membakar lahan berlangsung. Penasehat hukum mempertanyakan landasan analisa kenapa bisa sengaja, padahal areal tersebut telah menghasilkan. “Kenapa dibakar sawitnya?” tanya Hendry Muliana.
“Saya lihat sawitnya tidak dalam keadaan baik.”
“Anda ahli sawit? Kenapa bisa bilang tidak baik? Apa dasarnya?”
“Saya melihat di lokasi kebakaran.”
“Bukannya sudah terbakar, apa yang anda lihat?”
“Saya lihat ukuran sawitnya.”
Penasehat hukum kembali mempertanyakan kualifikasi ahli untuk mengomentari keadaan sawit PT LIH. Sedangkan Bambang tetap pada keterangannya, menyatakan sawit tidak dalam keadaan baik, sehingga ada indikasi untuk membersihkan lahan.
Perdebatan selanjutnya terkait penggunaan rumus Seiler and Krutzen yang digunakan ahli untuk menghitung gas rumah kaca yang diakibatkan oleh kebakaran di PT LIH. Ahli jelaskan bahwa bukan hanya rumus itu saja yang dijadikan landasan, namun ada referensi lainnya, sehingga Bambang menggunakan rumus itu sebagai standar perhitungan.
Sidang berlangsung hingga pukul 19.15 untuk dengarkan keterangan tiga ahli tersebut. Majelis Hakim berterima kasih kepada ahli karena memiliki tambahan pemahaman terkait kerusakan lingkungan, izin dan kebakaran.Untuk sidang selanjutnya diagendakan pada 29 Maret 2016.
“Kita tidak bisa sidang Senin depan, karena saya ada tugas luar bersama Ketua PN Pelalawan,” ujar hakim ketua. Agenda sidang Selasa, JPU akan hadirkan 2 saksi fakta dan 2 ahli.#rctyusuf