PN Pelalawan 12 Oktober 2017, majelis hakim Pengadilan Negeri Pelalawan masih memeriksa saksi meringankan dari tim pernasehat hukum PT Peputra Supra Jaya (PSJ), saksi kali ini Saharudin dari Kelompok Tani Tiga Bersama, anggota Koperasi Gondai Bersatu. dan M Setiawan dari KUD Rukun Makmur, namun akhirnya bergabung dengan Kelompok Tani Tiga Bersama. Sebelum tergabung di Koperasi Gondai Bersatu, Saharudin dan M Setiawan awalnya jadi anggota Koperasi Sawit Raya pada 2008.
Setiawan tidak mengetahui proses terbentuknya KUD Sawit Raya, “Yang penting kebun terawat dan kita dapat pengasilan,” kata Setiawan. Setiawan dapat lahan seluas 2 ha dari Koperasi Gondai Bersatu yang statusnya pindah tangan atau pelimpahan dari pemilik sebelumnya. Sedangkan Saharudin dapat lahan dari Koperasi Sawit Raya, 2 ha.
Terkait jual beli, menurut Setiawan lahan yang ia beli itu tidak tahu siapa pemilik sebelumnya, “Saya beli melalui KUD dan terima Surat Keterangan Riwayat Tanah (SKRT) yang diketahui oleh Kades dan Camat,” katanya.
Sejak 1996 PT PSJ buka lahan untuk bangun kebun, “Sebelumnya kami tidak tahu sawit, untuk memenuhi kebutuhan kami cari ikan, kayu dan berladang,” ujar Setiawan. Hadirnya PT PSJ, menurut Setiawan, warga terbantu, “Warga ada penghasilan tetap.” Terkati kasus yang dihadapi oleh PT PSJ, Setiawan tidak mengetahuinya. “Selama ini kita dengan PT PSJ tidak ada masalah, baru tau saat persidangan,” ucapnya.
Setiawan menambahkan, saat krisis melanda Indonesia, PT PSJ tetap melakukan operasional di kebun. Terkait kepemilikan lahan, Setiawan terima dari pemilik yang kedua. “Saya beli lahan dari koperasi bukan dengan pemilik langsung,” kata Setiawan. Lokasi lahan milik Setiawan di blok 183, umur sawit 17 tahun. Terkait izin milik PT PSJ, ia hanya dengar dari pengurus koperasi, “Jika PT PSJ tidak punya izin, mereka tidak akan mengelola lahan bersama warga.”
Dari hasil kebun sawit tersebut, Setiawan mendapat 6 sampai dengan 7 juta tiap bulan. “Uang dikirm oleh Subrantas, bendahara koperasi ke kelompok tani,” kata Setiawan. Namun ia tidak punya kartu anggota, bukti jual beli lahan saat itu hanya kwitansi.
Sedangkan Saharudin, selain di desa Gondai, ia punya lahan dengan bukti Surat Keterangan Tanah (SKT) di Desa Langkan. “Jarak kedua lahan sekitar 1 kilo,” kata Sharudin, namun SKT tersebut sudah di angunan ke bank. “Uang pinjaman 40 juta itu di gunakan untuk beli lahan di desa Gondai.”
Menurut Saharudin, kepemilikan lahan tidak semua dikuasai oleh warga local, ada juga milik pihak luar, “Pihak luar juga punya lahan, seperti Sri Widawati,” katanya. Saharudin juga tidak membuat perjanjian jual beli lahan, hanya melalui koperasi. Lahan tersebut merupakan wilayah transmigrasi lokal, warga memilih untuk diolah PT PSJ melalui koperasi jadi kebun sawit. “Kita ingin proses kepemilikan lahan itu jadi sertifikat dan dikelola kembali oleh PT PSJ,” kata Saharudin.
Dalam kesempatannya, terdakwa Sudiono berkomentar terkait kepemilikan lahan, “Seharusnya ada pendataan ulang dari koperasi atau kelompok tani jadi kita tahu siapa yang punya lahan sebenarnya,” ucap Sudiono. Sebelum sidang usai, majelis hakim minta pada penasehat hukum, hadirkan kembali Sucipto, saksi minggu lalu untuk membawa bukti kepemilikan lahan. Sucipto hadir dengan membawa bukti kepemilikan lahan atas dirinya.
Usai memeriksa bukti yang dibawa oleh Sucipto, majelis hakim menutup sidang, berikutnya agenda sidang masih pemeriksaan saksi meringankan dari tim penasehat hukum pada pada 16 Oktober 2017. #fadlirct