PN Pelalawan, Kamis 11 Januari 2018—penuntut umum Martalius menghadirkan dua orang saksi ahli, pada sidang perkara pidana atas nama terdakwa KUD Pematang Sawit. Prasetyo Djati dari Kementerian Pertanian dan Alvi Syahrin Guru Besar Universitas Sumatera Utara ahli pidana korporasi.
Prasetyo Djati bertugas melakukan penilaian terhadap izin usaha perkebunan, usaha budidaya tanaman dan pengolahan hasil perkebunan. Semua penjelasannya merujuk pada undang-undang 39 tahun 2014 tentang perkebunan. Bahwa, pelaku usaha perkebunan yang melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan, dengan luasan skala tertentu atau pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas tertentu wajib memiliki izin usaha perkebunan.
Menurutnya, ada tiga macam izin usaha perkebunan. Pelaku usaha perkebunan yang melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan di atas 25 hektar wajib memiliki izin usaha perkebunan budidaya, atau IUP-B. Pelaku usaha yang melakukan pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memiliki izin usaha perkebunan pengolahan atau IUP-P. Apabila pelaku usaha melakukan dua kegiatan tersebut sekaligus atau terintegrasi, cukup memiliki izin usaha perkebunan saja.
Syarat untuk memiliki izin usaha perkebunan diantaranya: harus memiliki izin lingkungan terlebih dahulu; kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah dan rencana perkebunan. Ini diatur dalam pasal 45 ayat 1.
Pada Peraturan Menteri Pertanian nomor 98 tahun 2013 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan dijelaskan lebih rinci lagi. Baik tata cara memperoleh IUP-B, IUP-P dan IUP. Ia dijelaskan pada bab 3 tentang syarat dan tata cara permohonan izin usaha perkebunan. Mulai pasal 21, 22 dan 23.
“Tapi izin usaha perkebunan tak boleh dikeluarkan dalam kawasan hutan,” kata Prasetyo Djati.
Izin usaha perkebunan dikeluarkan oleh bupati apabila berada di wilayah kabupaten. Bila lahan yang dikelola berada dilintas kabupaten, izin dikeluarkan oleh gubernur. Begitu juga selanjutnya, bila lahan tersebut berada dilintas provinsi, maka kementerian pertanian yang memiliki kewenangan menerbitkan izin.
Bupati juga boleh mengeluarkan surat tanda daftar usaha budidaya atau STDB pada pelaku usaha perkebunan yang mengelola lahan di bawah 25 hektar. Kata Prasetyo Djati, pelaku usaha tak perlu mengajukan permohonan untuk mendapatkan surat tersebut. Melainkan, bupati lah yang berperan aktif untuk mengawasi dan memberikan surat pada pelaku usaha perorangan itu.
Tapi, apabila masing-masing pelaku usaha menghimpun diri dalam satu koperasi, dan setelah dihitung jumlah luasan lahan dari keseluruhan anggota melebihi dari 25 hektar, maka koperasi wajib memiliki izin usaha perkebunan budidaya. “Meskipun itu tanah ulayat. Sepanjang ada musyawarah yang menyepakati untuk dikelola oleh koperasi, maka wajib memiliki izin,” tegas Prasetyo Djati.
Alvi Syahrin juga mengatakan demikian. Yang dilihat dari perbuatan itu bukan orang perorangnya, melainkan koperasinya sebagai badan usaha. “Karena aset anggota menjadi aset koperasi.”
Koperasi adalah badan hukum yang dapat diminta pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan. Untuk diminta pertanggungjawabannya, ia diwakili oleh pengurus koperasi tersebut. Bisa ketua, wakil ketua, sekretaris maupun bendahara. “Asal dia masih bagian dari pengurus koperasi,” jelas Avi Syahrin.
Hukuman bagi koperasi atau badan hukum lainnya berupa pidana denda. Sementara pengurus atau yang mewakilinya dipidana penjara ditambah denda. Kata Alvi Syahrin, tergantung dakwaan penuntut umum, yakni siapa yang dijadikan terdakwa. Dalam perkara ini, penuntut umum menjadikan koperasi sebagai terdakwa alias badan hukumnya.
Hakim meminta pendapat Alvi Syahrin, mengenai lahan yang dikelola oleh KUD Pematang Sawit milik PT Nusantara Sentosa Raya. Kata Alvi Syahrin, itu menunjukkan bahwa koperasi benar-benar tidak memiliki izin. Apalagi kalau lahan tersebut berada dalam kawasan hutan. Koperasi bisa dikenakan tindak pidana lain.
Penasihat hukum juga meminta pendapat ahli, mengenai undang-undang perkebunan yang baru disahkan pada 2014. Sementara KUD Pematang Sawit memulai usaha budidaya tanaman jauh sebelum undang-undang tersebut diterbitkan. “Kalau itu lihat ketentuan peralihannya,” jawab Alvi Syahrin.
Yang dimaksud Alvi Sayhrin, meskipun pelaku usaha perkebunan melakukan usaha budidaya perkebunan sebelum ada undang-udang tersebut, ia tetap diwajibkan memiliki izin usaha perkebunan 1 tahun setelah aturan itu disahkan. “Jadi seharusnya tahun 2015 koperasi sudah memiliki izin usaha perkebunan.”
Penjelasan Alvi Sayhrin dianggap cukup jelas oleh penasihat hukum begitu juga penuntut umum termasuk majelis hakim. Ia pun dipersilakan meninggalkan ruangan. Sidang dilanjutkan kembali, Rabu 17 Januari 2018.#Suryadi-Senarai