Kasus Korupsi APBD A Kirjauhari

Bagi-bagi Tugas Lengkapi Uang Suap Rp 1,2 Miliar

aa sakssii

 

–Sidang kedua Kasus Pidana Korupsi APBD Riau terdakwa Ahmad Kirjauhari

aa sakssii

Video Pemeriksaan Suwarno, Burhanuddin, Said, Syahril dan Solihin

PN PEKANBARU, 28 Oktober 2015— Setelah pembacaan dakwaan pada Jumat, 23 Oktober lalu, hari ini persidangan terdakwa Ahmad Kirjauhari masuki agenda pemeriksaan saksi. Pukul 09.00, Jaksa Penuntut Umum serta Penasehat Hukum sudah berada dalam ruang sidang. Sidang baru dimulai 45 menit kemudian dibuka oleh Hakim Ketua, Masrul.

Agenda persidangan pada hari ini mendengarkan keterangan saksi. Pulung Rinandoro, Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi katakan 6 saksi dijadwalkan hari ini.“Tapi yang hadir hanya 5 Yang Mulia,” ujarnya.

Kelima saksi tersebut dipanggil dan dibacakan identitasnya. Ada Said Saqlul Amri, mantan Kepala Pelaksana BPBD Riau. Lalu Suwarno, mantan Kasubag Anggaran II dan Syahril Abu Bakar, Ketua PMI Riau. Sedangkan dua lainnya, Burhanuddin, Petugas Keamanan di kantor Suwarno dan Solihin Dahlan, mantan Anggota DPRD Riau periode 2009-2014.

Kelimanya diambil sumpah untuk memberikan keterangan yang sebenar-benarnya. Kemudian jaksa membagi kelompok pemeriksaan saksi. Hanya Solihin yang dipersilakan menunggu diluar ruang sidang. Sedangkan empat saksi lainnya diperiksa bersamaan.

aa Saksi Solihin

  1. Suwarno—Mantan Kasubag Anggaran II
  2. Burhanuddin—Petugas Keamanan
  3. Saiq Saqlul Amri—Kepala BPBD Riau
  4. Syahril Abu Bakar—Ketua PMI Riau
  5. Solihin Dahlan—Mantan Anggota Dewan Periode 2009 – 2014

Keterangan awal Suwarno dibuka dengan menjelaskan tugasnya yang turut berperan dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau RAPBD Riau. Ia menjadi tim teknis penyusunannya.

Terkait pembahasan RAPBD-P 2014 dan RAPBD murni 2015, ia tahu bahwa ada desakan agar dibahas oleh anggota DPRD periode 2009-2014. Padahal para anggota dewan tersebut akan berakhir masa jabatannya pada 6 September 2014. “Supaya cepat prosesnya karena mereka sudah paham,” ujar Suwarno.

Jaksa menanyakan terkait pembahasan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara atau disebut KUA/PPAS pada Agustus 2014. Suwarno mengetahui pembahasannya tak berjalan lancar dan ini jadi penyebab KUA/PPAS untuk APBD murni 2015 tersebut tak disetujui. Terjadi silang pendapat yang tak ada titik terangnya antara Badan Anggaran (Banggar) DPRD dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD). “Ada bahas soal penyerapan anggaran daerah yang tak maksimal,” tambah Suwarno.

aa burhanuddin

Pertanyaan jaksa beralih pada pertemuan yang dilakukan di kediaman Gubernur Riau. Suwarno menjelaskan memang benar ada pertemuan di kediaman pada 1 September 2014 pagi hari. Pada pertemuan tersebut hadir Wan Amir Firdaus, Assisten II Sekretaris daerah Provinsi Riau dan Suwarno. Selain itu juga ada M Yafiz Kepala Badan Perencanaan Pembangunan daerah (Bappeda), Said Saqlul Amri, Kepala BPBD Riau dan Hardi Jamaludin (alm), Assisten III Sekda Provinsi Riau.

Dalam pertemuan tersebut, Annas Maamun memberikan arahan untuk memberikan sesuatu kepada anggota dewan. Tujuannya untuk memperlancar pembahasan KUA/PPAS sehingga RAPBD segera bisa disahkan. “Diberitahu bahwa akan ada uang yang diberikan kepada Banggar sejumlah Rp 1,2 miliar,” ujar Suwarno.

Untuk memenuhi keinginan memberikan uang kepada Banggar ini, Annas membagi-bagi tugas kepada yang hadir. Mereka diminta untuk bantu sediakan uang. Suwarno ditugaskan untuk mendapatkan uang dari Biro Keuangan sebesar Rp 110 juta. Annas meminjam uang dari BPBD melalui Said Saqlul Rp 500 juta. Sisanya Annas yang cari cara melengkapi uang sejumlah Rp 1,2 miliar tersebut.

Suwarno lalu diminta menceritakan kronologis ia bisa mendapatkan uang dari Biro Keuangan. Dalam penjelasannya, ia meminta ke Bendahara Umum apakah ada mata anggaran yang bisa uangnya bisa digunakan untuk memenuhi Rp 110 juta tersebut. Bendahara katakan anggaran untuk tunjangan pegawai dapat digunakan. Tunjangan yang dicairkan milik Suwarno sekitar Rp 40 jutaan dan sisanya tunjangan milik Kepala Bagian Keuangan. Uang Rp 110 juta telah lengkap. Lalu ia dapat perintah dari Annas bahwa uang tersebut diamplopkan dengan jumlah Rp 20 juta, Rp 15 juta dan Rp 10 juta.

Pada pukul 12 lewat siang harinya, Wan Amir menghubungi Suwarno dan katakan uang untuk anggota dewan tersebut akan diberikan kepada Kirjauhari dan Suwarno yang mengantarkannya. Annas memberikan pesan kepadanya agar pandai-pandai memberikan uang tersebut kalau bisa dijalanan yang sepi.

Menjelang shalat magrib Suwarno kembali dihubungi oleh Wan Amir. Ia diberitahu bahwa uang yang akan diberikan sudah ada padanya. Wan Amir memberikan uang tersebut dalam satu tas ransel dan dua tas kertas jinjing. “Wan Amir tak ada sebutkan berapa jumlah uang yang ada,” tutur Suwarno.

Suwarno membuka tas dan turut memasukkan uang yang ia dapatkan. Kemudian ia mendapatkan pesan singkat dari Kirjauhari dan mengatur tempat pertemuan. Basement gedung DPRD Riau jadi lokasi pemberian uang tersebut. Suwarno menyerahkan uang tersebut ditemani Burhanuddin. Dengan mobilnya mereka berangkat menuju lokasi.

Setelah tiba di basement, Suwarno mendapatkan pesan pemberitahuan dari Kirjauhari bahwa ia menuju ke basement. Ia melihat mobil yang digunakan Kirjauhari berwarna silver parkir disebelah mobilnya. “saya berikan tas tersebut, setelah selesai saya hubungi Wan Amir melaporkan uang sudah diserahkan,’ ujar Suwarno.

“Jadi tujuan pemberian uang ini apa?” tanya jaksa

“Untuk pengesahan RAPBD. Supaya segera disahkan anggota dewan.”

“Uangnya diserahkan tanggal 1 September itu juga?”

“Iya hari itu juga.”

Jaksa jelaskan bahwa ada notulensi rapat pada 1 September itu dinyatakan rapat diskors karena buku KUA/PPASnya tidak ada. Suwarno membenarkan hal tersebut karena ada beberapa program dari Annas yang belum masuk, sehingga diminta untuk diperbaiki lagi. Sehingga rapat dijadwalkan keesokan harinya.

“Jadi tanggal 2 itu MoUnya ditandatangani?”

“Iya.”

“Apa ada pembahasan?” atas pertanyaan ini Suwarno tak yakin menjawab dan katakan tidak dibahas.

“Bagaimana bisa disetujui kalau tidak ada pembahasan,” ujar jaksa. Suwarno menjelaskan bahwa sebelumnya sudah ada pembahasan dan KUA/PPAS baru hanya tinggal perbaikan.

“Apa hasil revisi harus dibahas juga?”

“Iya.”

“Tapi kenyataannya KUA/PPASnya diserahkan malam hari dan langsung ditandatangani MoUnya,” ujar jaksa. Suwarno hanya mengiyakan dan jelaskan MoU memang sudah disiapkan oleh Bappeda.

Jaksa meminta Suwarno untuk menjelaskan soal aspirasi anggota dewan yang dimasukkan dalam RAPBD murni 2015. Sebab MoU sudah ditandatangani, namun setelah disahkan tersebut, RAPBD tersebut masih dilakukan perubahan. Diantaranya memasukkan aspirasi dari anggota dewan sebesar rp 2 miliar dari masing-masing anggota DPRD.

Suwarno memernarkan hal tersebut dan katakan perubahan dengan memasukkan aspirasi tersebut atas keinginan Annas Maamun.

“Menurut anda jika sudah disahkan apa masih boleh diubah?” tanya jaksa.

“Tidak,” ujar Suwarno.

Burhanuddin menjelaskan bahwa ia diminta oleh Suwarno untuk menemaninya. Ia tak tahu menyoal uang yang akan diberikan kepada anggota dewan.

“Saya cuma dimintai tolong Mas Warno untuk menemani dan disuruh bawa tas kertas,” ujar Burhanuddin.

Ia ceritakan saat dikantor Suwarno, ia dimintai tolong menemani. Suwarno memberikan dua tas kertas jinjing untuk dibawa Burhanuddin kedalam mobil. Burhanuddin pun  meletakkan kedua tas tersebut didekat kakinya dikursi depan samping supir.

Ketika tiba di basement DPRD, ia melihat bahwa ada mobil silver yang datang dan ia diminta meletakkan tas yang dibawanya tadi kedalam mobil tersebut. Ia kembali menegaskan bahwa ia tak tahu menahu soal uang tersebut.

Saqlul menjelaskan ia dihubungi oleh Annas terkait peminjaman uang. Sifat pinjamannya sementara dan akan dikembalikan. Saqlul ambil inisiatif meminjamkan Annas uang dari Anggaran Dana Tak Terduga. Ia katakan dana ini totalnya Rp 10 miliar dan sudah diambil Rp 3 miliar untuk penanggulangan bencana pada 2014.

“Sudah diambil Rp 2 miliar, jadi tinggal satu miliar, inilah yang dipinjamkan,” ujar Saqlul. Uang yang ingin dipinjam Annas sebesar Rp 500 juta.

“Jadi disposisi mengambil uang itu apa?” tanya jaksa.

“Tidak ada, secara lisan saja.”

“Jadi tidak ada catatan?”

“Tidak, dibilang saja bahwa dipinjam Rp 500 juta,” jawab Saqlul.

Saqlul ceritakan bahwa ia meminta kepada bendaharanya untuk mengambi uang tersebut ke bank. Setelah diambil, ia minta agar uang tersebut di amplopkan dengan jumlah 20, 15 dan 10 juta rupiah. Saqlul katakan ada tandanya ditulis sesuai angka yang ada di amplop tersebut.

Saqlul ditanyai terkait pengetahuannya bahwa uang tersebut akan diberikan kepada anggota dewan. Ia katakan tak tahu dan hanya dihubungi oleh Annas.

“Anda tidak tanya untuk apa dipinjam uang tersebut?” tanya jaksa.

“Tidak.”
“Kenapa anda tidak tanya? Inikan bukan hal biasa untuk meminjam uang,” ujar jaksa. Namun Saqlul tetap katakan tak tahu.

Ia jelaskan bahwa uang tersebut sudah dikembalikan Rp 400 juta keapda dirinya. Annas menyuruh anaknya untuk memberikan Rp 300 juta kepada Saqlul, kembalian atas pinjamannya. Sedangkan Rp 100 lagi, Wan Amir memberitahu bahwa akan diberikan oleh Sekda.

“Yang Rp 100 juta lagi saya tutupi pakai uang pribadi,” ujar Saqlul. Ia harus mengembalikan jumlah uang yang dikeluarkan kantor Rp 500 juta, namun karena baru Rp 400 juta, ia berinisiatif menutupi sisanya dengan uang pribadi.

“Jadi uangnya sudah dikembalikan?”

“Ya sudah.”

“Tapi kenapa anda tidak minta Rp 100 juta lagi? Kenapa anda tutupi pakai uang anda?”

“Karena uang harus cepat dikembalikan,” ujarnya.

Syahril sampaikan bahwa ia juga dihubungi oleh Annas dan dimintai tolong untuk meminjamkan uang sebesar Rp 400 juta. Ia mengecek ke bendahara bahwa uang yang bisa digunakan hanya Rp 195 juta. Syahril katakan karena ia sudah terlanjur janji dengan Annas, sisanya ia tutupi dengan uang pribadinya.

Ketika ditanya apakah Syahril tahu uang pinjaman itu dipergunaan untuk apa, ia katakan tak tahu. Karena ia hanya dihubungi untuk meminjamkan uang. Syahril mengaku bahwa uang yang dipinjam tersebut sudah kembali ketangannya. Awalnya Rp 300 juta dan pada November sisanya menyusul.

Solihin dimintai keterangan terkait penerimaan suap. Ia salah satu dari anggota dewan yang menerima uang tersebut. Jaksa menanyainya terkait pembahasan RAPBD-P dan RAPBD murni.

“Apa ada permasalahan yang dibahas dalam rapat Banggar dan TPAD?” tanya jaksa. Saksi kemudian dengan cepat menjawab bahwa tak ada permasalahan yang dibahas. Jaksa lalu membacakan keterangan saksi dalam BAP. Ia berkata bahwa ada persoalan terkait penyerapan anggaran yang rendah.

Solihin masuk dalam Komisi C namun ia tidak Banggar. Kader PDI-P ini jelaskan bahwa ia benar menrima uang dari terdakwa sebesar Rp 30 juta seminggu setelah masa jabatannya berakhir. Uang tersebut diberikan oleh Kirjauhari kepada dirinya sendiri. Dari uang yang ada tersebut, Rp 10 juta ia gunakan untuk perbaikan mobil dinas dan sisanya sudah dikembalikan ke KPK.

 “Apa anda tidak bertanya itu uang apa?” tanya jaksa

“Tidak,” jawab saksi, namun jaksa segera meminta klarifikasi terkait keterangannya dalam BAP.

Dalam BAPnya, Solihin katakan ia menanyakan uang yang diterimanya tersebut uang apa dan Kirjauhari menjawab APBD. Namun Solihin menarik kembali keterangannya dan katakan Kirjauhari tak menjawab sama sekali. Memang ia menanyakan itu uang apa namun Kirjauhari tak menjawab pertanyaannya. Ia kembali ditanyai soal kaitan uang dengan memuluskan pengesahan RAPBD. Ia tetap bersikeras tak tahu.

“Apakah sudah ada kesepakatan bahwa dengan uang ini pembahasan dilancarkan?” Solihin hanya diam, “bagaimana dengan perpanjangan pinjam pakai mobi dinas?”

Solihin katakan bahwa itu adalah inisiatifnya sendiri, sebab mobil tengah rusak dan berada di bengkel. Sehingga perlu tambahan waktu perbaikan. Namun jaksa kembali menanyakan bahwa jika masa jabatan berakhir, memang harus sudah dikembalikan seluruh sarana prasarana yang digunakan anggota dewan.

“Apa sudah ada kesepakatan? Pembahasan RAPBD lancar, anggota dewan diberi uang dan perpanjangan pinjam pakai mobil dinas?” jaksa terus menanyakan hal tersebut namun Solihin menghindar dengan katakan inisiatif sendiri.

Karena jawaban Solihin yang selalu menghindar serta hanya diam atau berulang kali diminta jelaskan pertanyaan, jaksa beralih dengan memperdengarkan rekaman percakapan antara Kirjauhari dengan Solihin. Dalam percakapan itu terdengar Solihin membicarakan soal pengesahan APBD yang harus dipercepat. Ia juga menambahkan bahwa ia akan membantu menekan Rusli Effendi serta menaku-nakuti Zukri.

Terkait hal tersebut, jaksa kembali meminta tanggapan Solihin soal kesepakatan antara Johar Firdaus dan Annas Maamun. Bahwa Annas akan memberikan uang, perpanjangan mobil dinas serta memasukkan dana aspirasi dari tiap anggota dewan masing-masing Rp 20 miliar. Solihin lebih banyak terlihat ragu menjawab.

Solihin mengatakan bahwa ia tahu yang dilakukannya tersebut salah. Ketika jaksa dan majelis hakim menanyakan kenapa ia bisa tahu bahwa yang dilakukannya salah, Solihin kembali ragu menjawab.  Setelah berulang kali ditanyai dam dimintai penjelasan, akhirnya Solihin menjawab bahwa benar Johar Firdaus memberitahu kepada anggota dewan untuk memperlancar pembahasan RAPBD. Sehingga Annas nantinya akan memberikan uang, perpanjangan mobil dinas dan setiap anggota dewan diminta menyiapkan dana aspirasi. Besarnya sesuai kesepakatan Rp 2 miliar.

Solihin menekankan bahwa ia tahu tindakannya salah, maka pada pertengahan Oktober ia beserta rekan satu partainya Riki Hariansyah mengembalikan uang yang ia terima kepada KPK.

Kelima saksi selesai diperiksa pukul 13.40. Majelis hakim segera menutup sidang dua menit kemudian. Sebelumnya ia mengumukan bahwa sidang dilanjutkan pada Kamis, 29 Oktober 2015 dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi 8 orang.#rct-yaya

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube