PN Pelalawan, Rabu 3 Januari 2017—empat penasihat hukum terdakwa PT Peputra Supra Jaya, Himawan Aprianto Saputra Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Pelalawan, siap-siap di mejanya masing-masing. Satu-persatu pengunjung sidang memasuki ruangan. Mereka berdiri menunggu kedatangan majelis hakim I Dewa Gede Budhy Dharma Asmara, Nur Rahmi dan Rahmad Hidayat Batu Bara. Nama terakhir menggantikan A. Eswin Sugandhi Oetara.
Tak berapa lama, hakim masuk ruangan. Semuanya dipersilakan duduk. Palu diketuk tiga kali pertanda sidang dibuka. Sudiono direktur PT Peputra Supra Jaya yang mewakili terdakwa diminta duduk di kursi menghadap majelis hakim. “Hari ini kita dengarkan pleidoi dari penasihat hukum saudara,” kata ketua majelis hakim. Sudiono juga menyampaikan pleidoinya secara pribadi.
Penasihat hukum membacakan pleidoi setebal 263 halaman secara bergantian sejak pukul 7 malam. Menurut mereka, lahan yang dikelola oleh PT Peputra Supra Jaya adalah milik masyarakat adat atau ninik mamak yang diserahkan pada perusahaan melalui KUD Sawit Raya untuk ditanami kelapa sawit dengan sistem plasma pola kerjasama KKPA. Kerjasama ini dibuat pada 18 April 2002 yang diketahui pejabat Camat Langgam waktu itu.
Dalam perjanjian kerjasama tersebut, PT Peputra Supa Jaya dibebaskan dari tanggungjawab bila dikemudian hari terdapat permasalahan hukum dari pihak ketiga maupun pihak lainnya.
Hal ini menyinggung PT Nusa Wana Raya yang melaporkan PT Peputra Supra Jaya ke Bareskrim Polri hingga sekarang masuk persidangan. Kata Linda, salah seorang penasihat hukum terdakwa, PT Nusa Wana Raya keliru atas laporannya tersebut, karena bukan PT Peputra Supra Jaya yang bertanggungjawab atas penyerobotan lahan. “Seharusnya ini masuk dalam ranah perdata.”
Terkait tuntutan Rp 10 miliar terhadap terdakwa PT Peputra Supra Jaya, menurut penasihat hukum itu harus ditolak. Alasannya, negara maupun PT Nusa Wana Raya tidak mengalami kerugian. Besaran tuntutan dinilai tidak berdasarkan hitungan yang jelas dan rinci. Penasihat hukum juga mengkritik penerapan pidana terhadap korporasi. Bila ini tidak selektif akan berdampak terhadap hak buruh, masyarakat, petani atau orang-orang yang tinggal di sekitar korporasi.
Selama beroperasi PT Peputra Supra Jaya telah memiliki izin prinsip dan izin usaha perkebunan dan sekarang tengah mengupayakan penyesuaian perizinan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 pasal 113 ayat 2 tentang perkebunan. Pada intinya, pasal ini menjelaskan, PT Peputra Supra Jaya masih ada waktu hingga 2019 untuk menyesuaikan izin dengan luasan lahan yang dikelola, bukan mengurus izin baru.
Kata Heru Susanto, penasihat hukum yang lain, justru PT Nusa Wana Raya tak melaksanakan amanat dalam SK 444/KPTS-II/1997 tanggal 6 Agustus dan telah menelantarkan areal HPH HTI nya. Dalam SK ini dijelaskan, lahan tersebut harus diperuntukkan pola transmigrasi, tapi kenyataannya PT Nusa Wana Raya tidak melibatkan para transmigran di arealnya.
Penasihat hukum pun meminta majelis hakim menolak tuntutan jaksa penuntut umum untuk mengembalikan areal yang dirampas pada Dinas Kehutanan Provinsi Riau Cq PT Nusa Wana Raya. “Karena penuntut umum harus mewakili kepentingan umum bukan kepentingan privat,” tegas Linda.
Tak hanya itu, penasihat hukum terdakwa juga menegaskan, bahwa terdakwa tidak bisa dibebankan atas tidak konsistennya pemerintah—menteri kehutanan—menerbitkan satu keputusan, dalam hal ini keluarnya SK 673 dan SK 878 tahun 2014 yang berselang satu bulan. Menurut mereka, SK 673 tetap berlaku dengan segala akibat hukumnya.
Diujung pleidoinya, penasihat hukum memohon pada majelis hakim supaya:
- Menyatakan terdakwa PT Peputra Supra Jaya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perkebunan, sebagaimana didakwakan dalam surat dakwaan tunggal pasal 105 juncto pasal 47 ayat 1 juncto pasal 113 ayat 1 undang-undang republik Indonesia nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan.
- Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan.
- Mengembalikan seluruh barang bukti sebagaimana yang disebutkan dalam surat tuntutan kepada pemiliknya, PT Peputra Supra Jaya, Koperasi Gondai Bersatu dan Koperasi Sri Gumala Sakti.
- Mengembalikan areal perkebunan kelapa sawit PT Peputra Supra Jaya yang telah disita oleh direktorat tindak pidana tertentu badan reserse kriminal Polri, berdasarkan berita acara penyitaan tanggal 14 Maret 2017 kepada yang berhak dalam hal ini, PT Peputra Supra Jaya, Koperasi Gondai Bersatu dan Koperasi Sri Gumala Sakti.
- Memulihkan hak terdakwa PT Peputra Supra Jaya tersebut dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya serta nama baiknya.
- Membebankan biaya perkara pada negara.
Dakwaan ini selesai dibaca penasihat hukum hampir pukul 11 malam. Setelahnya, Sudiono dipersilakan menyampaikan pleidoinya lebih kurang setengah jam. Isinya lebih kurang sama. Giliran penuntut umum akan menyampaikan tanggapan atau replik pada sidang selanjutnya, Kamis 11 Januari 2018.#Suryadi-Senarai