—Sidang Kasus Perambahan dan Kerusakan Hutan Di Lahan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Mantan Kapolsek Siak Kompol Suparno
PN SIAK, 16 FEBRUARI 2015—Pagi hari pukul 8.30 tim riaucorruptiontrial sudah menginjakkan kaki di gedung Pengadilan Negeri Siak. Hari ini, Senin, sidang terdakwa Suparno dijadwalkan. Tidak seperti sebelumnya, sidang berlangsung tiap Rabu.
Berselang waktu hingga tengah hari, sidang tak juga dimulai. Jaksa Penuntut Umum dan Pengacara pun silih berganti memasuki ruang sidang. Akhirnya tepat pukul 2 siang sidang dimulai. Majelis Hakim yang diketuai Sorta Ria Neva membuka sidang. Ia didampingi hakim anggota Alfonso Nahak dan Rudi Wibowo. Jaksa Penuntut Umum yang hadir ialah Endang serta terdakwa didampingi oleh Penasehat Hukumnya, Heri Suryadi.
Agenda persidangan pada hari ini ialah mendengarkan keterangan saksi meringankan (a decharge). Saksi yang dihadirkan ialah 2 keponakan dari terdakwa yang memiliki lahan di areal Cagar Biosfer Giam Siak Kecil. Yang diperiksa pertama kali ialah Ekowati dan dilanjutkan dengan Seno.
Ekowati, Keponakan Terdakwa
Ekowati dalam memberikan keterangannya tidak disumpah. Sebab ia memiliki hubungan kekeluargaan dengan terdakwa. Eko mengawali penjelasannya setelah ditanyai oleh hakim ketua. Ia menjelaskan bahwa pembelian lahan yang dilakukannya tersebut terjadi setelah ia diberitahu terdakwa.
Terdakwa mengusulkan agar Eko membeli lahan di Siak tersebut. Eko yang bekerja sebagai bidan ini menyanggupi dan membeli lahan seluas 14 hektar. Dari lahan tersebut, ia diberi 7 surat kepemilikan lahan. Dengan tiap surat memuat 2 hektar lahan. Tiap surat itu dihargai 1 juta. Sehingga lahan seluas 14 hektar tersebut dibeli Ekowati sebesar Rp 7 juta.
“Tahu dimana lokasinya?” tanya hakim ketua.
“Tidak bu.”
“Pernah melihat ke lokasi?”
“Tidak.”
Ia memberitahukan bahwa semuanya diurus oleh pamannya—terdakwa. Pengurusan lahan tersebut diurus oleh Yono. Mulai dari membersihkan hingga penanaman.
“Jadi yang menanam siapa?” tanya hakim anggota
“Ada namanya Mas Yono,”
“Berapa uang untuk membeli bibit tanamannya?”
“Itu 25 juta Pak,”
“Lebih mahal bibit daripada tanahnya ya,” ujar hakim anggota.
Eko menjawab tidak tahu. Ia hanya diberitahu untuk menyediakan Rp 25 juta untuk pembelian bibit. Semuanya diurus oleh pamannya dan Yono. Terkait keterangan dari saksi ini, terdakwa membenarkan dan tidak ada memberi tanggapan.
Seno, Keponakan Terdakwa
Senada dengan yang disampaikan kakaknya, Seno juga membeli lahan dari pamannya, Suparno. Semua hal diurus oleh pamannya tersebut.
“Anda kerja apa?” tanya hakim ketua
“Masih Mahasiswa Bu,”
“Dimana?”
“Di Unri,”
“Jurusan?”
“Teknik,”
“Loh uang dari mana beli lahan itu. Kan kamu masih kuliah,” tukas hakim ketua. Ia mempertanyakan hal tersebut setelah mendengar bahwa saksi membeli lahan dengan luasan 18 hektar. Ia mengeluarkan biaya Rp 9 juta.
Seno menanggapi pertanyaan hakim ketua dengan mengatakan uangnya dari ayah Seno. Ia meminta uang dan ayahnya mengirimkan uang tersebut. Sehingga ia bisa membeli lahan yang diberitahu pamannya itu.
“Pernah melihat lahan?” tanya hakim ketua lagi
“Pernah Bu sekali,”
“Lihat lahannya Eko juga?”
“Iya lihat Bu,”
“Apa lagi yang kamu lihat disana?”
“Banyak orang yang punya lahan disana. Pas saya kesana mereka lagi bereskan lahan,” ujar Seno.
“Jadi semua pengurusannya siapa yang lakukan?”
“Paman saya, Suparno,”
“Kenapa paman kamu yang urus semuanya?”
“Ya saya percaya saja Bu, ya nggak mungkinlah paman saya macam-macam,”
“Loh, buktinya sekarang lahannya bermasalahkan,” tukas hakim.
Seno hanya tersenyum tak menjawab pernyataan hakim. Ia selesai diperiksa pukul 14.35. Majelis hakimpun menanyakan kembali agenda sidang selanjutnya. PH menjelaskan mereka akan hadirkan 4 saksi lagi pada sidang selanjutnya. Hakim ketua menutup sidang pukul 14.37 dan menyatakan sidang selanjutnya dilaksanakan pada Senin, 23 Februari 2015. #rct-Yaya