Sidang ke 20—putusan
PN Siak, Selasa, 26 Januari 2021—Majelis Hakim Acep Sopian Sauri, Pebrina Permata Sari dan Farhan Mufti Akbar, baru membuka sidang pidana Karhuta terdakwa PT Wana Sawit Subur Indah (WSSI) dan PT Gelora Sawita Makmur (GSM), pukul 22.15. Sejak pagi, Acep memimpin sejumlah persidangan lain, baik dalam jaringan maupun tatap muka langsung. Giliran terakhir bagi WSSI dan GSM, Acep dan anggotanya membacakan putusan untuk dua perusahaan tersebut.
GSM dan WSSI terbukti bersalah, karena lalai melindungi kebunnya sehingga terjadi kebakaran yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Mereka dihukum dengan Pasal 99 Ayat (1) jo Pasal 116 Ayat (1) Huruf a UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Acep menjatuhkan pidana denda masing-masing Rp 3 miliar, pidana tambahan Rp 52.434.271.030 dan Rp 40.837.006.500.
Berdasarkan fakta hukum yang dibacakan majelis, GSM dan WSSI lalai karena tidak melengkapi sarana dan prasarana. Peralatan dalam gudang PT WSSI antara lain, mesin pompa air 3 buah; selang hisap 4 rol; selang keluar 27 rol dan 3 diantaranya rusak; 2 unit eskavator merek komatsu rusak; 1 unit zonder rusak; 1 unit teropong dan menara api dalam kondisi roboh. Kanal dan embung juga kering.
Berdasarkan PP 4/2001 dan Permentan 5/2018, sarana prasarana tersebut sangat tidak memadai. PT GSM bahkan tidak memiliki sarpras sama sekali. Perusahaan itu bergantung pada WSSI yang kenyataannya justru tidak memenuhi kewajibannya sendiri. Selain itu, kedua perusahaan juga tidak memiliki sumberdaya manusia yang mencukupi, seperti regu pemadam kebakaran. Bahkan, sejak awal, kedua perusahaan tidak memiliki Rencana Kerja Pembukaan dan Pengolahan Lahan Perkebunan (RKPPLP).
Selain kurang memadainya sarpras, sistem peringatan dan deteksi dini di WSSI dan GSM juga tidak bekerja sama sekali. Personil dan struktur organisasi tidak jelas. Operasional, akses jalan dan transportasi tidak memadai sehingga, upaya pengendalian kebakaran jadi tidak berarti atau dapat dikatakan perusahaan tidak melakukan apapun.
Majelis juga beri pertimbangan: pemerintah daerah yang mengeluarkan izin agar melakukan pengawasan ke lapangan, termasuk mengevaluasi pemilik izin tidak hanya berdasarkan laporan. Sehingga pencegahan dapat dilakukan dan dikedepankan secara optimal. Perizinan bukan hanya formalitas tetapi pada substansi dan relevansinya.
Pertimbangan selanjutnya: apabila berdasarkan hasil pengawasan dan evaluasi dinyatakan perusahaan tidak mampu mengelola lahan, khususnya melaksanakan kewajiban perlindungan lingkungan, maka dapat ditempuh langkah-langkah yang telah diatur secara hukum seperti sanksi administratif. Sesuai kewenangan pemerintah, izin perusahaan dapat dicabut tanpa harus majelis hakim nyatakan dalam putusan ini.#Suryadi