- video : Ade charge tidak tau perizinan KKPA (youtube)
- Suara Samsul Bahri (mp3)
- Suara Tito Pratikto (mp3)
- Lembar pemantauan (pdf)
–Sidang Ketigabelas, terdakwa Goh Tee Meng, Tan Kei Yoong dan Daneshuvaran K.R Singham
PN PELALAWAN, KAMIS 26 JUNI 2014–Hari ini Penasehat Hukum menghadirkan dua orang saksi a de charge, setelah kemarin sidang tertunda karena saksi tidak dapat hadir.
Penasehat Hukum menghadirkan Toto Pratikto (Senior Manager PT Adei) dan Samsul Bahri (Mantan Kepala Desa Sering, Pelalawan Ketua Koperasi Karya Mitra yang bermitra dengan PT Adei).
Toto Pratikto (Senior Manager PT Adei)
Ia adalah Senior manager di Pabrik Nilo I Kelayap PT Adei Plantation. Ia bertanggung jawab atas operasional pabrik dalam menerima buah sawit.
“Apakah saudara bertanggung jawab kepada Pak Goh, Danesh atau Tankei Yong?” tanya Penasehat Hukum.
“Tidak, langsung pada Nilo Advisor Pak Chang yang di Pekanbaru,” jelasnya.
“Apa yang tanggung jawab anda?” tanya Penasehat Hukum.
“Seleksi mutu buah, semua buah yang masuk harus diseleksi,” jelasnya.
“Gimana kondisi buahnya?” tanya Penasehat Hukum.
“Buah dari Inti (Kebun Inti) bagus, KKPA Batang Nilo buahnya kecil, karena masih buah pasir. Meski buah diluar standar tetap kita terima. Tidak kita lakukan pemotongan harga. Itu diterima karena punya masyarakat. Kalau mengikuti standar pabrik itu ga bisa masuk,” jelas Toto.
“Sudah berapa kali diterima?” tanya Penasehat Hukum.
“Sudah terima empat tahun dua bulan, sudah 600 ton, Buah KKPA tergantung cuaca, kadang busuk kalau musim hujan, karena kan daerah rawan banjir” jelasnya.
Usai Penasehat Hukum bertanya Hakim Anggota Sagita bertanya kepada saksi. “Ada tidak kategori harga kecil dan besar untuk KKPA Desa Batang Nilo Kecil?” tanya Sagita.
“Kita ada kontrak dengan KKPA yang menentukan harga Marketing, buahnya tidak kita periksa masuk aja,” jelasnya.
“Kan ada beda harga buah kecil, besar dna super?”tanya Sagita.
“Berdasarkanrendemen perusahaan aja,” jelasnya.
“Mengenai pencairan uangnya bapak tahu tidak?”tanya Sagita lagi.
“Tidak,” jawabnya.
Dan diakhir pemeriksaan Penuntut Umum yang diwakili Sobrani pun bertanya.
“Kalau masalah perizinan bapak tahu tidak?” tanyanya.
“Tidak,” jawab Toto .
Samsul Bahri (Mantan Kepala Desa Sering 2010-2013, Pelalawan Ketua Koperasi Karya Mitra yang bermitra dengan PT Adei)
Kopersasi yang diketuainya bekerja sama dengan PT Adei sejak tahun 2007, setelah HGU PT Adei tumpang tindih dengan lahan masyarakat. Masyarakat Desa Sering menuntut lahannya, dan PT Adei memberikan ganti rugi, namun mereka enggan, dan disepakati mereka mencari lahan agar dibangun KKPA oelh PT Adei, atas saran Pemerintah Daerah.
“Lahan milik siapa?” tanya Penasehat Hukum.
“Milik kami dapat lahan 300 ha dibuat Peta diajukan ke Kades lalu ke Perusahaan, akhirnya PT menyepakati dibangun sesuai dengan yang akandi sagu hati terdahulu saja 100 ha,” jelasnya.
“Draft perjanjian dibuatkan siapa?” tanya Penasehat Hukum.
“Kami dibantu Adei, 3 bulan kami pelajari. Ada ketentuan 85% untuk perusahaan, kami 15%. Agar cepat lepas dari hutan kami buat 90% dan 10 %,” jelasnya.
“Berapa jumlah hutangnya?” tanya Penasehat Hukum.
“Rp 7,8M,” jawab Samsul.
“Bagaiman peranan PT Adei?” tanya Penasehat Hukum.
“Adei itu membantu koperasi jika ada hal yang tidak kita mampu lakukan, semua pekerjaan kita lakukan . yang tidak bisa kita lakukan pekerjaan berat dilakukan kontraktor,” jelasnya.
Usai ditanya Penasehat hukum, Majelis Hakim sagita bertanya “Apa untungnya perusahaan?” tanya Sagita.
“Ya mungkin lahan sengketa HGU yang kemaren untuk mereka, kemaren diganti 200 ribu/hektar,” jelasnya.
“Koperasi ada IUPnya tidak?” tanya Sagita.
”Ga pak,” jelasnya.
Pemeriksaan a de charge usai, dilajutkan esok hari masih dengan agenda persidangan yang sama. #fika-rct