Karhutla Karhutla PT Tesso Indah

Zulkarnain: Sanksi Administrasi Dulu Baru Pidana

Sidang ke 12 – Agenda: Mendengarkan Keterangan Ahli 

PN Rengat, Senin 18 Mei 2020—Majelis Hakim Omori Rotama Sitorus, Maharani Debora Manullang dan Immanuel Marganda Putra Sirait membuka sidang perkara kebakaran hutan dan lahan, terdakwa PT Tesso Indah dan Asisten Kepala Sutrisno. Direktur Utama Halim Kesuma yang mewakili perusahaan mengikuti sidang masih dengan video conference.

Sidang dihadiri Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Rengat Jimmy Manurung dan Rionald Febri Rinando. Terdakwa didampingi Penasehat Hukum Patar Pangasihan, Herbet Abraham P dan Oky Faurianza.

Penasehat hukum hadirkan Zulkarnain, Ahli Hukum Acara Pidana Universitas Islam Riau (UIR). Dia ditanya seputar maksud sengaja dan lalai dalam UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), serta seputar pertanggungjawaban korporasi. Berikut pendapatnya.

Sengaja adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sadar. Akibatnya diinginkan oleh pelaku. Sengaja dibagi tiga. Sengaja sebagai maksud, sengaja sebagai kepastian dan sengaja sebagai kemungkinan.

Sedangkan lalai adalah, perbuatan kurang kehati-hatian. Akibatnya tidak diinginkan oleh pelaku. Dia dibagi dua yakni, lalai disadari dan lalai tidak disadari.

Perbedaan lain keduanya adalah, dilihat dari niat pelaku. Seseorang dapat diminta pertanggungjawaban bergantung dengan apa yang dia lakukan.

Yang bertanggungjawab atas kebakaran di hutan adalah negara, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan. Bila api menjalar ke lahan perusahaan tidak serta-merta diminta pertanggungjawaban karena dia sebagai korban bukan pelaku.

Perusahaan tidak dapat dikatakan sengaja bila tidak ada niat dan keinginan terhadap akibat kebakaran tersebut. Perusahaan juga tidak dapat dikatakan lalai sebelum pembakar lahan ditemukan.

Kekurangan sarana prasarana tidak dapat dikatakan tidak memiliki. Seharusnya pemerintah mengawasi dan beri teguran terlebih dahulu bila diketahui perusahaan tidak melengkapi sarana prasarana. Sanksi dapat berupa pencabutan izin bila teguran tidak dipatuhi.

Selanjutnya, kekurangan sarana prasarana juga tidak dapat dikatakan disengaja. Apalagi pemerintah tidak pernah beri teguran sebelum peristiwa kebakaran terjadi.

“Intinya, perusahaan tidak dapat dikatakan sengaja atau lalai bila sarana prasarana tidak lengkap. Itu adalah sanksi administrasi. Harusnya pemerintah mengawasi atau tegur terlebih dahulu,” kata Zulkarnain.

Permentan 5/2018 adalah peraturan pelaksana dan tidak dapat disandingkan dengan UU karena tingkatannya tidak sama. Ukuran lalai dan sengaja diatur dalam UU bukan Permen. Permentan 5/2018 adalah ranah administrasi.

Bila pemerintah tidak pernah beri teguran dan sanksi, perusahaan tidak dapat dijatuhi hukuman pidana. “Tanpa ada pengawasan tidak dapat langsung dijatuhi kesalahan.”

Namun, perusahaan wajib menyesuaikan kegiatannya dengan aturan yang baru terbit meski sudah beroperasi sebelum adanya tersebut.

Bila perusahaan berupaya mengendalikan kebakaran itu menunjukkan niat baik untuk menghindari dampak kebakaran. Perisitiwa kebakaran harus dicari terlebih dahulu pelakunya.

Yang bertanggungjawab atas kerugian akibat kebakaran adalah pelakunya. Tanggungjawab itu tidak dapat dilimpahkan begitu saja tanpa diketahui pelakunya. Perusahaan tidak dapat diminta tanggungjawab apabila dia tidak menginginkan kejadian tersebut.

Jika perusahaan mengetahui hal-hal yang harus dipenuhi namun tidak dilakukan, tidak serta merta langsung dihukum. Yang harus diketahui terlebih dahulu adalah pengawasan dari pemerintah supaya tidak ada kesan pemerintah membiarkan.

Kekurangan dan kesalahan perusahaan harus dilihat dari pengawasan pemerintah terlebih dahulu. Bila perusahaan tak pernah beri laporan, kenapa tak ada teguran dan sanksi dari pemerintah?

Perusahaan tidak dapat dihukum apabila tidak ditemukan unsur menyuruh melakukan atau yang melakukan.

PT TI tidak pernah beri laporan, tidak melengkapi sarpras padahal mereka tahu lahan gambut gampang terbakar adalah tergolong kelalaian yang disadari.

Pertanggungjawaban tertinggi dijatuhkan pada pemilik perusahaan salah satunya direktur. Pertanggungjawaban pada seseorang sesuai jabatannya saat peristiwa terjadi. Pertanggungjawaban pidana bisa dijatuhkan pada direktur utama mewakili perusahaan atau kedua-duanya sekaligus.

Ketika lahan perusahaan rawan terbakar tapi tidak menyiapkan sarana pencegahan itu tergolong kesalahan perusahaan.

Sidang ditunda dan dilanjutkan, Selasa 19 Mei 2020.#Suryadi

About the author

Nurul Fitria

Menyukai dunia jurnalistik sejak menginjak bangku Sekolah Menengah Atas. Mulai serius mendalami ilmu jurnalistik setelah bergabung dengan Lembaga Pers Mahasiswa Bahana Mahasiswa Universitas Riau pada 2011. Sedang belajar dan mengembangkan kemampuan di bidang tulis menulis, riset dan analisis, fotografi, videografi dan desain grafis. Tertarik dengan persoalan budaya, lingkungan, pendidikan, korupsi dan tentunya jurnalistik.

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube