Pidana Karhutla PT Langgam Into Hibrindo

Saksi: Ada Tumpukan Kayu Bekas Stacking Di Lahan PT LIH, Menara dan Tim Pemantau Api Baru Ada Dua Bulan Sebelum Kebakaran

Terdakwa Frans Katihokang

 

–Sidang Pidana Kebakaran Hutan dan Lahan PT Langgam Inti Hibrindo terdakwa Frans Katihokang

Terdakwa Frans Katihokang

PN Pelalawan, 16 Februari 2016—Sidang kebakaran hutan dan lahan PT Langgam Inti Hibrindo (LIH) kembali digelar. Majelis hakim diketuai I Dewa Gede Budhi Dharma Asmara membuka sidang sekitar pukul 10.50, terlambat hampir sejam dari jadwal yang disepakati minggu sebelumnya.

Penuntut Umum

Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi Riau menghadirkan empat saksi minggu ini. Salah satunya adalah saksi minggu lalu yang ditunda pemeriksaannya.

penasehat Hukum

Nasrul, buruh pengumpul kayu di PT LIH

Saksi Nasrul

Saat terjadi kebakaran di areal PT LIH, 27 Juli 2015, Nasrul sedang mengambil kayu cerucuk bersama dengan Ali bin Jantan Godang dan teman-teman lainnya. Ia mengaku melihat asap di sebelah timur areal PT LIH sejak pukul 11 siang. “Saat melihat asap, kami tetap bekerja karena lokasinya jauh dari tempat kami mengambil kayu cerucuk,” kata Nasrul.

Barang Bukti

Namun pukul 17.00 saat ia dan teman-temannya pulang mengambil kayu, ia melihat api makin membesar membakar lahan PT LIH. Sesampai di rumah, ia pun memberitahukan kepada Alyas Untung, Ketua Badan Permusyawaratan Daerah (BPD). Karena sudah malam, mereka memutuskan untuk ke lokasi kebakaran esok harinya.

Tanggal 28 Juli Nasrul, Ali, dan teman-teman melihat api sudah membakar lahan PT LIH. Mereka bantu karyawan perusahaan untuk memadamkan api. “Kami menarik selang, bawa mesin.” Sekitar 30 orang ada di lokasi memadamkan api dengan membawa mesin pemadam api lebih dari 10 buah. “Yang dipadamkan di sekitar lokasi LIH saja. Saya yakin sumber api berasal dari lahan PT LIH, di sebelah timur.”

Rori Sriaji, karyawan PT LIH

Saksi Roro Sriaji

Rori bekerja sebagai mandor perawatan di PT LIH sejak tahun 2014, tepatnya di wilayah afdeling lima (blok 5) Gondai. Saat kebakaran terjadi pada 27 Juli 2015, Rori bersama Supriadi dan Aris Rahmawan, sesama mandor, sedang berada di atas menara pemantau api. “Kami melihat asap dari teropong. Saya bertugas memantau api di atas menara dari jam tiga sore sampai malam. Sekitar jam empat sore saya melihat asap di arah timur,” katanya.

Mengenai jadwal piket menara pemantau api, Rori Sriaji mengatakan ada jadwal piketnya. Ini berbeda dengan pernyataan Aris Rahmawan minggu lalu. Shiftnya, kata Rori, jam 8 pagi sampai tiga sore, terus berganti orang lagi dari jam 3 sore sampai malam. Ada laporan tertulisnya. Harus dipantau 24 jam. 

Majelis Hakim PN Pelalawan

Begitu melihat ada asap, Rori, Supriadi, dan Aris langsung turun dari menara. Supriadi menelepon Willy, atasannya, dan diperintahkan mereka bertiga untuk ke lokasi kebakaran melihat situasi. Sedangkan Kuncoro dan Agus Santosa Ginting disuruh mengambil mesin pemadam api tiga buah dan menyusul ke lokasi.

“Berarti Pak Willy sudah mengetahui kalau di lokasi itu ada kebakaran makanya bisa memerintahkan kalian datang ke lokasi dengan ember dan dua orang lagi disuruh ambil mesin?” tanya jaksa.

“Iya Pak,” jawab Rori.

Rori, Supriadi dan Aris tiba di lokasi kebakaran sekitar 1,5 jam kemudian. “Kami berjalan kaki karena lokasi kebakaran belum bisa ditempuh menggunakan kendaraan. Belum ada akses jalan menuju sana,” kata Rori. Saat itu, Rori mengaku melihat api membakar areal luar perusahaan, berupa semak belukar, dan api sudah melahap lahan seluas 1,5 hektar. “Saya tahu itu daerah luar karena PT LIH dibatasi tanggul, terbuat dari tanah. Di antara tanggul ada kanal. Di dalam PT LIH kanal seluas 8 meter, di luar tanggul kanal seluas 1 meter.”

“Kami bertiga memadamkan api secara estafet menggunakan satu ember. Secara bergantian mengambil air dari kanal 8 meter, mengopernya, lalu memanjat tanggul, melewati kanal 1 meter, dan menyiram air tersebut ke titik api. Begitu terus secara bergantian. Tapi kami tidak bisa memadamkannya, api semakin besar hingga membakar lahan PT LIH.”

Saat Kuncoro dan Agus datang membawa mesin, api sudah masuk ke dalam areal PT LIH. Blok 5 sudah terbakar. Mereka datang satu setengah jam kemudian. Mesin pemadam tiga buah pun tak sanggup memadamkan api sehingga api terus menjalar dan membakar blok-blok lainnya. Ada yang masih semak belukar, ada yang sudah ditanami sawit. Sekitar hampir magrib, tim pemadam kebakaran dari kantor pusat LIH di Desa Kemang, datang dengan membawa lebih dari 10 mesin api dengan pasukan sekitar 50 orang. Mereka secara bergantian memadamkan api. Tanggal 31 Juli 2015 api di areal PT LIH baru berhasil dipadamkan.

Jaksa Penuntut Umum kembali bertanya mengenai jadwal dan shift pemantauan api dan laporannya. 

“Apakah ada buku laporannya?” tanya hakim ketua.

“Ada, tertulis, setiap pergantian shift kami mencatat hasil laporan. Pada 27 Juli saat pergantian shift jam tiga sore, tertulis kondisi aman,” kata Rori.

“Apakah Saudara tahu tim kesiapsiagaan tanggap darurat (TKTD)? Ada berapa orang?” timpal Jaksa Syafril.

“Tahu, ada satu orang, Muhammad Kuncoro.”

“Apakah tugas Saudara sebagai mandor bisa menjadi tim TKTD juga? Apakah ada dalam SOP sebagai mandor, Saudara harus ikut membantu tim TKTD?”

“Tidak ada, kami hanya membantu saja.”

“Apakah Saudara pernah mendapat pelatihan pemadaman api? Apakah ada Saudara dilengkapi dengan baju pemadam api, penutup muka, punya SOP tentang tanggap darurat kebakaran?”

“Tidak ada.”

“Apakah Saudara ada diberikan sosialisasi tentang tindakan yang harus dilakukan bila terjadi kebakaran?”

“Tidak ada.”

Supriadi, karyawan PT LIH

Sama seperti Rori Sriaji, Supriadi juga bekerja sebagai mandor perawatan di PT LIH. Ia bekerja sejak tahun 2013. “Saat saya mulai bekerja, lahan PT LIH belum ditanami. Tahun 2014 sudah ditanam 200 hektar, dari total 1000 hektar luas lahan PT LIH di Gondai. Yang belum ditanami sudah dibuat blok kanal. Sudah distacking dan kayu alamnya dijual. Kayu yang tidak komersil ditumpuk dan disusun sejajar di sekitar areal lokasi PT LIH.”

Saksi Supriadi

“Apa tujuan penumpukan kayu itu?” tanya majelis hakim.

“Saya tidak tahu. Tapi itu ada dalam SOP kami,” jawabnya.

“Apakah itu merupakan bagian dari perawatan sawit?”

“Iya.”

Supriadi menjelaskan petugas TKTD di PT LIH yang meliputi Desa Gondai, Desa Penarikan, dan Desa Kemang, ada beberapa orang, diketuai oleh Saut Situmeang. Frans Katihokang sebagai administratur atau manajer operasional untuk kebun di Desa Gondai. Petugas TKTD untuk wilayah Gondai ada satu orang, Muhammad Kuncoro, buruh harian lepas, baru bertugas sebagai anggota TKTD Juni 2015. “Dia belum pernah mendapat pelatihan sebagai anggota TKTD,” kata Supriadi.

Kelengkapan sarana dan prasarana di Desa Gondai, kata Supriadi, terdiri dari barak penampungan alat ada satu bangunan, terdiri dari lima pintu, sudah difungsikan, dibangun sekitar bulan Februari 2015. Menara pemantau api ada satu buah, dibangun sekitar Mei 2015, dua bulan sebelum kebakaran. Alat pemadam kebakaran ada lima unit, jenis robin, dilengkapi selang besar 19 buah. Ada lima orang dipercaya merawat kebun Gondai, sebagai mandor dan TKTD, tidak ada shift, masuk pagi dan pulang sore. Tugasnya merawat kebun Gondai. 

Supriadi bersama Rori dan Aris adalah orang pertama yang datang ke lokasi kebakaran. Menurut Surpriadi, api pertama berasal dari luar tanggul (batas PT LIH). Mereka padamkan secara estafet menggunakan ember. Tapi tak berhasil. Sedang berusaha padamkan api di luar tanggul, tiba-tiba saja api sudah membakar blok 5 areal PT LIH. 

“Saya tidak melihat apinya melompati tanggul. Tiba-tiba saja blok 5 sudah terbakar. Tapi pasti apinya lompat karena angin kencang saat itu. Kami sudah berusaha tapi tidak bisa memadamkan api di lokasi karena titik panasnya banyak sekali,” kata Supriadi. 

Lahan yang terbakar terdiri dari areal yang sudah ditanami sawit maupun belum ditanami. Kini, kata Supriadi, setelah kebakaran, areal yang sudah ditanami sawit tumbuh tunas kembali dan sawit tumbuh lagi. Sedangkan areal terbakar yang belum ditanami sawit dibiarkan begitu saja, sebagian digenangi air. Lahannya merata hitam namun pinggirnya ada yang menghitam dan ada yang memutih. Menurutnya, itu adalah kayu-kayu yang ditumpuk di pinggir lahan saat stacking. 

Muhammad Kuncoro, buruh harian lepas PT LIH

Saksi Kuncoro

Kuncoro baru bekerja sebagai anggota tim kesiapsiagaan tanggap darurat (TKTD) sejak Juni 2015. Saat kebakaran PT LIH terjadi pada Juli 2015, Kuncoro berstatus buruh harian lepas di perusahaan tersebut. “Saya belum pernah mendapat pelatihan, hanya diberikan arahan, kalau ada api dipadamkan dan laporkan pada Pak Saut Situmeang, atasan saya. Tidak diajarkan bagaimana cara memadamkannya.” 

Suasana Ruang Sidang

Kuncoro mengatakan terdakwa, Frans Katihokang selaku manajer operasional, pada tanggal 27 Juli 2015 pukul 09.00 pagi, datang mengecek lokasi. Alat-alat dicek, menara pemantau api dicek. “Tapi tidak disebutkan ada peralatan yang kurang. Ia hanya mengontrol biasa, lalu pulang. Tidak disebutkan kalender, jam dinding, baju pemadam kebakaran, penutup muka, dan sebagainya. 

“Sebagai anggota TKTD, saya tidak dilengkapi sarana prasarana penaggulangan kebakaran. Hanya pakaian yang dipakai sehari-hari saja. Saya tidak punya anak buah. Yang ada hanya mandor-mandor yang membantu saya,” katanya.

Aksi Deapan PN Pelalawan

Saat istirahat siang, sekitar 10 orang pemuda menamakan diri Koalisi Gempur Menolak Asap 2016 mendatangi gedung pengadilan dan melakukan aksi. Mereka minta agar terdakwa dihukum seberat-beratnya agar kejadian kebakaran tidak terjadi lagi di Pelalawan. “Kita tahu kabut asap sudah menelan korban, kita ingin para perusak lingkungan di hukum berat,” kata Jumri, salah satu perwakilan dari Gempur. Usai berorasi mereka di terima oleh pihak humas PN Pelalawan, sekitar tiga puluh menit kemudian massa bubar dengan tertib. 

Majelis hakim menutup sidang sekitar pukul 15.40 dan menyatakan sidang dilanjutkan minggu depan dengan agenda lanjutan pemeriksaan saksi dari jaksa. #lovinarct

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube