Kasus Karhutla dan Limbah PT NSP

PT NSP Didenda Rp 2 M dan Harus Melengkapi Seluruh Sarana Terkait Karhutla

karhutla nssp copy

—Sidang Putusan Perkara Karhutla Terdakwa PT National Sago Prima Diwakili Eris Ariaman (Direktur Umum)

karhutla nssp copy

PN BENGKALIS, 22 JANUARI 2015—Ruang Sidang PN Bengkalis kembali dipenuhi pengunjung. Selang 7 menit dari sidang sebelumnya ditutup. Sidang dengan agenda pembacaan putusan kembali dimulai. Masih dengan Majelis Hakim yang sama dari perkara Limbah, babak akhir perkara kebakaran lahan yang juga melibatkan PT NSP dibuka.

Sama dengan sebelumnya pembacaan amar putusan diawalai dengan pembacaan identitas terdakwa. Dimana PT NSP dalam persidangan ini diwakili oleh jajaran direksinya yaitu Eris Ariaman selaku Direktur Utama. Pembacaan putusan dengan nomor perkara 547/PIDSUS/2014/PN.BKS dimulai.

Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum berbentuk kombinasi, sehingga Majelis akan mempertimbangkan setiap unsur dari dakwaan. Jika salah satu unsur tidak terpenuhi, maka akan beralih kedakwaan selanjutnya dan terus hingga dakwaan terakhir.

Dakwaan pertama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 108 jo Pasal 69 ayat (1) huruf h jo Pasal 116 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

Unsur setiap orang. Melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.

hakim bengkalis pn

Untuk unsur setiap orang, Majelis Hakim menyatakan bahwa unsur ini mengacu pada subjek ataupun setiap orang yang mampu mempertanggung jawabkan baik secara rohani maupun jasmani unsur pidananya. Kini unsur setiap orang telah mengalami perluasan dimana unsur setiap orang tidak hanya menganut kepada setiap individu namun juga kepada sebuah badan usaha. Hal ini dimuat dalam perkara a quo yang termuat dalam UU pengelolaan lingkungan hidup dimana setiap orang ialah seseorang atau badan usaha baik yang berbadan hukum ataupun yang tidak berbadan hukum.

Menimbang bahwa dalam pasal 116 ayat 1 huruf a dimana dijelaskan tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh atau untuk suatu badan usaha, maka tuntutan dan sanksi pidana diberikan kepada badan usaha. Maka yang diajukan oleh penuntut umum dalam perkara ini adalah sebuah badan usaha. Maka Majelis Hakim berpendapat unsur ini telah terpenuhi.

Pada unsur kedua, melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Pada awal penjelasannya Hakim menegaskan sesuai dengan akta dan dan bukti-bukti yang ada, benar bahwa PT NSP memiliki lahan untuk usahanya. Selanjutnya yang akan dibuktikan terkait benar atau tidaknya terdakwa melakukan pembukaan lahan dengan membakar.

Hakim menetapkan bahwa benar terdakwa melakukan pembukaan lahan dengan adanya perjanjian pembukaan lahan dengan cara Land Clearing pada areal IUPHH-BK PT. NSP dengan menyerahkan pekerjaan tersebut kepada PT. Nuansa Pertiwi dan PT. Sumatera Multi Indah.
Cara pembukaan lahan dengan melakukan imas tumbang (secara manual/tebang pakai mesin potong maupun parang dan alat berat berupa exavator) kemudian potongan kayu tersebut dirumpuk sesuai dengan jalur rumpukan yang ditentukan selanjutnya untuk dapat dilakukan penanaman sagu.

Menurut keterangan saksi Bajuri bahwa pengerjaan land clearing telah selesai pada akhir Desember 2013. Hakim membandingkan bahwa PU dalam dakwaannya mendakwakan bahwa kebakaran pada lahan terdakwa terjadi dalam kurun waktu akhir Januari 2014 hingga pertengahan Maret 2014 dimana keterangan ini bersesuaian dengan keterangan saksi dan ahli.

Hakim menimbang bahwa waktu land clearing dengan kejadian kebakaran terdapat ketidak sesuaian dimana waktu land clearing telah berakhir pada Desember 2013 sedangkan kebakaran terjadi pada akhir Januari hingga Maret 2014. Majelis Hakim berpendapat unsur ini tidak terpenuhi. Sehingga terdakwa dibebaskan dari dakwaan pertama.

Dakwaan selanjutnya, yaitu pasal 98 ayat (1) jo pasal 116 ayat (1) huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 32 Tahun 2009, Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

Unsur setiap orang. Unsur dengan sengaja melakukan perbuatan. 

Unsur dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
Hakim menjelaskan bahwa unsur setiap orang tidak perlu dijelaskan lagi untuk menghemat waktu dan jalannya persidangan. Pertimbangan langsung ditujukan pada unsur kedua.

Hakim menjelaskan unsur dengan sengaja berhubungan dengan kegiatan batin seseorang untuk melakukan tindak pidana. Majelis Hakim menyadari tidak mudah untuk menilai sikap batin seseorang. Apakah benar pelaku melakukan dengan sengaja atau tidak.

Majelis Hakim mempertimbangkan untuk membuktikan unsur ini maka tindakan dengan sengaja melakukan perbuatan tertentu tentulah diartikan sebagai seseorang telah tahu maksud dari kegiatannya dan mengkehendaki akibat dari tindakannya tersebut.

Dalam hal ini hakim membacakan pertimbangan dari dakwaan serta tuntutan dari PU bahwa hal ini terbukti. Didasarkan pada keterangan ahli Bambang Hero dimana kebakaran terjadi dengan sistemtis dan terencana. Lahan yang terbakar merata serta dalam petak-petak tertentu. Hakim menambahkan bahwa memang ada usaha pemadaman, namun setelah api hampir menuntaskan tugasnya membakar lahan yang diinginkan.
Dari penjelasan PU ini, Hakim menjelaskan bahwa mereka mempertimbangkannya. Namun hakim pada akhirnya menjelaskan bahwa fakta ini terbantahkan berdasarkan keterangan saksi dan terdakwa. Dimana usaha pemadaman telah dilakukan oleh terdakwa melalui stafnya. Hingga terdakwa menyewa helikopter pada Maret 2014 serta ada rekaman video pemadaman kebakaran dari wartawan yang meliput.

Hakimpun menambahkan pertimbangannya bahwa terdakwa justru mengalami kerugian akibat kejadian ini. Maka unsur sengaja, dimana pelaku menghendaki akibatnya tidak terpenuhi. Berdasarkan pertimbangan ini Majelis Hakim menyatakan bahwa unsur kedua tidak terpenuhi dan terdakwa dibebaskan dari dakwaan ini.

Majelis Hakim melanjutkan pembacaan dakwaan selanjutnya. Yaitu pasal 99 ayat (1) jo pasal 116 ayat (1) huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009, Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

Unsur setiap orang. Unsur karena kelalaiannya. 

Unsur dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
Seperti sebelumnya, unsur setiap orang tidak lagi dijelaskan. Memasuki unsur kedua karena kelalaian, hakim menjelaskan pertimbangannya. Menggunakan teori hukum dimana kelalaian dianggap sebagai sebuah kealpaan. Dimana ini terjadi karena tidak hati-hati serta tidak melaksanakan sesuatu sesuai aturan yang ada.

Hakim mengaitkan hal ini dengan penjelasan PU bahwa terdakwa tidak melakukan pemadaman karena kelalaiannya dalam melengkapi saran dan prasarana. Ini diatur dalam PP nomor4 tahun 2001 tentang pengrusakan dan pencemaran lingkungan hidup karena kebakaran hutan atau lahan. Dimana setiap badan usaha yang usahanya menimbulkan dampak besar terhadap kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan wajib melakukan pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan diareal usahanya.

Dan selanjutnya dalam pasal 14 mengatur bahwa setiap badan usaha wajib memenuhi sarana prasarana yang memadai untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Sarana dan prasarananya antara lain

Sistem deteksi dini untuk mengetahui terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan. Alat pencegahan kebakaran hutan dan atau lahan.

Prosedur operasi standar untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan.
Perangkat organisasi yang bertanggungjawab dalam mencegah dan menanggulangi terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan.
Pelatihan penanggulangan kebakaran hutan dan atau lahan secara berkala.

Dalam hal ini Majelis Hakim melanjutkan penjelasannya terkait fakta terjadinya kebakaran di areal konsesi terdakwa. Yang sudah menajdi fakta bahwa memang benar telah terjadi kebakaran pada akhir Januari hingga pertengahan Maret 2014. Dengan luasan lahan yang terbakar capai 3000 hektar.

Hakim mempertimbangkan berdasarkan pleidooi dari PH terdakwa bahwa ada bukti surat SK Bupati Kepulauan Meranti nomor 16 tahun 2014 menyatakan status tanggap darurat terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap di Kepulauan Meranti tanggal 10 Februari 2014 disertai bukti SK Bupati nomor 25/AK/KPTS/III/2014 tanggal 19 Maret 2014 tentang perpanjangan penetapan status tanggap darurat penanganan bencana kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap di Kepulauan Meranti. Sehingga kejadian kebakaran adalah bencana.

Berdasarkan hal ini Majelis Hakim berpendapat bahwa memang kebakaran tidak dapat dikendalikan oleh terdakwa, walaupun usaha pemadaman sudah dilaksanakan. Namun menyoroti PP nomor 4 tersebut, hakim memiliki fokus pandangan terhadap sistem deteksi dini dari terdakwa.

Hakim mempertimbangkan bahwa dari bukti surat yang diajukan terdakwa berupa laporan triwulan 4 Oktober hingga Desember 2013, kemajuan pembangunan IUPHHBKHTI sagu pada daftar sarana operasional kegiatan pengelolaan lahan milik PT NSP dilaporkan antara lain:

  1. Mesin pompa berjumlah 15 unit
  2. Selang pompa 100 unit
  3. Helm 30 unit
  4. Sepatu bot 30 unit
  5. Speedboat 12 unit
  6. Sepeda motor 19 unit
  7. HT 19 buah
  8. Kolam air 2 buah
  9. Papan peringatan 20 unit
  10. Buku pemeriksaan 5 buah
  11. Alat perlindungan diri 30 unit
  12. Parang 30 buah
  13. Penggaruk 10 buah
  14. Dan menara api 2 buah
  • Dapat diketahui jumlah sarana prasarana dari pencegahan pemadaman kebakaran sebelum terjadinya kebakaran. Dimana dapat dibandingkan dengan laporan triwulan 1 Januari – Maret 2014 pembangunan kebun milik terdakwa dilaporkan antara lain:
  1. Mesin pompa berjumlah 28 unit
  2. Selang pompa 245 unit
  3. Helm 70 unit
  4. Sepatu bot 30 unit
  5. Speedboat 12 unit
  6. Sepeda motor 19 unit
  7. HT 19 buah
  8. Kolam air tidak dilaporkan
  9. Papan peringatan 25 unit
  10. Buku pemeriksaan 5 buah
  11. Alat perlindungan diri tidak dilaporkan
  12. Parang 30 buah
  13. Penggaruk 10 buah
  14. Dan menara api 1 buah
  15. Teropong 2 unit

Dari bukti laporan ini, Majelis Hakim berpendapat bahwa terdapat peningkatan sarana prasarana namun setelah kebakaran terjadi. Sehingga hakim berkesimpulan saran prasarana deteksi dini untuk pencegahan kebakaran milik terdakwa tidaklah terpenuhi sesuai peraturan.

Majelis Hakim menghargai bahwa terdakwa sudah melakukan pemadaman, serta membentuk tim masyarakat peduli api. Namun semua harus dikesampingkan sebab dilakukan setelah kebakaran terjadi. Sehingga Majelis Hakim berpendapat unsur kedua telah terpenuhi, dimana terdakwa lalai dalam melengkapi sarana prasarana pencegahan kebakaran.

Selanjutnya Majelis Hakim membacakan pertimbangan pada unsur ketiga yaitu dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Untuk unsur ini, karena ahli Bambang Hero dan Basuki Wasis hanya memberikan hasil terkait terlampauinya baku mutu udara dan kerusakan lingkungan hidup, maka hakim juga hanya mempertimbangkan kedua hal ini. Majelis Hakim membacakan pertimbangannya.

Berdasarkan keterangan dan surat keterangan ahli dari ahli Bambang Hero diperoleh pada areal sampling ditemukan areal yang telah terbakar nyaris sempurna karena seluruh areal terbakar dan menghitam akibat permukaannya ditutupi oleh arang bekas kebakaran. Pada areal bekas terbakar tersebut ditemukan pula telah ditanam sagu khususnya pada lokasi tanaman sagu belum produktif. Kebakaran yang terjadi dapat dinyatakan nyaris sempurna karena tampak tidak ada upaya untuk menahan laju api yaitu melalui tindakan pemadaman bahkan tampak dibiarkan. Sehingga kebakaran ini menyebabkan rusaknya lapisan gambut ditanah yang terbakar.

Bahwa dalam rangka pemulihan lahan gambut yang rusak akibat kebakaran lahan diareal IUPHHBK-HTI Tanaman Sagu PT NSP seluas 3.000 Ha melalui pemberian kompos, serta biaya yang harus dikeluarkan untuk memfungsikan faktor ekologis yang hilang maka dibutuhkan biaya sebesar Rp.1. 046.018.923.000,-

Selain itu dari keterangan ahli dan surat keterangan ahli Basuki Wasis diperoleh fakta bahwa hasil pengamatan lapangan dan analisa sampel tanah di laboratorium menunjukan bahwa memang benar pada lokasi penelitian memang telah terjadi perusakan tanah dan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan di PT NSP.

Hasil analisa tanah menunjukan bahwa tanah telah terbakar dan terjadi kerusakan lingkungan sifat kimia tanah karena telah masuk kriteria baku kerusakan untuk parameter subsidence pH tanah, C organic, dan nitrogen tanah.

Hasil lainnya menyatakan bahwa terjadi kerusakan lingkungan sifat biologi tanah karena telah masuk kriteria baku kerusakan untuk total mikroorganisme, total fungsi dan respirasi tanah yang hilang akibat kebakaran.Telah terjadi kerusakan lingkungan sifat fisik tanah, karena telah masuk kriteria baku kerusakan untuk porositas dan bobot isi tanah.

Dan hasil pengamatan lapangan serta analisa vegetasi dan fauna (biota tanah) menunjukkan bahwa memang tanah tersebut terbakar dan telah terjadi kerusakan lingkungan aspek flora dan fauna karena telah masuk kriteria baku kerusakan untuk keragaman spesies dan populasi yang musnah. Hasil analisa tanah menunjukan bahwa memang tanah tersebut dibakar hal tersebut ditunjukan terjadinya peningkatan kadar Ca, dan Mg tanah.

Terkait pembelaan dari PH terdakwa soal laboratorium dari ahli yang tak terakreditasi serta ahli yang tidak memiliki sertifikat ataupun penunjukkan dari Gubernur atau Walikota dikesampingkan oleh Hakim. Hal ini karena ahli Basuki Wasis telah ditunjuk sebagai tim penyusun pedoman perhitungan kerugian akibat kebakaran serta menjadi orang yang memberikan pelatihan terkait kerusakan lingkungan hidup akibat kebakaran hutan dan lahan. Maka Majelis Hakim menganggap ahli berkompeten dalam hal ini.

Sayangnya perhitungan ahli Bambang Hero terkait terlampauinya baku mutu ambien udara tidak dapat digunakan. Sebab terdapat perbedaan alat ukur serta metode analisis yang digunakan. Sehingga Majelis Hakim yang tidak memiliki kompetensi dalam menentukan apakah perhitungan itu benar atau tidak, memilih untuk menyatakan unsur terlampauinya baku mutu ambien udara tidak terpenuhi. Sedangkan baku mutu kerusakan lingkungan hidup dinyatakan terpenuhi.

Karena semua unsur dalam dakwaan ini terpenuhi, Majelis Hakim menaytakan bahwa terdakwa dinyatakan secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah karena kelalaiannya mengakibatkan terlampauinya baku mutu kerusakan lingkungan hidup.

Majelis Hakim melanjutkan membacakan pertimbangan pada dakwaan selanjutnya. Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 50 ayat (3) huruf d jo pasal 78 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan yang unsur-unsurnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan satu persatu unsur tersebut apakah terbukti atau tidak terhadap tindakan yang dilakukan terdakwa dalam perkara ini.
Kembali unsur setiap orang tidak dijelaskan. Dan dilanjutkan dengan unsur dengan sengaja. Penjelasannya hampir sama dengan dakwaan pertama subsidiair dimana unsur kesengajaan ini tidak terpenuhi karena terdakwa mengalami kerugian akibat kebakaran dan terdakwa telah lakukan pemadaman. Dengan demikian dakwaan ini tidak terpenuhi.

Majelis Hakim melanjutkan pembacaan pertimbangannya terhadap dakwaan yang diatur dalam pasal 92 ayat (2) huruf a jo pasal 17 ayat (2) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 18 Tahun 2013, Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang unsurnya sebagai berikut:

Unsur korporasi. Unsur melakukan kegiatan perkebunan dalam kawasan hutan. Unsur tanpa izin menteri

Untuk unsur korporasi, Majelis Hakim menjelaskan unsur korporasi adalah unsur yang mengacu kepada subjek yang mampu mempertanggung jawabkan baik secara rohani maupun jasmani unsur pidananya. Hal ini telah terpenuhi, dimana terdakwa selaku korporasi dalam persidangan diwakili oleh direksinya yaitu Eris Ariaman selaku Direktur Utama.

Pada unsur kedua, Majelis Hakim membacakan pertimbangannya terkait pemaparan PU soal pabrik terdakwa yang berada diluar areal konsesi terdakwa. Karena berdasarkan keterangan ahli Kaselan yang datang ke lokasi kebakaran dan mengambil beberapa titik koordinat diareal konsesi terdakwa dimana 4 titik diareal pabrik merupakan areal konsesi hutan yang dapat dikonversi.

Dalam persidangan bahwa terdakwa juga mengajukan sertifikat hak guna bangunan atas nama PT NSP untuk izin pendirian pabrik tersebut. Namun dalam tuntutan PU menyatakan SHGB tersebut batal demi hukum karena sudah masuk dalam kawasan hutan. Penasehat hukum terdakwa dalam pembelaannya menyatakan bahwa untuk membatalkannya haruslah oleh pejabat yang berwenang, dalam hal ini melalui pengadilan negeri yang putusannya berkekuatan hukum tetap.

Majelis Hakim mempertimbangkan bukti surat yang diajukan terdakwa berupa penolakan perizinan koridor IUPHHBK atas nama terdakwa kepada Menhut yang tertuang dalam surat nomor S.27/VI.PRBUK/2014 tanggal 9 Januari 2014 dimana dikaitkan dengan Keputusan Menteri nomor p29/Menhut-2/II/2010 tanggal 29 Januari 2010 dan Keputusan Menteri nomor p30/Menhut-2/II/2010 tanggal 29 Januari 2010 tentang pengajuan izin koridor untuk IUPHHBK tidak terdapat mekanismenya.

Sehingga Majelis Hakim berpendapat meskipun kanal dan jalan termasuk dalam pengertian koridor dalam IUPHHBK, namun permintaan terdakwa tidak dapat diakomodir oleh Kementrian Kehutanan. Yang masuk dalam kawasan adalah jalan terdakwa sehingga pabrik tidak relevan untuk dipertimbangkan. Dan Majelis berpendapat unsur melakukan kegiatan perkebunan dikawasan hutan tidak terpenuhi. Dan terdakwa dibebaskan dari dakwaan ini.

Majelis Hakim mempertimbangkan dakwaan selanjutnya yaitu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 109 jo pasal 36 ayat (1) jo pasal 116 ayat (1) huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 32 Tahun 2009, Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang unsur-unsurnya sebagai berikut:

Unsur setiap orang. Unsur yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa izin lingkungan

Dalam hal ini terkait unsur melakukan usaha dan/ atau kegiatan tanpa izin lingkungan Majelis membacakan fakta-fakta dari persidangan. Yaitu:

  1. Bahwa benar pabrik PT NSP beroperasi sejak Juni 2012
  2. Bahwa benar pembangunan pabrik PT NSP telah memperoleh kesepakatan dalam kerangka acuan AMDAL pada 15 Juni 2011 yang merujuk pada PP 27/1999
  3. Bahwa benar pabrik tual sagu untuk mengubah menjadi tepung sagu telah memperoleh persetujuan atas studi kelayakan AMDAL, RKL-RPL dari Bupati Kabupaten Bengkalis berdasarkan surat nomor 140/KPTS/III/2012 tertanggal 1 Maret 2012.
  4. Bahwa benar dalam produksinya PT NSP telah memperoleh izin usaha industri berdasarkan keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal nomor 75/I/IUP/II/2012 tertanggal 20 April 2012.
  5. Bahwa benar terdakwa selalu memberikan laporan persemester kepada BLH Kabupaten Kepulauan Meranti
  6. Bahwa benar BLH Kabupaten Kepulauan Meranti telah melakukan pengawasan AMDAL, RKL-RPL pada pabrik produksi pengolahan tual sagu menjadi tepung sagu milik terdakwa pada 4 November 2013 sebagaimana dimaksud dalam hasil pengawasan pada 2013 yang dilampirkan dalam surat BLH Kabupaten Kepulauan Meranti nomor 80.1/BLH/XI/2013/I-65 tertanggal 11 November 2013.
  7. Bahwa benar BLH Kabupaten Kepulauan Meranti telah melakukan pengawasan lingkungan hidup, amdal, RKL-RPL terhadap pabrik pengolahan sagu terdakwa pada tanggal 7 Agustus 2014
  8. Bahwa benar BLH Kabupaten Kepulauan Meranti, BLH Provinsi Riau serta Mentri tidak pernah memberikan sanksi atau terguran keapda terdakwa baik secara lisan ataupun tertulis terhadap terdakwa terkait dokumen AMDAL, RKL-RPL yang telah diperoleh oleh PT NSP

Majelis Hakim mempertimbangkan sesuai keterangan saksi Setya Budi Utomo dan bukti surat yang mana terdakwa telah memiliki AMDAL, RKL-RPL berdasarkan Surat Keputusan Bupati nomor 140/KPTS/III/2012 tertanggal 1 Maret 2012 tentang kelayakan studi AMDAL, RKL-RPL yang mnerujuk pada PP nomor 27/1999 tentang analisis dampak lingkungan dalam penyusunan dokumen AMDAL.

Menimbang bahwa berdasarkan keterangan ahli Nelson Sitohang dan saksi Armansyah bahwa dokumen amdal adalah dokumen kelayakan lingkungan yang masih berlaku mengingat ketentuan pasal 73 pp 27/2012 tentang izin lingkungan yang menyatakan dokumen lingkungan yang telah mendapatkan persetujuan sebelum berlakunya peraturan tersebut dinyatakan berlaku dan dipersamakan sebagai izin lingkungan.
Selanjutnya Majelis Hakim membacakan pertimbangannya berdasarkan PH terdakwa sesuai surat Kementrian Lingkungan Hidup nomor 14134/MENLH/KPN11/2013 memberikan tenggang waktu bagi perusahaan-perusahaan melengkapi izin-izin lingkungan sampai Juni 2015.

Menimbang tentang surat ini terkait pasal 121 UU RI 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan LH poin 2 huruf d menyatakan gubernur, walikota ataupun bupati sesuai kewenangannya memberikan sanksi berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksid dalam huruf c paling lambat 18 bulan sejak surat edaran ditetapkan.

Sehingga berdasarkan Surat Keputusan Mentri tersebut Majelis Hakim berpendapat penerapan sanksi terhadap terdakwa barulah bisa dilaksanakan setelah Juni 2015. Dan terdakwa dibebaskan dari dakwaan ini.

Sehingga Majelis Hakim berpendapat terdakwa tidak terbukti melakukan tindakan pidana sesuai dakwaan PU dalam dakwaan kesatu primair, kesatu subsidiair, dan dakwaan kedua, ketiga dan keempat lebih subsidiair maka terdakwa dibebaskan dari dakwaan tersebut.

Dan terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan kesatu lebih subsidiair. Dimana sebelum menjatuhkan pidana Hakim membacakan pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Dimana hal yang memberatkan ialah

Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan bagi masyarakat
Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan pencemaran

Hal-hal yang meringankan

Terdakwa melakukan penanggulangan kebakaran
Terdakwa melaksanakan sebagian kewajiban yang dilalaikan

Menimbang bahwa dalam pasal 99 ayat 1 UU 32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdakwa diancam pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun. Serta denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 3 miliar. Dimana dalam hal ini terdakwa adalah badan usaha yang tidak dapat dikenakan pidana penjara maka terdakwa akan dikenakan biaya denda.

Terkait pidana tambahan yang diajukan PU sebesar Rp.1. 046.018.923.000, Majelis Hakim mempertimbangkan sesuai Peraturan Kemen LH nomor 13 tahun 2011 tentang ganti kerugian akibat pelanggaran yang akibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Tindakan yang terbukti dilakukan terdakwa adalah kelalaian dan sejalan dengan upaya penegakan hukum lingkungan hidup.

Majelis Hakim memperhatikan bukti surat yang diajukan terdakwa berupa surat koordinasi penanaman modal nomor 4571/1/IP/PB/PMH/2014 tanggal 27 Februari 2014 dimana total penyertaan dalam perseroan hanya berjumlah Rp 80 miliar sehingga Majelis Hakim berpendapat pengenaan pidana tambahan ganti kerugian sejumlah sebagaimana tuntutan penuntut umum tidak akan dapat dilaksanakan.

Sehingga Majelis Hakim mempertimbangkan pasal 119 UU RI nomor 32/2009 dimana pelaku pidana usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:
Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
Penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan atau kegiatan
Perbaikan akibat tindak pidana
Pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak dan atau
Penempatan usaha dibawah pengampuan paling lama 3 tahun

Dari alasan tersebut, Majelis tidak mengenakan pidana tambahan perbaikan akibat tindak pidana. Melainkan pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak dalam hal ini adalah kelengkapan sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran diareal milik terdakwa dalam pengawasan BLH setempat.

Sehingga putusan Majelis Hakim terhadap terdakwa PT NSP ialah:

  1. Menyatakan terdakwa PT NSP tidak bersalah secara meyakinkanmelakukan tindak pidana sesuai dakwaan kesatu primair, kesatu subsidiair, dan dakwaan kedua, ketiga dan keempat lebih subsidiair
  2. Membebaskan terdakwa PT NSP dari dakwaan kesatu primair, kesatu subsidiair, dan dakwaan kedua, ketiga dan keempat lebih subsidiair tersebut
  3. Menyatakan terdakwa PT NSP terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana karena kelalaiannya mengakibatkan terlampauinya kriteria kerusakan lingkungan hidup
  4. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu pidana denda sebesar Rp 2 miliar
  5. Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa PT NSP berupa kewajiban melengkapi saran dan prasarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran di areal konsesi terdakwa sesuai dengan petunjuk dan standarisasi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan dengan pengawasan dari BLH Kabupaten Kepulauan Meranti dalam jangka waktu 1 tahun
  6. Menetapkan barang bukti tetap terlampir dalam berkas perkara ini.
  7. Membebankan terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 5000

Pembacaan putusan untuk perkara ini selesai 11.35. Eris Ariaman selaku yang mewakili PT NSP hanya terdiam sambil menyalami PH, Majelis Hakim dan PU. Lalu menandatangani berkas putusan. #rct-Yaya

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube