Kasus Marwan Ibrahim

Tim 9 Tak Kerjakan Apa-apa

marwan2

 

–Sidang Keenam Korupsi Lahan Bhakti Praja Pelalawan Terdakwa Marwan Ibrahim

marwan2

PN PEKANBARU, 12 November 2014— Ruang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Pekanbaru dipenuhi orang. Mereka tempati kursi pengunjung dan tetap duduk disana hingga sidang dimulai. Tak seperti sebelumnya, sidang kali ini dimulai sebelum pukul sebelas. Tepatnya pukul 10.25.

banu n romi

Pengunjung sidang berdiri kala Majelis Hakim memasuki ruang sidang. Seperti biasa, Achmad Prasetyo Pudjoharsoyo selaku Hakim Ketua didampingi Masrul dan Rachman Silaen, dua hakim anggota. Disisi kanan ada dua Penasehat Hukum (PH) terdakwa Marwan Ibrahim. Sedangkan dikiri, empat orang menduduki meja Jaksa Penuntut Umum (JPU).

hakim ketua

Dalam agenda sidang kali ini, JPU hadirkan 3 orang saksi. Drs. Edi Suriandi, Hasyim dan T Zulhelmi. Ketiganya dimintai keterangan bergantian secara berurutan. Setelah mengambil sumpah, pemeriksaan dimulai pada saksi pertama.

Drs Edi Suriandi— saat perkara ini terjadi, bertindak sebagai Wakil Ketua Tim 9

saksi edi1

Edi bekerja di Kabupaten Pelalawan saat baru mekar. Pada 2001 ia menjadi Asisten Bidang Sosial Politik. Selang satu tahun, ia berganti menjadi Asisten I Bidang Tata Pemerintahan. Ia berpindah ke Dinas Kehutanan periode 2004 hingga 2009. Setelah itu ia kembali menjadi Asisten I pada 2009 hingga 2010.

Terkait dengan kasus ini, pada 2009 tersebut Edi tengah menjadi Asisten I Bidang Tata Pemerintahan. Terkait tata kelola kepemeritahan di Kabupaten Pelalawan, Edi ikut serta merampungkannya.

Karena jabatannya itu pula, Edi masuk dalam tim 9. Tim ini bertugas untuk mengurus pemebebasan lahan untuk dijadikan lahan perkantoran. Dalam persidangan ini, Edi menjelaskan anggota-anggota dari tim tersebut.

hakim rakhman

Ia paparkan, Terdakwa Marwan Ibrahim selaku Sekretaris Daerah menjadi Ketua Tim 9. Ia yang saat itu menjadi Asisten I diberi tanggungjawab sebagai Wakil Ketua. Setelah itu menyusul anggota dari Badan Pertanahan Nasional, Kepala Bagian di pemerintahan kabupaten, Camat dan Lurah. Mereka ditetapkan sebagai tim 9 berdasarkan SK Bupati yang dikeluarkan pada 19 Oktober 2009.
“Apa anda tahu tugas dari tim ini?” tanya JPU.

“Untuk mengurus pembebasan lahan,” Edi menjawab. Namun ia tak bisa menjelaskan secara rinci apa tugas dari tim. JPU membacakan poin-poi tugas dari tim yang ada di SK. Edi hanya mengiyakan bahwa itu tugas dari tim.
“Apa semua ini anda lakukan?” JPU kembali bertanya.
“Ada beberapa tugas yang tak dilaksanakan,” jawabnya.

Berdasarkan tugas-tugas yang dipaparkan dalam SK, Edi membenarkan tim tidak melaksanakan tugasnya. Seperti tidak ada melakukan pengukuran tanah yang akan dibebaskan. Tidak ada menemui pemilik tanah untuk negosiasi harga. Inventarisasi hingga mereka juga tak ada membuat berita acara pembebasan lahan.

Edi mengaku tidak mengetahui apa saja yang dilakukan oleh tim. Ia hanya menjawab bahwa dirinya, selaku Wakil Ketua tim 9 tidak ada melakukan apa-apa. Ia hanya ingat bahwa pernah diminta untuk menandatangani berkas oleh Sekretaris Tim. Kala itu dijabat oleh Lahmudin.

“Seingat saya Lahmudin pernah menghubungi agar saya menandatangani beberapa berkas,” ujar Edi.

Ia pernah ditelepon oleh Edi untuk menandatangani berkas terkait pembebasan lahan. Namun bukan Lahmudin yang menemui dirinya. Melainkan T Azman dan Agus Yanto. Staf di BPPKD. Mereka memberikan berkas, dan meminta Edi menandatanganinya.

“Saya tidak mau ikut tanda tangan,” ujar Edi kepada JPU.
“Kenapa?”
“Karena ada laporan yang ada ditim itu yang tidak sesuai,” tukasnya.

Ia mengatakan bahwa terkait pembebasan lahan, ada juga tim lain yang dibentuk mengurusi hal yang sama. Secara garis besar, tugas-tugas terkait pembebasan lahan telah dilakukan oleh tim tersebut.

Laporan dari tim inilah yang dimasukkan dalam laporan yang harus ditandatangani Edi. Ia juga komplain karena selain format laporan yang tidak sesuai, sampling untuk harga jual tanah tidak jelas. Pemilik tanah yang dijadikan patokan harga jual datanya tidak jelas.
“Saya, Camat dan Lurah yang tidak tandatangan,” ujarnya.

Edi juga menyatakan bahwa ia mendengar cerita dari ketua BPN soal pembebasan lahan. Sejak 2002 ada usaha pencarian lahan untuk dibeli pemerintah kabupaten. Baku anggaran yang disediakan Rp 500 juta berasal dari APBD. Diperoleh lahan seluas 20 hektar bekas perkebunan sawit.

Lahan itu merupakan bagian dari lahan dengan luas sekitar 100 hektar. Pemda Pelalawan hanya mampu membeli 20 hektar dengan biaya yang tersedia. Mereka membeli melalui pihak ketiga. Lugimin.

“Karena tanah tidak dapat dibeli hanya 20 hektar. Melalui Lugimin lahan yang dibeli 100 hektar, tapi ada milik Pemda Pelalawan 20 hektar,” jelas Edi.
“Kenapa anda masuk didalam tim?” tanya JPU.
“Karena lahan itu nantinya akan digunakan untuk kepentingan pemerintah,” jawab Edi. Itulah penyebab Asisten I Tata Kelola Pemerintahan berada dalam tim.
“Lalu anda tahu apa kerja tim?” tanya PH terdakwa.
“Tidak,”
“Jadi apa yang saudara kerjakan?”
“Kalau saya tidak ada yang saya kerjakan,” jawabnya.
PH menanyakan sampai dimana tanggung jawab Edi sebagai tim 9 dalam pembebasan lahan. Begitu mendengar bahwa ia tak mengerjakan apa-apa, PH memberikan tekanan.
“Kalau begitu saudara juga bisa dituntut ini,” ujar PH. Ia memaparkan bahwa terdakwa dituntut karena tidak mengerjakan tanggung jawabnya sebagai tim. Namun melakuka penandatangan segala administrasi terkait pekerjaan tim.
“Jika tim 9 memang tidak melaksanakan tugasnya, berarti anda semua bisa dituntut seperti klien saya,” tukas PH.
Edi tetap menjawab memang ia tidak ada melakukan tugas tim. Ia hanya tahu perlu lahan untuk dibebaskan. Dari dokumen yang ia lihat, memang tak ada yang ia pahami. Mulai dimana lahan yang dibebaskan, untuk apa dan milik siapa ia tidak tahu.
Edi dimintai keterangan hingga pukul 13.05. Setelah pemeriksaannya persidangan diskors untuk istirahat hingga pukul 14.13. Saat sidang dimulai kembali, saksi kedua dimintai keterangan.

Hasyim— saat perkara ini terjadi, bertindak sebagai anggota Tim 9

Hasyim menjadi anggota dari tim 9 karena pada saat itu ia menajdi Kepala badan Pertanahan Nasional yang berkantor di Kabupaten Pelalawan. Awalnya ia tidak tahu bahwa ia masuk dalam tim 9 karena ia tidak pernah mendapatkan SK dari Bupati.

saksi hasyim1

Ia tahu bahwa ia masuk dalam tim9 ketika ia dihubungi Lahmudin untuk menandatangani dokumen untuk pembebasan lahan. Sama dengan Edi, ia didatangai T. Azman dan Agus Yanto. Ada beberapa berkas yang ia tandatangani. Mulai dari berkas honor, inventarisasi, evaluasi dan lainnya.

Ia sempat bertanya bahwa ada pihak yang tidak menandatangani berkas tersebut. Seperti Camat dan Lurah.

hakim masrul

“Ketika saya tanya mereka bilang bahwa aparat pemerintah menyusul belakangan untuk menandatananinya,” cerita Hasyim. Mendengar penuturan itu, ia sebagai Kepala BPN hanya percaya saja.

Terkait kerja tim, Hasyim juga tidak tahu apa yang menjadi tugas dari tim. Karena ia juga tidak ada mengerjakan hal-hal terkait pembebasan lahan. Ia hanya tahu soal penandatangan berkas yang diberikan.

Namun ia sempat mempelajari dokumen-dokumen ganti rugi lahan terkait nama-nama yang ada untuk pembebasan lahan pada 2009 tersebut.

“Apa benar bahwa tanah atas nama Rina Noverawati diganti rugi 2 kali?” tanya JPU.
“Setahu saya pada 2009 memang ada ganti rugi atas nama tersebut untuk lahan dengan alas hak nomor 5427 seluas 5741 hektar,” jawab Hasyim.
“Pada 2008?”
“Saya tidak tahu, tapi nanti coba saya lihat lagi dokumennya,” ujar Hasyim.
“Karena pada bukti yang ditemukan, ini tidak hanya terjadi pada Rina. Namun ada nama-nama lain juga pada tahun yang berbeda, tapi dengan nomor surat yang sama,”
“Kalau untuk tahun lain perlu saya cek lagi,”
“Kalau aturannya, itu bisa terjadi atau tidak?” tanya JPU lagi.
“Seharusnya tidak. Kecuali pembayaran dua kali itu sisa dari lahan yang belum terbayarkan semua,” jawab Hasyim.

Hasyim diminta untuk dihadirkan kembali pada sidang selanjutnya dengan membawa berkas-berkas terkait ganti rugi lahan. Ini untuk melihat apakah benar telah terjadi pembayaran pembebasan lahan untuk surat tanah dengan nomor yang sama pada tahun yang berbeda.

Saat PH meminta keterangan dari Hasyim, ia banyak mengejar penjelasan terkait terjadinya kebakaran di kantor Badan Pertanahan Daerah. Ia ingin memastikan kantor bagian mana yang terbakar. Sebab kantor Hasyim, BPN bersebelahan dengan BPD tempat Syahrizal Hamid bekerja. Dari keterangan Syahrizal, terdakwa pernah mendatangi Syahrizal dikantornya pada 19 Juli.

“Memang ada kebakaran. kantor BPN tempat saya bekerja yang terbakar,” jelas Hasyim.
“Jadi kantornya Syahrizal Hamid?”
“Yang terbakar hanya kantor saya bekerja. Kalau kantor BPD tidak terbakar,” tambahnya.

T Zulhelmi—Saat perkara terjadi, ia menjadi Kepala Bappeda

saksi tengku

Zulhelmi menjadi Kepala Bappeda 2 kali. Pertama pada periode April 2004 – Juli 2006. Kemudian periode 2009 hingga 2012 untuk kedua kalinya. Ia diminta keterangan pada persidangan ini terkait pengetahuannya soal pembebasan lahan. Ia selaku ketua Bappeda yang membantu Bupati dalam perencanaan pembangunan daerah.

Ketika ditanyakan soal rencana pembangunan, Zulhelmi hanya menyatakan ia tidak tahu. Sebab perencanaan untuk 2009 dibicarakan pada 2008. Saat itu ia belum menjabat di Bappeda. Sehingga ia tidak tahu soal perencanaan itu.

Zulhelmi menjelaskan bahwa jika soal perencanaan akan dibahas di Musrenbang. Sistemnya, setiap Camat akan memberikan usulan rencana pembangunan dan anggaran untuk daerah masing-masing. Nantinya akan dievaluasi dan diambil kesepakatan bersama dalam Musrenbang tersebut.

“Bappeda disini hanya memediasi. Hasil dari musrenbang ini baru ditindaklanjuti Bappeda sebagai rencana pembangunan,” jelas Zulhelmi.
“Kalau soal pembelian tanah pada 2009 itu dibicarakan di Musrenbang juga?” tanya JPU
“Tidak, itu sudah jadi kebijakan tersendiri dari Pemda Pelalawan,” ujar Zulhelmi.

Ia menjelaskan Pemda memiliki kewenangan untuk persoalan perluasan lahan. Untuk masalah perencanaan anggarannya dibahas di Tim Anggaran Pemerintah Daerah atau TAPD.

“Untuk pembelian lahan pada 2009, maka ini akan dibahas TAPD pada 2008,”
“Anda tahu soal ini?” tanya JPU.
“Tidak. Walaupun Kepala Bappeda masuk dalam TAPD, tapi inikan tahun 2008. Saya belum di Bappeda,” jawab Zulhelmi.

Pemeriksaan saksi pada hari ini selesai pukul 16.37. Secara keseluruhan terdakwa tidak memberikan tanggapan. Namun sebelum sidang ditutup, Hakim Ketua mengingatkan agar pada sidang selanjutnya JPU dapat memberikan pertanyaan fokus sesuai dakwaan.

“Kita mau membuktikan dakwaan yang JPU berikan. Fokus saja kesitu dulu, jangan melebar,” ujarnya. Ini bukan kali pertama JPU ditegur oleh Hakim Ketua. Dalam sidang-sidang sebelumnya juga selalu dibatasi.

“Dan untuk Penasehat Hukum fokus saja untuk poin pembelaannya,” tambahnya lagi.

Sidang selanjutnya akan dilangsungkan pada 19 November 2014 dengan agenda pemeriksaan saksi.#Yaya-rct