–Sidang Kedelapan Perkara Suap Alih Fungsi Kawasan Hutan Riau terdakwa Annas Maamun
Bandung, 1 April 2015 – Zulher, Suheri Terta, dan Alisardi Firman hadir kembali pada sidang kedelapan terdakwa Gubernur Riau Non Aktif Annas Maamun. Minggu lalu mereka batal bersaksi karena Annas mengaku pusing, batuk, pilek. Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan pula Arsyadjuliandi Rahman dan M. Yafiz minggu ini.
Pejabat Pemperintah Propinsi Riau—Arsyaduliandi Rahman Plt Gubernur Riau, Zulher Kepala Dinas Perkebunan Riau, M. Yafiz Kepala Bappeda Riau—diperiksa terlebih dahulu secara bersamaan. Usai istirahat siang, giliran staf PT Duta Palma Nusantara diperiksa: Suheri Terta sebagai Humas dan Alisardi Firman Manajer PT Duta Palma.
Hakim Ketua Barita Lumban Gaol membuka sidang sekitar pukul 10.00. Terdawa Annas Maamun menyatakan sehat dan siap mengikuti persidangan. Di tengah persidangan, ia sempat batuk dan bersin lagi. Majelis hakim tetap melanjutkan pemeriksaan saksi hingga selesai. Annas diberi air hangat dan minyak angin.
Ia bisa mengikuti persidangan hingga selesai. Sebelum sidang ditutup, tim penasehat hukum Annas minta agar Annas bisa diizinkan berobat ke rumah sakit dan rawat inap satu sampai dua hari. Hakim minta penasehat hukum buat surat permohonan terlebih dahulu, untuk kemudian ditetapkan majelis hakim dan dilaksanakan penuntut umum.
Sepanjang persidangan, Annas tidak banyak mengomentari keterangan para saksi. Ia hanya membantah keterangan Zulher yang mengatakan bila ingin jumpa Gubernur Riau harus melalui Gulat Medali Emas Manurung. Gulat dipidana karena menyuap Annas Maamun Rp 2 Miliar.
Para saksi fokus menerangkan dakwaan ketiga dari Jaksa Penuntut Umum. Anans Maamun didakwa menerima suap dari PT Duta Palma senilai Rp 3 Miliar, dari yang dijanjikan Rp 8 Miliar, yang diberikan melalui perantara Gulat Manurung.
Kelima saksi mengetahui PT Duta Palma ajukan lahannya untuk dimasukkan ke dalam usulan revisi Tata Ruang Wilayah Riau kepada Gubernur Riau saat itu, Annas Maamun.
Suheri Terta, Humas PT Duta Palma membuat surat permohonan dan menyerahkan langsung kepada Annas Maamun. “Pak Annas disposisi surat itu,” katanya. Isi disposisi minta agar Wakil Gubernur Arsyadjuliandi Rahman membantu PT Duta Palma dan mengadakan rapat dengan Bappeda, Dinas Perkebunan dan Dinas Kehutanan Riau.
Annas Maamun tak membantah keterangan Suheri Terta.
“Saya membuat surat permohonan karena dihubungi oleh Zulher, Kepala Dinas Perkebunan Riau,” ujar Suheri Terta.
Suheri cerita Zulher menelepon dan minta dirinya mengecek apakah lahan PT Duta Palma masih ada yang berkawasan hutan.
Ternyata masih ada 3 perusahaan: PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, dan PT Seberida Subur. Semuanya masuk dalam grup PT Duta Palma Nusantara.
Ingin mengetahui apakah PT Duta Palma bisa mengajukan lahannya untuk dirubah fungsi dari kawasan hutan menjadi area peruntukan lainnya, Suheri Terta diminta oleh Zulher menghubungi Cecep Cecep Iskandar dari Dinas Kehutanan. “Cecep bilang itu kewenangan Bappeda. Kemudian saya menghubungi Supriyadi dari Bappeda Riau,” kata Suheri di persidangan.
Supriyadi katakan usulan revisi tata ruang wilayah Riau sudah diajukan ke Kementerian Kehutanan. Ia berpikir peluang sudah tertutup untuk PT Duta Palma.
“Beberapa hari kemudian, saya mendapat informasi bahwa surat usulan revisi tata ruang wilayah Riau itu dikembalikan lagi oleh Menteri Kehutanan karena belum memasukkan usulan dari kabupaten/kota. Saya berpikir bahwa PT Duta Palma masih punya kesempatan,” kata Suheri seperti tertera di berita acara pemeriksaannya yang dibacakan jaksa penuntut umum di persidangan.
Setelah mendapat disposisi dari Gubernur Riau, terungkap di depan persidangan bahwa Zulher menghubungkan PT Duta Palma dengan Gulat Manurung. Hal tersebut diakui oleh Zulher saat bersaksi untuk terdakwa Annas Maamun.
“Pak Surya Darmadi, Pemilik PT Duta Palma minta dipertemukan dengan Pak Gubernur Annas Maamun. Karena susah ditemui, saya sarankan menghubungi Gulat. Karena Gulat dekat dengan Annas. Hubungannya seperti ayah dan anak,” kata Zulher.
Selanjutnya, Surya Darmadi, Suheri Terta dan Gulat Manurung bertemu di Kantor Dinas Perkebunan pada 17 September malam hari. Zulher mempertemukan mereka. “Untuk urusan ISPO,” kata Zulher. Menurutnya, seluruh perusahaan perkebunan sawit harus sudah bersertifikat ISPO sampai akhir tahun 2014. “Masih ada 3 perusahaan PT Duta Palma yang tidak bisa kami nilai untuk mendapat sertifikasi ISPO karena masih berstatus kawasan hutan.”
Suheri Terta menyatakan hal senada dengan Zulher, bahwa pertemuan mereka malam itu dengan Gulat Manurung membahas sertifikasi ISPO. Sementara Gulat memberikan keterangan berbeda terkait pertemuan mereka.
Saat bersaksi di persidangan 11 Maret 2015, Gulat mengatakan bahwa Zulher memaksanya bertemu dengan Surya Darmadi dan Suheri Terta malam itu. “Mereka minta saya bantu urus lahan mereka agar bisa masuk dalam usulan revisi RTRW Riau. Mereka juga menjanjikan sejumlah uang untuk Pak Annas dan saya,” kata Gulat.
“Anda bertemu dengan Gulat malam itu untuk bahas usulan revisi atau ISPO?” cecar Irene Putrie, jaksa KPK, kepada Suheri Terta.
“Sebenarnya saya sudah mengikuti prosedur. Saya sudah masukkan surat, kemudian diminta bertemu Gulat. Saya temui. Bukan saya yang mencari Gulat. Saya tidak pernah mencarinya,” jawab Suheri Terta.
“Gulat itu siapa? Apa urusannya dia dengan ISPO?”
“Saya juga tidak mengerti. Saya diminta bertemu Gulat. Kata Pak Zulher, agar bisa ketemu dengan Pak Gubernur, lebih cepat melalui Gulat Manurung.”
“Setelah itu Gulat bilang apa terkait surat usulan revisi itu?”
“Ya, nanti dikabari. Begitu saja katanya.”
Esoknya, Suheri Terta menceritakan bahwa ia dihubungi Gulat Manurung dan diajak bertemu di Hotel Aryaduta. “Di sana Gulat minta uang Rp 2 Miliar,” kata Suheri.
“Apakah Saudara ada memberikan uang saat itu?” tanya Irene.
“Tidak ada,” jawab Suheri cepat.
Suheri mengaku beri tahu Surya Darmadi terkait permintaan Gulat sebesar Rp 2 Miliar. “Kata Gulat untuk operasional. Pak Surya bilang tidak ada itu, bohong,” ujar Suheri lagi. Setelah dicecar majelis hakim, Zulher di akhir pemeriksaannya pun mengakui bahwa pertemuan malam hari di kantornya antara Surya Darmadi, Suheri Terta dan Gulat Manurung membahas pelepasan kawasan hutan yang diajukan PT Duta Palma.
Alisardi Firman dimintai kesaksian terkait pertemuan Suheri Terta dan Gulat Manurung di Hotel Aryaduta pada 18 September. “Saya hanya tahu Pak Gulat minta uang Rp 2 Miliar, seperti yang disampaikan Suheri Terta,” katanya.
Sedangkan saksi Arsyadjuliandi Rahman dan M. Yafiz mengetahui bahwa PT Duta Palma turut mengajukan lahannya ke dalam usulan revisi RTRW Riau. “Suheri Terta menemui saya. Saya bilang itu bukan wewenang saya. Saya tanya ke Gubernur Riau, katanya tidak usah diproses. Jadi tidak saya proses permohonan PT Duta Palma tersebut,” kata Arsyadjuliandi Rahman.
M. Yafiz, Kepala Bappeda Riau, yang secara resmi memimpin pengajuan tata ruang wilayah Riau menyebutkan lahan PT Duta Palma tidak ada masuk ke dalam usulan revisi tata ruang wilayah Riau. Sementara Cecep Iskandar, Kepala Seksi Planologi Dinas Kehutanan Riau, yang bertugas membuat peta lampiran usulan revisi tata ruang, menyatakan bahwa lahan PT Duta Palma ada masuk ke dalam usulan revisi tata ruang wilayah Riau.
“Lahannya di Indragiri Hulu,” ujar Cecep saat bersaksi untuk terdakwa Annas Maamun pada 18 Februari 2015 lalu.
Sekitar pukul 16.30, sidang Annas maamun ditutup majelis hakim. “Minggu depan saksi terakhir dari kami. Ada 4 saksi, salah satunya Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan saat itu, sekarang Ketua DPR,” kata jaksa Irene seusai persidangan. #RCT-Lovina