BENTANGAN SENARAI
JELANG TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM
Download File Bentangan JPU Tuntut PT TFDI Rp 10 M dan Rp 1,3 T
PENDAHULUAN
Pada 20 Juli 2016, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan pra peradilan oleh terdakwa PT Triomas Forestry Development Indonesia (TFDI), terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Majelis hakim menganggap, penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan PPNS LHK sudah sah menurut hukum.
Sejak putusan itu, penyidikan terhadap perkara kebakaran lahan PT TFDI terus dilakukan hingga dilimpahkan ke Kejaksaan Agung dan disidangkan di Pengadilan Negeri Siak, mulai Februari 2018.
PT TFDI didakwa melanggar UU Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Tim monitoring Senarai memantau perkara ini mulai 19 Februari 2018 atau sejak penasihat hukum menyampaikan eksepsi.
Hingga pemeriksaan terdakwa, sidang telah berlangsung selama lebih kurang 6 bulan dari 17 kali digelar dan 1 kali ditunda, karena ahli dari penasihat hukum berhalangan hadir.
JPU menghadirkan 11 saksi fakta dan 8 ahli. Dua saksi fakta keterangannya dibaca lewat berita acara pemeriksaan dan 1 ahli juga demikian. Yakni, saksi atas nama Frans dan Egi yang telah dipanggil oleh JPU beberapa kali tapi tak ada jawaban. Sementara, ahli atas nama Sumardi sudah berusia rentan sehingga tidak memungkinkan untuk hadir dipersidangan.
Penasihat hukum terdakwa hanya menghadirkan 3 orang ahli. Sebenarnya, pada sidang 4 Juni lalu, mereka menghadirkan dua saksi a de charge yakni, Agus Setiawan Manajer Umum dan Personalia serta Andra Yusuf Adnan Bidang Pencegahan Kebakaran Lahan PT TFDI.
JPU menolak mereka diperiksa dipersidangan karena berstatus sebagai karyawan perusahaan yang sedang berperkara. JPU menawarkan, saksi tidak diambil sumpah bila keduanya tetap diminta keterangan. Penasihat hukum keberatan. Hakim sampai minta waktu dan menskors sidang 10 menit untuk musyawarah.
Ujung-ujungnya hakim juga menolak dan sependapat dengan tawaran JPU. Penasihat hukum tetap keberatan dan memilih tidak memeriksa sama sekali saksi yang telah dibawanya.
PROFIL TERDAKWA
Nama | : PT. Triomas Forestry Development Indonesia |
Tempat Lahir | : Riau |
Nomor dan Tanggal Akta Pendirian Korporasi beserta Perubahannya |
: – Akta notaris nomor 54 dibuat dihadapan Djojo Muljadi, SH dan tambahan berita negara RI nomor 197 tanggal 24 Februari 1996. Perubahan terakhir yakni pada tahun 2012 sesuai akta notaris Iswanu Mahendradi, SH nomor 18 tanggal 28 Desember 2012 dan disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM melalui keputusan nomor : AHU-AH.01.10-05696 tanggal 20 Februari 2013. |
– Akta notaris nomor 18 tanggal 28 Desember 2012. | |
Nomor dan Tanggal Akta Korporasi pada saat peristiwa pidana | : Akta notaris nomor 18 tanggal 28 Desember 2012. |
Tempat Kedudukan | : Riau |
Kebangsaan/Kewarganegaraan : Indonesia
Jenis usaha/bidang usaha : Perkebunan Kelapa Sawit
NPWP : 01.001.698.8-218-000
Yang diwakili oleh pengurus/kuasa, bertindak untuk dan atas nama terdakwa
Nama Lengkap : Supendi bin Alm Sumito
Tempat Lahir : Bengkalis
Umur/Tanggal Lahir : 70 tahun / 14 Desember 1948
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tinggal : Jl. Kuantan Raya Nomor 138/58 RT/RW 004/002 Kelurahan Sekip, Kecamatan Limapuluh, Kota Pekanbaru, Riau
Kebangsaan/kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Budha
Pekerjaan : Direktur PT Triomas Forestry Development Indonesia
Pendidikan : SLTA
PT Triomas Forestry Development Indonesia (TFDI) berdiri pada 30 Desember 1968. Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Siak Nomor 217/HK/KPTS/2006 tanggal 8 September 2006 tentang pemberian Izin Usaha Perkebunan, PT TFDI bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit.
Struktur organisasi PT TFDI berdasarkan SK Direksi nomor 114/PEG/SK/X/2012, Komisaris dijabat oleh Yudianto dan Direktur Supendi bin Alm Sumito.
Luas kebun kelapa sawit PT TFDI 12.000 ha. Areal yang telah ditanam 2.000 ha. Sedang land clearing 90 ha. Sisanya hutan alam.
Berdasarkan SK Kepala BPN RI Nomor : 97/HGU/BPN RI/2010, luas HGU PT. TFDI 6.335,036 ha. Dibagi tiga bidang, yakni Bidang A 486,196 ha, Bidang B 1.824,385 ha dan Bidang C 4.024,455 ha.
Kebun kelapa sawit PT TFDI di Sungai Metas yang terbakar terbagi 6 divisi. Divisi I dan II telah ditanami kelapa sawit. Divisi III masih berupa hutan. Divisi IV dan V sedang dibuka. Divisi VI juga masih berupa hutan.
Izin yang dimiliki PT TFDI:
- Keputusan Bupati Siak No 217A/hk/kpts/2006 tentang IUP PT. TFDI.
- Keputusan Kepala BPN RI Nomor : 97/HGU/BPN RI/2010, tentang pemberian HGU atas nama PT. TFDI di Kabupaten Siak, Riau selama 35 tahun seluas 6.335,036 ha.
- Keputusan Menteri Kehutanan No SK.05/Menhut-II/2006 tentang pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 10.713,10 ha, yang terletak dikelompok hutan Tasik Besar Serkap Kabupaten Siak, Riau untuk usaha budidaya perkebunan.
- Keputusan Bupati Siak No 147 tahun 2006 tentang kelayakan lingkungan kegiatan rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit seluas 6.500 ha di Desa Penyengat Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau atas nama PT. TFDI.
- Surat Menteri Pertambangan dan Energi No 554/337/1997 perihal rekomendasi areal perkebunan kelapa sawit PT. TFDI di wilayah kerja PT. Petronusa Bumi Bakti.
MAJELIS HAKIM
- Lia Yuwannita (Ketua Majelis Hakim)
- Dewi Hesti Indria (Anggota)
- Risca Fajarwati (Anggota)
PENUNTUT UMUM
- Tian Andesta
- Endah Purwaningsih
- Herlina
- Slamet
PENASIHAT HUKUM
- John dan Junaidi
DAKWAAN
Dalam surat dakwaan No. Reg : PDM-21/SIAKS/01/2018, penuntut umum memakai dakwaan alternatif.
PERTAMA: Pasal 98 ayat (1) jo pasal 116 ayat (1) huruf a UU No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 98 ayat (1): Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00.
Pasal 116 ayat (1) huruf a: Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada: badan usaha.
Atau
KEDUA: Pasal 99 ayat (1) jo pasal 116 ayat (1) huruf a UU No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 99 ayat (1): Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00.
Pasal 116 ayat (1) huruf a: Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada: badan usaha.
KESAKSIAN
NO | NAMA | PEKERJAAN | KETERANGAN |
1 | Adnan Muslim
12 Maret 2018
|
Asisten Divisi 5 dan 4 Kebun Sei Metas | Adnan tidak mengetahui luas keseluruhan kebun milik PT Triomas. “Saya tidak punya dokumen terkait luas kebun, luas perusahaan ini terdiri dari 10 divisi,” kata Adnan. Saat itu divisi 4 dan 5 sedang tahap penanaman dan pemeliharaan.
Link: http://senarai.or.id/karhutla/sidir-tidak-tahu-sop-penanggulangan-kebakaran-dari-kementerian/ |
2 | Sidir
12 Maret 2018
|
Karyawan PT Triomas | Untuk menara pematau api berada di divisi 7, “Menara terbuat dari kayu dengan ketingian 15 meter, sudah berdiri sejak 2013,” ujar Sidir. Sedangkan papan informasi pencegahan kebakaran tiap blok sudah terpasang.
Link: http://senarai.or.id/karhutla/sidir-tidak-tahu-sop-penanggulangan-kebakaran-dari-kementerian/ |
3 | Brigadir Deko Subrata
19 Maret 2018
|
Polsek Sungai Apit | Kebun itu sudah terbakar lebih kurang 1 hektar. Ia dekat dengan laut. Api juga menghanguskan lahan PT TFDI. Mereka berpencar ke titik api dan bantu memadamkannya. Deko Subrata dikasih tugas tambahan sambil cari pemiliki kebun sagu. Lebih kurang 7 hari mereka di lokasi.
Link: http://senarai.or.id/karhutla/saksi-pt-tfdi-tak-pernah-melaporkan-perkembangan-amdal/ Video: |
4 | Saiful Amar
19 Maret 2018
|
Kapala Bidang Pengawasan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Siak 2013-2016.
|
Dokumen AMDAL PT TFDI dibuat pada 2006. Setelah itu mereka tidak pernah melaporkan perkembangan kegiatan di lapangan. Seharusnya perusahaan wajib melaporkan tiap 3 bulan atau 6 bulan sekali.
Link: http://senarai.or.id/karhutla/saksi-pt-tfdi-tak-pernah-melaporkan-perkembangan-amdal/ video: |
5 | Hengki
2 April 2018
|
Karyawan PT Triomas | Perusahaan dan warga memadamkan api di lahan mereka masing-masing. Bulan Februari kebakaran terjadi di lahan masyarakat. 15 hari lebih warga memadamkan api namun asap masih muncul dari permukaan. Hengki tidak tau pasti apa saja yang dilakukan oleh perusahaan saat pemadaman di lahan mereka. “Saat kebakaran posisi saya memadamkan api di lahan warga.”
Link : http://senarai.or.id/karhutla/hengki-api-berasal-dari-lahan-milik-atui/ Video: |
6 | Sunardi
9 April 2018
|
pejabat pengawas lingkungan KLHK
|
Setelah dioverlay dengan peta Provinsi Riau, salah satu lokasi titik api berada di areal PT TFDI, banyak titik api di Siak waktu itu dan tidak hanya di PT TFDI. Data itu diserahkan pada pimpinannya dan diteruskan ke Jakarta.
Link : http://senarai.or.id/karhutla/saksi-hasil-audit-ukp4-pt-tfdi-tidak-patuh/ Video : |
7 | Muhammad Hidayatuddin
9 April 2018
|
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup
|
Terdapat dua kelompok kebakaran yakni dekat dengan lahan sagu masyarakat dan tengah lahan perusahaan. Bahwa kebakaran dekat dengan lahan masyarakat, pola rambat api berasal dari perusahaan.
Link : http://senarai.or.id/karhutla/saksi-hasil-audit-ukp4-pt-tfdi-tidak-patuh/ Video : |
8 | Turyawan Hadi
9 April 2018
|
Kabid Pengaduan Lingkungan Hidu, KLH
|
PT TFDI tidak memenuhi kewajibannya dalam mengantisipasi dan mencegah kebakaran, alias tidak patuh berdasarkan analisa UKP4.
Link : http://senarai.or.id/karhutla/saksi-hasil-audit-ukp4-pt-tfdi-tidak-patuh/ Video : |
9 | Haswar
9 April 2018
|
Direkur CV Karunia Cipta Mandiri
|
Pernah sedang bekerja, lahan PT TFDI terbakar di Blok C14 sampai D23 yang sedang diland clearing. Akhirnya CV Haswar dikasih surat peringatan oleh PT TFDI pada 5 Mei 2014.
Link : http://senarai.or.id/karhutla/saksi-hasil-audit-ukp4-pt-tfdi-tidak-patuh/ Video : |
10 | Egi (BAP)
16 April 2018
|
Estate Manager PT TFDI | Pada saat terbakar pada 2014 seluar 400 ha namun saksi tidak tahu siapa yang membakar lahan tersebut, karena saksi belum bekerja di PT Triomas.
Link : http://senarai.or.id/pantau/saksi-farns-api-berasal-dari-kebun-sagu-warga/ Video: |
11 | Frans
16 April 2018
|
Controler PT TFDI | Pada 2007 PT Triomas melakukan proses penanaman dan saksi tidak mengetahui siapa pemegang saham PT Triomas hingga sekarang.
Link : http://senarai.or.id/pantau/saksi-farns-api-berasal-dari-kebun-sagu-warga/ Video: |
12 | Aristya Anditama
23 April 2018
|
BMKG Pekanbaru | Bahwa cuaca didaerah Siak untuk Januari tahun 2014 bahwa cuaca nya sudah mulai menurun dan Februari curah hujan nya juga minim dan maret 2014
Link : http://senarai.or.id/karhutla/terjadinya-karhutla-disebabkan-ulah-manusia/ Video : |
13 | Azwar Maas
23 April 2018
|
Ahli yang melakukan pengambilan sample dilokasi kebakaran | Terjadinya kebakaran saya yakin bahwa itu adalah ulah manusia dan tidak mungkin karena gesekan daun dan tidak munfkin juga karena halilintar karena halilintar itu adanya dimusim hujan dan tidak mungkin ada nya halilintar dimusim kemarau
Link : http://senarai.or.id/karhutla/terjadinya-karhutla-disebabkan-ulah-manusia/ Video : |
14 | Tan Kamelo
30 April 2018 |
Tan Kamelo, Ahli Pidana Lingkungan USU
|
sesuai aturan pertanggung jawaban korporasi pada direksi atau struktur komisaris.
Link: http://senarai.or.id/karhutla/alvi-korporasi-dan-pengurus-dapat-dimintai-pertanggung-jawaban-pidana/ Video: |
15 | Alvi Syahrin
30 April 2018 |
Ahli Pidana Korporasi USU
|
selain pidana denda korporasi juga mendapat pidana tambahan. Alvi syahrin menambahkan, harus dilihat apakah direktur bertanggung jawab secara individua tau mewakili korporasi.
Link: http://senarai.or.id/karhutla/alvi-korporasi-dan-pengurus-dapat-dimintai-pertanggung-jawaban-pidana/ Video: |
16 | Ardesianto
21 Mei 2018 |
Kasi Pemetaan dan Inventarisasi Hutan Dinas Kehutanan Riau
|
Pada 2016, penyidik lingkungan hidup dan kehutanan memberikan 4 titik koordinat pada Ardesianto untuk diploting. Titik koordinat tersebut berada dalam areal pelepasan kawasan PT TFDI yang terbakar.
Link: video: |
17 | Agus Hartono
21 Mei 2018 |
Kementerian Pertanian
|
Hasil audit tim, PT TFDI tidak patuh karena tidak memiliki sarana dan prasarana pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. “Mereka punya SOP tapi tidak dijalankan dengan maksimal,”
Link: video: |
18 | Yudi Wahyudin
28 Mei 2018 |
ahli sumberdaya alam dan lingkungan
|
Bila gambut terbakar akan menghilangkan jasa ekosistem yang terdiri dari jasa pengaturan, jasa produksi, jasa habitat dan jasa budaya. Menghitung kerugiannyanya, Yudi merujuk pada Jurnal Costanza.
Link : Video : |
19 | Mahmud Arifin Raimadoya
2 Juli 2018
|
ahli penginderaan jarak jauh
|
Berdasarkan data hotspot yang direkam oleh satelit noaa, titik panas banyak muncul di lahan sagu masyarakat yang bersebelahan dengan blok Co milik PT TFDI. Lahan sagu berada disebelah timur blok tersebut.
Link : http://senarai.or.id/pantau/ahli-lahan-tidak-rusak-karena-masih-berfungsi/ Video : |
20 | Basuki Sumawinata
2 Juli 2018 |
ahli gambut dan budidaya sawit
|
Tidak ada kerusakan pada lahan gambut PT TFDI yang terbakar. Lahan dikatakan rusak apabila tidak dapat berfungsi. Pada waktu mengunjungi kebun, Basuki melihat tanaman seperti daun paku dan sawit kembali tumbuh.
Link : http://senarai.or.id/pantau/ahli-lahan-tidak-rusak-karena-masih-berfungsi/ Video : |
21 | Gunawan Djajakirana
2 Juli 2018
|
Memang lahan terbakar tapi dalam waktu lebih kurang satu tahun ia kembali pulih. Lingkungan punya kemampuan untuk pulih. Di Indonesia lahan gampang rusak tapi gampang pulih.
Link : http://senarai.or.id/pantau/ahli-lahan-tidak-rusak-karena-masih-berfungsi/ Video : |
|
22 | Supendi (Terdakwa)
9 Juli 2018 |
Direktur PT TFDI | “Waktu itu api belum sepenuhnya padam dan masih mengeluarkan asap. Api berawal dari lahan masyarakat,” Api baru benar-benar padam pada April 2018 sejak muncul pada Februari.
Link: http://senarai.or.id/karhutla/supendi-lahan-pt-triomas-terbakar-139-hektar/ Video: |
TABEL PENUNDAAN SIDANG
NO | KETERANGAN | LINK |
1 | Senin 4 Juni 2018
Saksi a Decharge batal diperiksa karena JPU keberatan Saksi disumpah |
http://senarai.or.id/karhutla/saksi-a-de-charge-batal-diperiksa-karena-mereka-karyawan-pt-tfdi/
|
2 | Senin 25 Juni 2018
Saksi tidak hadir |
http://senarai.or.id/pantau/pemeriksaan-ahli-dari-ph-ditunda/
|
Sekitar 400 ha lahan PT Triomas Forestry Development Indonesia (TFDI) terbakar sepanjang Februari hingga Maret 2014, di Sungai Metas, Kecamatan Sungai Apit, Siak.
Kata Sunardi, Pejabat Pengawas Lingkungan KLHK, pada rentang Februari sampai Maret 2014 memang terdapat titik api di Kabupaten Siak berdasarkan pantauan satelit noaa. Hasil overlay dengan peta Provinsi Riau menemukan titik api berada di areal PT TFDI.
Sunardi meneruskan hasil pantauannya ke Jakarta. “Saya serahkan pada pimpinan.”
Pada 2016, penyidik lingkungan hidup memberikan 4 titik koordinat pada Ardesianto, pada waktu itu sebagai Kasi Pemetaan dan Inventarisasi Hutan Dishut Riau. Ardesianto diminta memploting titik koordinat yang ternyata berada dalam areal pelepasan kawasan PT TFDI yang terbakar.
“Sebenarnya itu belum semua titik koordinat yang terbakar. Saya hanya diberi 4 titik,” jelas Ardesianto yang sekarang sebagai Kasi Perencanaan dan Tata Hutan.
Lahan PT TFDI yang terbakar di divisi 1, 4 dan 5 dari total 6 divisi. Tiap divisi, kebakaran terjadi dibeberapa blok yang terpisah. Diantaranya, blok C0, C2, C6, C7A, C7B dan B8 untuk divisi 1. Divisi 4 kebakaran terjadi di blok C14 sampai blok C17 dan blok D15 sampai blok D21. Sedangkan divisi 5, kebakaran terjadi di blok E17 sampai blok E18 serta blok F16 sampai blok F17.
Berdasarkan peta rencana tanam tahun 2014 PT TFDI, sebagian besar lahan terbakar dalam proses pembersihan (land clearing) atau untuk pengembangan lahan perkebunan kelapa sawit.Selain itu, menurut keterangan Muhammad Hidayatuddin Penyidik PNSLH, beberapa blok yang terbakar sudah ditanami sawit usia 3 tahun tapi dalam keadaan tidak sehat. Bahkan, ada pembuatan jalan pada blok bekas terbakar seperti blok D15.
Pembuatan jalan pada lahan bekas terbakar diakui Haswar selaku Direktur CV Kurnia Cipta Mandiri. Perusahaannya terikat kontrak sejak 2011 dengan PT TFDI untuk mengangkut kayu hasil tebangan, membersih lahan, membuat kanal termasuk bikin jalan yang mengarah ke laut. Kini kontraknya sudah berakhir sejak 2 tahun lalu.
Menurut keterangan Prof Sumardi ahli kebakaran Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada yang dibaca oleh JPU dipersidangan, berdasarkan teori perkembangan kebakaran, api berasal dari dalam lahan perusahaan bukan dari lahan masyarakat. Sebab, kebakaran terjadi dua kali dan di blok yang berbeda.
“Kebakaran terjadi justru karena ada aktivitas pembukaan lahan oleh perusahaan. Kebakaran dilakukan dengan sengaja dan dibiarkan untuk mempercepat pembersihan lahan. Tidak ada sekat bakar, menara pemantau api dan papan peringatan,” kata JPU saat membaca BAP Sumardi.
Kalau menurut keterangan beberapa karyawan PT TFDI, seperti Adnan Muslim asisten divisi 4 dan 5, api berasal dari lahan sagu masyarakat yang bersebelahan dengan blok C0.
Hengki, mengatakan sumber api dari lahan masyarakat atas nama Atui.
Egi estate manager dan Frans machine controller PT TFDI juga mengatakan hal yang sama.
Bahkan, Brigadir Deko Subrata personil Polsek Sungai Apit turut mengatakan api dari lahan masyarakat.
Hanya saja, mereka tidak melihat langsung dari mana sumber api. Adnan Muslim dapat informasi dari mandornya setelah pulang istirahat. Dia bersama anggotanya kembali ke lokasi membawa alat pemadam kebakaran yang pada waktu itu api sudah di blok C14.
Hengki, juga dapat informasi dari Yudi Kepala Dusun 3. Hengki seorang ketua RT dan pada saat kebakaran belum jadi karyawan PT TFDI. Hengki bersama 30 warga mendatangi lahan yang terbakar hingga 15 hari lamanya sampai api padam.
Namun, pada waktu bersamaan, karyawan perusahaan juga tengah memadamkan api di lahannya. Alhasil, menurut keterangan Hengki, karyawan perusahaan dan warga memadamkan api di lahan masing-masing.
Egi juga tidak melihat langsung sumber api dan bagaimana api membakar lahan PT TFDI. Saat kebakaran ia belum bekerja di perusahaan. Ia tahu pernah ada kebakaran di lahan PT TFDI justru dari cerita karyawan lain.
Termasuk Frans. Ia hanya dapat cerita dari karyawan bahkan sama sekali tidak turun ke lokasi. Tanggungjawabnya hanya menyetujui rencana kerja dan kebutuhan operasional perusahaan.
Deko Subrata juga begitu. Ia ke lokasi pada waktu pagi, 6 Februari 2014 bersama personil polisi lainnya termasuk Kapolsek setelah mereka apel bersama di kantor. Api muncul sejak 5 Februari malam. Mereka menggunakan sampan menyusuri kanal dan langsung diarahkan oleh karyawan PT
TFDI ke lahan masyarakat yang terbakar. Dari situ mereka berpencar turut membantu padamkan api. Deko juga diminta cari masyarakat pemilik lahan.
PT TFDI tidak memiliki sarana dan pra sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang memadai. Dia juga tak menjalankan standar operasional prosedur terkait. Tidak memiliki tim khusus pencegah dan penanggulangan kebakaran.
Kata Sidir, karyawan PT TFDI, tim pemadam kebakaran perusahaan juga karyawan kebun gabungan dari tiap divisi. Mereka 28 orang dan pernah mengikuti pelatihan satu kali di Pekanbaru. Di kebun Sungai Metas tak ada menara pemantau api dan papan informasi larangan membakar lahan.
Berdasarkan hasil audit kepatuhan dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan pada 4 Juli 2014, yang dilakukan tim kementerian kehutanan, kementerian pertanian, kementerian lingkungan hidup, unit kerja presiden bidang pengawasan dan pengendalian pembangunan atau UKP4, badan pengelola penurunan emisi gas rumah kaca dari deforestasi, degradasi hutan dan lahan gambut atau BP REDD+ dan Pemda Riau, PT TFDI diberi nilai 27,1 yang artinya tidak patuh dalam mencegah dan menanggulangi kebakaran.
“PT TFDI tidak memenuhi kewajibannya dalam mengantisipasi dan mencegah kebakaran. Tidak memenuhi standar minimal peralatan pencegah dan pemadam kebakaran. Hanya melaksanakan 1 kali pelatihan pemadam kebakaran dari 16 kali yang diwajibkan. Tidak menjaga ketersediaan air dalam kanal, kurang terawat, berlumut dan ketinggian air tidak memenuhi standar. Menara pemantau api tidak ada di Kebun Sungai Metas,” kata Turyawan Hadi, Kabid Pengaduan Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup.
Hadi terlibat dalam tim kecil yang dibentuk UKP4 dan turut mengecek kepatuhan dan kewajiban perusahaan berdasarkan dokumen izin lingkungan.
“Hasil pengecekan kami, sarana dan prasarana tidak dipenuhi semua,” jelas Agus Hartono, Kasi Dampak Perubahan Iklim yang juga pernah tergabung dalam tim UKP4.
Selain beri penilaian pada PT TFDI, tim UKP4 waktu itu juga menyatakan Pemda Siak tidak patuh karena lalai mengevaluasi dan mengawasi perusahaan yang ada di wilayahnya.
Menurut keterangan Saiful Amar, Kepala Bidang Pengawasan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Siak sejak 2013 sampai 2016, PT TFDI tak pernah melaporkan perkembangan kegiatan di lapangan sejak memiliki AMDAL pada 2006.
“Seharusnya mereka beri laporan tiap 3 atau 6 bulan sekali. Sebab, dalam dokumen AMDAL perusahaan telah menyatakan akan mematuhi segala ketentuan yang tertulis dalam dokumen. Setelah lahan terbakar baru melapor,” kata Saiful Amar.
Sayangnya, BLH Siak juga tak pernah mengawasi aktifitas perusahaan di wilayah kerjanya. Saiful Amar bahkan mengenal PT TFDI setelah diperiksa penyidik di Jakarta. “Sejak itu saya baru buka dokumen perusahaan.”
Bahwa, menurut keterangan Prof Azwar Maas sebagai ahli tanah, kebakaran di lahan PT TFDI telah merusak lahan gambut yang tampak pada perbedaan nilai ph tanah di permukaan dengan lapisan bawah. Azwar Maas mengambil sampel di bekas lahan terbakar pada November 2014.
“Gambut yang terbakar sulit dikembalikan. Melenyapkan segala jenis makhluk hidup yang terkandung dalam lahan gambut. Melenyapkan flora dan fauna yang hidup di lahan gambut. Gambut menyimpan cadangan air dan akan mengalami penurunan bila terbakar,” kata Azwar Maas.
Kata Yudi Wahyudin, Ketua Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut IPB, sebagai ahli sumberdaya alam dan lingkungan, gambut yang terbakar akan menghilangkan jasa ekosistem seperti jasa pengaturan, jasa produksi, jasa habitat dan jasa budaya.
Menghitung kerugian jasa ekosistem, Yudi merujuk pada Jurnal Costanza.
Satu hektar lahan gambut terbakar, ruginya Rp 75 juta pertahun. Rumusnya, kerugian pertahun dikali 10 tahun masa pemulihan dikali luas lahan yang terbakar.
“10 tahun itu standar minimal pemulihan. Itu pun belum tentu pulih seperti semula,” kata Yudi Wahyudin.
Bila merujuk pada lahan PT TFDI yang terbakar, hitungannya, 75.000.000x10x357 ha. Jumlahnya, Rp. 267.750.000.000.
Ada pula biaya restorasi. Menghitungnya tinggal dikali 4 dari total biaya jasa ekosistem tadi. Hasilnya, Rp. 1.071.000.000.000.
Kata Yudi, restorasi harus dilakukan berulang-ulang. “4 kali itu masih dasar minimal dan juga belum tentu pulih seperti sediakala.”
Tan Kamello ahli pidana lingkungan Universitas Sumatera Utara, mengatakan, badan usaha yang terbukti melakukan tindak pidana dapat dikenakan pidana tambahan seperti, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, menutup seluruh atau sebagian tempat usaha dan melakukan perbaikan akibat tindak pidana.
“Perusahaan tak punya niat baik dalam mencegah kebakaran,” sebut Tan Kamello.
Alvi Syahrin ahli pidana korporasi yang juga dari Universitas Sumatera Utara, menyebutkan, korporasi dan pengurus korporasi dapat dijatuhi hukuman pidana.
“Perusahaan dapat diminta pertanggungjawaban bila tidak memenuhi sarana dan prasarana meski ia memiliki izin lingkungan. Sebab, perusahaan dapat membayangkan dampak yang terjadi bila hal tersebut tak dipenuhi,” jelas Alvi Syahrin.
Penasihat hukum sebenarnya juga menghadirkan saksi meringankan. Hanya saja, majelis hakim menolak untuk memeriksa dan mendengar keterangan mereka karena keduanya karyawan PT TFDI. Sempat ada tawaran, mereka tetap diperiksa hanya saja tidak diambil sumpahnya. Tawaran tersebut datang dari JPU. PH menolak. Majelis hakim sampai minta waktu dan menskors sidang untuk
musyawarah. Namun pada akhirnya, majelis hakim sependapat dengan JPU. Penasihat hukum pun membatalkan pemeriksaan saksinya.
Meski begitu, penasihat hukum masih punya kesempatan menghadirkan ahli. Mereka mendatangkan 3 akademisI dari IPB. Masing-masing, Mahmud Arifin Raimadoya ahli penginderaan jarak jauh, Basuki Sumawinata ahli gambut dan budidaya sawit dan Gunawan Djajakirana ahli kerusakan lahan. Berikut keterangan mereka pada sidang 2 Juli 2018.
Berdasarkan data hotspot yang direkam oleh satelit noaa, titik panas banyak muncul di lahan sagu masyarakat yang bersebelahan dengan blok Co milik PT TFDI. Lahan sagu berada disebelah timur blok tersebut.
Kebakaran lebih banyak menghanguskan lahan sagu masyakarat dibandingkan lahan perusahaan. Kata Raimadoya, api muncul dari lahan sagu masyarakat.
Dari situ api kemudian menjalar ke beberapa blok lahan PT TFDI di divisi 4 dan 5. “Tapi, api tidak menghanguskan keseluruhan blok. Hanya sedikit-sedikit,” kata Raimadoya.
Raimadoya mengolah data hotspot hasil rekaman satelit noaa pada 13 Februari 2014 atau satu hari setelah api dapat dipadamkan. Ia mengatakan, meski kebakaran terjadi pada 6 Februari tapi satelit baru dapat merekam pada 12 Februari. Bahkan, dalam dakwaan JPU, kebakaran justru terjadi pada 4 Februari.
“Tapi tak ada data hotspotnya itu,” sebut Raimadoya.
Rekaman hotpsot yang ditampilkan Raimadoya di muka persidangan menunjukkan, pada 12 Februari dan 27 Februari 2014, titik panas lebih banyak muncul di luar lahan perusahaan. Hanya ada beberapa titik di dalam blok kebun perusahaan. Tapi, katanya, tidak menimbulkan kebakaran.
Raimadoya mengunjungi kebun PT TFDI pada 25 sampai 27 September 2015. Ia tak dapat lagi mengidentifikasi data hotspot. Tapi, ia mengatakan, kebakaran hanya terjadi dipermukaan lahan tidak sampai ke dalam karena intensitasnya sedang.
Basuki Sumawinata, datang ke kebun PT TFDI pada 25 sampai 26 November 2015 untuk mengambil beberapa sampel dan mengamati bekas kebakaran dibeberapa blok. Kedatangannya lebih kurang satu setengah tahun paska kebakaran.
Sampel yang ia ambil diuji pada laboratorium Fakultas Kehutanan IPB yang diakui oleh pemerintah. Katanya, ada beberapa laboratorium yang di SK oleh Kementerian Pertanian. Hasilnya, tak ada perbedaan sifat biologi, kimia maupun fisik tanah baik sebelum maupun sesudah kebakaran.
“Kalaupun ada perbedaan nilai ‘0’ koma itu dianggap tak berbeda,” kata Basuki.
Adanya peningkatan jumlah ph tanah yang mencapai 5, dianggap Basuki menyenangkan tanaman. Karena, lanjutnya, tanah gambut kalau tidak terbakar ph nya rendah atau di bawah 4.
Basuki menjelaskan, tak ada kerusakan pada lahan gambut PT TFDI yang terbakar. Lahan dikatakan rusak apabila tidak dapat berfungsi. Pada waktu mengunjungi kebun, Basuki melihat tanaman seperti daun paku dan sawit kembali tumbuh. “Itu tandanya lahan masih berfungsi dan tidak rusak.”
“Mikrobanya juga masih hidup seperti cacing saat penggalian tanah,” tambah Basuki.
Selain Basuki, Gunawan Djajakirana juga mengatakan lahan TFDI yang terbakar tidak rusak.
Gunawan datang ke kebun bersama Basuki. Ia mengaku tak dapat lagi mengidentifikasi bekas terbakar karena sudah satu tahun lebih paska kejadian.
“Bekas kebakaran sudah tertutup tumbuhan paku-pakuan dan tanaman lain. Bahkan rumputnya sudah melebihi tinggi saya,” kata Gunawan.
Itu, kata Gunawan, menunjukkan lahan tidak rusak. Memang lahan terbakar tapi dalam waktu lebih kurang satu tahun ia kembali pulih. Lingkungan punya kemampuan untuk pulih. Di Indonesia lahan gampang rusak tapi gampang pulih.
Tidak selalu kebakaran merusak lahan. Kerusakan ada yang relatif dan mutlak. Kebakaran di kebun PT FTDI adalah relatif karena lahan kembali berfungsi.
“Itu karena intensitas kebakarannya sedang,” kata Gunawan.
Tidak ada kerusakan ekosistem karena lahan kembali pada fungsinya. Lingkungan tidak dapat dibakumutukan. Air dan udara bisa dibaku mutukan karena ada standar. Sementara tanah tidak ada standar bakumutu karena tanah tercipta dari benda yang bermacam-macam atau asal usul jenis tanah itu berbeda.
Pada intinya, Gunawan mengatakan, benar terjadi kebakaran di lahan PT TFDI tapi tidak merusak meski mengakibatkan perubahan di sekitar kebakaran. Kebarakan hanya dipermukaan atau diserasah.
Penasihat Hukum terdakwa sebenarnya hendak hadirkan ahli pidana. Hanya saja yang bersangkutan berhalangan karena sedang melaksanakan ibadah umrah. Supendi, direktur PT TFDI yang mewakili terdakwa turut diminta keterangan.
Supendi sebagai direktur sejak pertama kali PT TFDI berdiri. Awalnya perusahaan ini bergerak dibidang penguasaan hutan atau HPH. Setelah izinnya tak diperpanjang, mereka mengajukan areal tersebut untuk budidaya kelapa sawit.
Pada saat lahan PT TFDI terbakar, Supendi sedang berada di Jakarta. Ia diberitahu oleh bawahannya dan baru ke lokasi satu minggu kemudian. Ia melihat bekas kebakaran di blok C17 dan C18. Begitu juga di blok C0 dan C1 yang berbatasan dengan lahan masyarakat.
“Waktu itu api belum sepenuhnya padam dan masih mengeluarkan asap. Api berawal dari lahan masyarakat,” ujar Supendi. Kata Supendi, api baru benar-benar padam pada April 2018 sejak muncul pada Februari.
Perusahaan mengerahkan seluruh tim pemadam kebakaran sebanyak tiga regu. Masing-masing regu sekitar 20 orang. Mereka menggunakan 10 buah pompa air, 25 unit pompa dinding, chainsaw, tangki air, truk, mobil pengangkut peralatan dan radio komunikasi.
Semua peralatan sudah dirasa cukup memadai untuk padamkan api. Supendi mengakui, bahwa perusahaan hanya memiliki satu menara api terbuat dari kayu. Posisinya diantara kebun Sungai Metas dan Kimas.
“Kami merasa patroli langsung lebih efektif daripada buat menara api terlalu banyak,” kata Supendi.
Kebun PT TFDI ada di Sungai Metas dan Kimas. Jarak keduanya sekitar 1 kilometer. Peralatan pemadam kebakaran untuk kedua lokasi tidak dibedakan. Peralatan bergerak diletakkan di camp, yang tidak bergerak diletakkan didivisi masing-masing.
Areal perusahaan yang telah ditanami sawit sekitar 4 ribu ha. Supendi mengatakan, kebakaran telah merugikan perusahaanya sekitar 900 juta sampai 1 miliar. Mereka harus mengeluarkan biaya penanggulangan hampir 200 juta tiap bulannya. Lahan yang terbakar sekitar 139 hektar karena, tidak semua blok hangus terbakar.
Mereka melaporkan kejadian kebakaran pada Camat setempat, Kapolsek, Kepala Desa dan Kepala Dinas Perkebunan secara tertulis pada 17 Februari 2018.
TEMUAN DAN ANALISIS
Fakta persidangan menunjukkan telah terjadi kebakaran di areal PT TFDI sejak Februari hingga Maret 2014. Areal terbakar seluas 400 ha di Divisi 1, 4 dan 5 berupa lahan gambut.
Menurut Muhammad Hidayatuddin, areal terbakar di blok E17, F16 dan F17 bekas tegakan kayu dan tanaman sawit tak produktif berusia 3 tahun. Selain itu areal terbakar di blok C6, C7, C7A, C7B, C14 – C17 ditemukan bekas tumpukan tegakan kayu yang sedang diland clearing. Menurutnya, blok C14 sampai Blok C22 dan Blok D15 sampai Blok D22 masuk dalam rencana tanam 2014.
Menurut Haswar, blok C14 – D23 memang sedang diland clearing dan pernah terbakar saat mereka sedang bekerja. Untuk blok C22, CV Kurnia Cipta Mandiri—perusahaan Haswar—juga mengerjakan pembangunan jalan yang mengarah ke laut untuk mengangkut kayu hasil tebangan.
Menurut saksi fakta, api berasal dari lahan sagu masyarakat yang bersebelahan dengan divisi 1 dimulai dari blok C0 – C7 . Antara lahan sagu masyarakat dengan divisi 1 hanya dipisahkan oleh kanal. Namun menurut ahli Sumardi, kebakaran berasal dari blok C14 Divisi 4 dan merambat ke areal sekitarnya. Sumardi mengecek langsung di lapangan pada 15 April 2014.
Ahli Azwar Maas juga turun ke lapangan pada November 2014 dan menemukan kebakaran terjadi akibat adanya proses pengeringan lahan akibat land clearing. Ahli Basuki Sumawinata dan Gunawan Djajakirana juga menyatakan benar terjadi kebakaran di areal PT TFDI setelah mengecek ke lapangan pada 25 – 27 November 2015.
Saat kebakaran terjadi pada 4 Februari 2014, menurut Hengki, karyawan perusahaan baru memadamkan api keesokan harinya. Hengki bersama 30 warga pada hari itu juga langsung memadamkan api di areal lahan sagu masyarakat yang bersebelahan dengan lahan perusahaan. Menurut Hengki api baru bisa dipadamkan oleh masyarakat lebih dari 15 hari.
Menurut Sidir, tim pemadam kebakaran PT TFDI berjumlah 28 orang. Kata Adnan Muslim, mereka mulai padamkan api dari 21 sampai 26 Februari 2014.
Untuk memadamkan api, Supendi mengatakan sarana prasarana milik PT TFDI sudah cukup, namun menurut Agus Hartono dan Turyawan Hadi tidak lengkap dan tidak sesuai ketentuan. Agus dan Turyawan menemukan PT TFDI tidak memiliki menara pemantau api, papan peringatan dilarang membakar serta standar operasional pencegahan dan penanggulangan kebakaran sesuai aturan yang ada. Supendi mengakui menara pemantau api PT TFDI hanya ada 1 dan dibuat dari kayu terletak antara kebun Sungai Metas dan Kimas.
Saiful Amar mengatakan PT TFDI juga tidak pernah melaporkan perkembangan kegiatan di lapangan ke BLH Kabupaten Siak sejak memiliki AMDAL pada 2006. Supendi mengakui dan baru melapor paska kebakaran.
Akibat kebakaran, Hengki mengatakan banyak warga menderita ISPA. Dampak lainnya, menurut Azwar Maas setelah meneliti sampel yang diambil di lokasi kebakaran di Laboratorium UGM, lahan gambut rusak, flora dan fauna musnah dan kualitas gambut untuk menyimpan cadangan air menurun drastis. Yudi Wahyudin mengatakan, kerugian ekologis karena hilangnya jasa ekosistem berupa jasa pengaturan, produksi, habitat dan budaya mencapai Rp 1,3 triliun.
Dari fakta di atas, terlihat jelas perusahaan sengaja tidak melengkapi sarana prasarana pencegahan dan penanggulangan karhutla karena memiliki motif untuk melakukan pembersihan lahan dengan cara bakar. Sebelum kebakaran terjadi, di areal terbakar sudah di land clearing oleh CV Kurnia Cipta Mandiri yang memang dikontrak untuk melakukan landclearing, sehingga menyebabkan lahan kering dan menjadi sensitif untuk terbakar. Bahkan karyawan CV Kurnia Cipta Mandiri melihat areal yang dikerjakan terbakar pada 4 Februari 2014, namun PT TFDI tidak segera memadamkan. PT TFDI hanya memberikan surat teguran pada 5 Mei 2014 agar kegiatan land clearing tidak menyebabkan kebakaran. Haswar membantahnya.
Perusahaan sama sekali tidak berusaha untuk memaksimalkan pengawasan dan patroli terhadap lahan yang di landclearing dengan tidak membuat menara api, mencukupi sarana dan prasarana serta tidak rutin melakukan patroli. Temuan tim UKP4, karyawan kebun PT TFDI merangkap tim pemadam kebakaran, sarana prasana tidak memadai serta sistem penanggulangan dan pencegahan karhutla juga dinilai tidak memadai.
Temuan terkait kinerja majelis hakim dan jaksa penuntut umum
- Majelis hakim cukup memahami substansi perkara dan kerap mengeluarkan pertanyaan untuk mengejar fakta sebagaimana peran saksi dan keilmuan para ahli.
- Majelis hakim dan JPU tidak menggali fakta dari saksi Haswar tentang sumber api saat kebakaran terjadi pada 4 Februari 2014.
- Beda hal dengan jaksa penuntut umum. Mereka tampak kebingungan menggali infromasi dan fakta di persidangan, terutama pada saat pemeriksaan ahli. Padahal keterangan ahli sangat dibutuhkan dalam perkara lingkungan hidup untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Alhasil, jaksa penuntut umum terkadang mengulang pertanyaan yang ada di BAP dan tidak menemukan fakta baru selama di persidangan.
- Jaksa Penuntut Umum tidak memanggil pekerja CV Kurnia Cipta Mandiri yang menyaksikan kebakaran di areal PT TFDI saat melakukan land clearing pada 4 Februari 2014.
- Jaksa Penuntut Umum tidak bertanya kepada terdakwa mengapa tidak langsung memadamkan api pada 4 Februari 2014
- Jaksa Penuntut Umum beberapa kali telat datang ke persidangan sehingga mendapat teguran dari majelis hakim.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
PT TFDI terbukti melanggar pasal 98 ayat 1 jo pasal 116 ayat 1 huruf a UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. PT TFDI dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambient atau kriteria kerusakan lingkungan hidup.
Senarai merekomendasikan:
- Jaksa Penuntut Umum menuntut PT TFDI dengan pidana denda Rp 10 miliar dan pidana tambahan melakukan perbaikan ekologis senilai Rp 1,3 triliun dan penutupan seluruh usaha dan/atau kegiatan PT TFDI.
- Kejaksaan Tinggi Riau dan Komisi Kejaksaan mengevaluasi kinerja JPU yang menangani perkara PT TFDI.