—Sidang Perkara Limbah dengan Terdakwa Ir Erwin (General Manager) dan Nowo Dwi Prayono (Manager Pabrik)
Video: Video Nelson
PN BENGKALIS, 6 JANUARI 2015—Sebelumnya sempat dijadwalkan pada 5 Januari, akhirnya kehadiran ahli dari JPU untuk kasus Limbah PT NSP ditunda 1 hari. Karena sidang sebelumnya selesai hingga pukul 10 malam, maka ahli untuk limbah dijadwalkan pagi ini.
Awalnya sidang diagendakan mulai pada pukul 9 pagi. Namun sidang molor dan baru dimulai pukul 10.45. Sesuai dengan dakwaan dari JPU, dalam perkara ini ada dua terdakwa. Ir Erwin selaku Pimpinan Cabang PT NSP dan Nowo Dwi Pritono selaku Manager Pabrik.
Keduanya didakwa sebagai orang yang memberi perintah atau orang bertindak sebagai pimpnan kegiatan dalam badan usaha yang menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam padal 59. Perbuatan ini diancam pidana sesuai pasal 103 jo pasal 116 ayat (1) huruf b dan ayat (2) UU RI nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam dakwaan kedua, mereka didakwa sebagai orang yang memberi perintah atau orang yang bertindak sebagai pimpinan kegiatan dalam badan usaha yang melakukan usaha dan atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud pasal 36 ayat (1). Untuk dakwaan ini, ancaman pidana diberikan berdasarkan pasal 109 jo pasal 116 ayat (1) huruf b dan ayat (2) UU RI nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Dan dalam persidangan hari ini, JPU hadirkan ahli dari Badan Lingkungan Hidup yang akan berikan keahlian terkait perizinan dan dampak lingkungan hidup. Ahli itu adalah Nelson Sitohang dari BLH Provinsi Riau. Setelah pemeriksaan ahli, terdakwa ajukan agar dapat diberi kesempatan ajukan saksi a decharge dan dilanjutkan pemeriksaan terdakwa.
Saat pemeriksaan ahli, kesempatan pertama bertanya diberikan kepada JPU. JPU menanyakan terkait izin lingkungan. Nelson menjelaskan bahwa izin lingkungan haruslah diperoleh bagi suatu badan usaha. Sebab izin lingkungan ini digunakan sebagai salah satu syarat untuk mengurus izin usaha. Sejak 23 Februari 2012 keluar SK yang menyatakan bahwa setelah berlakunya SK ini, SKKLH tidak lagi dipersamakan dengan izin lingkungan. Maka walaupun suatu badan usaha sudah memiliki SKKLH setelah 23 Februari 2012, maka ia masih diwajibkan untuk urus izin lingkungan.
“Bagaimana jika suatu badan usaha belum memiliki izin lingkungan namun sudah melakukan kegiatan?” tanya JPU
“Tidak bisa,” ujar Nelson. Ia jelaskan suatu badan usaha untuk merencanakan usahanya pasti melalui proses pembuatan AMDAL seperti pra konstruksi-konstruksi-pra porasi dan operasi. Jika AMDAL dan izinnya saja belum diperoleh seharusnya perusahaan belum boleh beroperasi.
“Baik kita beralih ke limbah, apa yang dimaksud dengan limbah?” ujar JPU
“Limbah adalah suatu bahan sisa dari suatu usaha,”
“Kalau limbah B3?”
“Limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun,”
“Apa saja yang masuk dalam golongan limbah B3?”
“Sesuai dengan PP 18 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3 ada daftar limbah B3 dalam lampiran 1 dan 2,” ujar Nelson. Didalam aturan tersebut ada dinyatakan limbah B3 yang sumbernya spesifik dan tidak spesifik.
“Apakah oli bekas termasuk limbah B3?”
“Oli bekas masuk dalam kategori limbah B3 sumber tidak spesifik yang disebut pelumas bekas,” ujar Nelson.
Ia jelaskan untuk ukuran dan jumlah dari pelumas bekas sebagai limbah B3 tidak ada dijelaskan. Namun dijelaskan suatu badan usaha untuk mengelola ataupun menyimpan limbah tersebut harus memiliki izin.
“Apakah limbah B3 bisa dimanfaatkan lagi?”
“Memanfaatkan lagi itu tergolong dalam pengelolaan limbah B3, bisa saja, namun ada pengkajian dan harus ada izinnya,” tegas Nelson.
Setelah giliran JPU selesai, dilanjutkan giliran PH.
“Bagimana jika oli bekas, yang digunakan untuk menghidupkan genset, disimpan dalam drum tertutup rapat. Dan dimasukkan kedalam gudang berlantai dan dinding beton, apakah ini dikategorikan limbah yang merusak lingkungan?” tanya PH
“itu tergolong menyimpan limbah B3, saya tanyakan lagi, apakah sudah mendapat izin?” tanya Nelson kembali
“Loh kok malah ahli bertanya balik? Seharusnya saya dong yang bertanya,”
“Ya kalau sudah ada izin untuk menyimpan limbah tersebut ya tidak masalah. Tapi kalau tidak ada izin itu tidak boleh,” ujar Nelson.
“Tapi kan ini sudah disimpan dan ditutup rapat tidak bersentuhan dengan tanah,”
“Tetap saja harus ada izin terlebih dahulu.”
Bagaimana dengan aturan PP18 tahun 1999 yang menyatakan sebuah perusahaan boleh menyimpan limbah 90 hari?” tanya JPU
“Jangan dipotong-potong, itu ada kelanjutannya. Suatu badan usaha boleh menyimpan asalkan telah mendapatkan izin dari pemerintah,” tukas Nelson. Ia jelaskan bahwa suatu badan usaha diperbolehkan menyimpan sebelum limbah tersebut diangkut kepada pihak ketiga yang bisa memanfaatkan ataupun menimbun limbah tersebut.
“Apa di Riau ini ada perusahaan pihak ketiga yang bisa memanfaatkan limbah B3? Karena biaya yang mahal makanya tidak ada di Riau ini. Setahu saya yang ada itu hanya di Medan,” ujar PH
“Ada, di Riau ada. Contohnya perusahaan Petromas Petrolium dan Seraya Riang Lestari. Mereka adalah perusahaan yang mempunyai limbah B3 dan memiliki izin untuk penyimpanan sebelum diangkut oleh pihak ketiga untuk dikelola,” ujar Nelson. Untuk saat ini ia tidak dapat memastikan perusahaan pihak ketiga yang masih memiliki izin operasi. “Ini bisa dicek di website KemenLH,” ujarnya.
Nelson selesai dimintai keterangan pada pukul 13.47. sidang dskors untuk makan sidang dan dilanjutkan kembali pukul 15.20.
Saat sidang dimulai kembali, kedua terdakwa ajukan permohonan untuk hadirkan saksi a decharge yaitu Eris Ariaman. Namun JPU menolak sebab Eris selalu hadir dalam persidangan dan mendengarkan segala kesaksian yang telah diberikan terkait perkara ini. Sempat terjadi perdebatan antar PH dan JPU. Dimana JPU menolak dan PH tetap mengajukan Eris. Akhirnya Majelis Hakim berdiskusi untuk memutuskan.
“Baiklah, Majelis Hakim sudah berdiskusi. Kami memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk ajukan saksi a decharge. Namun saksi tidak di sumpah dan keterangannya hanya terbatas dan tidak boleh menyentuh fakta persidangan.
Setelah disepakati, Eris hanya memberikan keterangan terkait struktur perusahaan. Dimana PT NSP memiliki 1 komisaris bernama Eka Darmayanto dan 4 Direksi, dimana Direktur Utamanya adalah Eris Ariaman, sedangkan 3 Direktur lagi adalah Bonar, Arif dan Erwin.
Ia jelaskan bahwa Erwin selaku Pimpinan Cabang PT NSP di Selat Panjang dipilih karena ia merupakan karyawan dengan golongan senior. Ia juga memiliki kompetensi dibidang agronomi tanaman dan water management. Sedangkan Nowo bertanggungjawab untuk operasional pabrik.
“Terkait perizinan, itu ada tim khusus yang mengurusnya,” ujar Eris.
Eris jelaskan bahwa dibawah direksi ada tim teknis yang melakukan supervisi dan pengawasan. Maka Erwin dan Nowo melaporkan perkembangan pabrik pada tim teknis yang disebut Head of Sagoo dan nantinya tim ini akan melaporkan pada direksi. Selanjutnya direksi akan memberikan saran.
Pukul 15.50 Eris selesai dimintai keterangan sebagai saksi a decharge. Sidang dskors untuk pemeriksaan terdakwa. Pukul 19.45 barulah sidang dimulai. Kedua terdakwa hadir di ruang sidang.
Yang pertama ditanyai oleh JPU adalah Nowo. Ia menjelaskan bahwa ia diangkat sebagai manajer pabrik oleh Direktur HRD Pusat pada Agustus 2013. Ia menjelaskan dalam sistem operasi pabrik, mereka menggunakan tenaga listirik untuk menghidupkan mesin. Tenaga listrik bersumber dari genset. Genset tersebut memerlukan oli sekitar 35 liter perdua bulan.
“Dalam industri sagu, tidak ada dihasilkan limbah B3, kalau Oli itu berasal dari genset,” ujar Nowo.
“Bagaimana dengan penyimpanannya?”
“Itu disimpan dalam drum tertutup rapat. Dinding dan lantainya juga dibuat dari beton. Atapnya seng anti karat,” jelas Nowo. Ia jelaskan ukuran dari gudang permanen penyimpanan itu 6×15 meter.
“Bagaimana dengan izin penyimpanannya?” tanya JPU
“Saat ini sedang diproses,” ujar Nowo.
Giliran PH bertanya kepada terdakwa, awalnya bertanya kepada Erwin. Namun Erwin jelaskan ia tidak tahu apa-apa mengenai limbah. Ia hanya bertanggungjawab untuk memasok bahan baku produksi dan tidak tahu menahu soal pabrik. PH lalu bertanya pada Nowo.
“Apa pernah ada tim BLH yang melakukan pengecekan ke perusahaan?”
“Ada dan mereka memberikan beberapa rekomendasi,” ujar Nowo. Ia membacakan butir-butir rekomendasi tersebut. Pertama dinaytaakan bahwa dokumen lingkungan PT NSP telah memenuhi PP 27 tahun 2012. Disarankan untuk mengurus perizinan limbah B3 dan juga melakukan perubahan-perubahan pengelolaan lingkungan. “Ini sudah sesuai aturan,” ujar Nowo.
Ia tambahkan pada 27 Februari 2014 telah dilakukan verifikasi lapangan dan dinyatakan bahwa limbah yang disimpan aman dan baik serta sesuai aturan.
Giliran Hakim, Melky bertanya pada terdakwa terkait struktur koordinasi antara Erwin dan Nowo. Erwin jelaskan bahwa ia tidak bisa mencampuri urusan pabrik, sebab pabrik memiliki struktur organisasi tersendiri. Garis koordinasi antara Erwin dan Nowo tidak ada. Erwin dan Nowo sama-sama melakukan pelaporan langsung ke pusat.
“Siapa yang bertanggungjawab untuk pengelolaan limbah di pabrik?” tanya Melky
“Asisten lab,” ujar Nowo
“Untuk penyimpanan oli bekas?”
“Itu langsung dibawa ke gudang,” ujar Nowo lagi.
Pemeriksaan terdakwa selesai pukul 20.40. dan sejalan dengan sidang Karhutla, tuntutan akan dibacakan pada 13 Januari 2014, dan agenda pleidooi akan dilangsungkan pada 16 Januari. Sidang selesai beberapa detik kemudian.#rct-Yaya