PN Bengkalis, 20 Maret 2024 – Persidangan Terdakwa yang terdiri dari; Yulius Zalukhu, Eko Suripto, Paijo Riswandi dan Suparmo Hadi Raharjo dibuka oleh Ketua Majelis Hakim Febriano Hermady dengan hakim anggota Rentama Puspita Farianty Situmorang dan Aldi Pangrestu. Persidangan penebangan kayu ini dibuka dengan agenda pemeriksaan ahli dari terdakwa.
Tim Penasehat Hukum para terdakwa menghadirkan 2 orang saksi ahli, Wiyana dan Ahmad Zailani Lubis. Wiyana merupakan ahli dari terdakwa Paijo Riswandi saja, sedangkan Ahmad Zailani Lubis untuk ketiga terdakwa lainnya.
Wiyana ahli lingkungan hidup, Fungsional Penyidik Lingkungan Hidup Ahli Madya di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau. Ia menjelaskan terkait keterlanjuran kegiatan di dalam kawasan hutan, yang mana kegiatan dalam hal pertambangan, perkebunan dan kegiatan lain yang telah terbangun di dalam kawasan hutan harus memiliki izin dibidang kehutanan dan bila terlanjur dapat dipidana. Kini pasca terbitnya Undang-Undang nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusak Hutan, tidak memerlukan persetujuan perizinan lagi dan bila usaha terbangun maka dikenakan sanksi administratif termuat di Pasal 110A dan 110B.
Di dalam pasal 110A diberikan terhadap segala subyek hukum yang melakukan kegiatan berusaha di dalam kawasan hutan dan sudah memiliki perizinan tetapi sudah memiliki izin berusaha, sedangkan di dalam pasal 110B yang belum memiliki izin berusaha sama sekali.
Kemudian, sanksi administratif yang diberikan dapat berupa penghentian kegiatan atau dicabut izin kegiatan berusahanya, hal itu berdasarkan verifikasi dan validasi yang sudah dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jika sanksi administratif tidak dilaksanakan maka akan berganti dan diberikan sanksi pidana.
Kelompok Tani Hutan (KTH) Sungai Linau Maju Bersama sudah mengajukan permohonan perizinan keterlanjuran kegiatan dalam kawasan hutan dengan skema Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda adminitrat bidang kehutanan. termuat dalam Surat Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dengan Nomor: SK.1077/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2022. Disitu sudah dijelaskan untuk KTH dengan skema pada Pasal 110A atau 110B. Masyarakat diperbolehkan untuk mengolah lahan dan dilarang untuk kegiatan baru seperti penebangan kayu dan atau pembukaan lahan.
Pemeriksaan ahli selanjutnya, Admad Zailani Lubis ahli Perhutanan Sosial. Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan di UPT Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Sumatera Seksi Wilayah II Pekanbaru. Ia menerangkan terkait keterlanjuran kegiatan perkebunan dalam kawasan hutan khususnya di areal Perhutanan Sosial.
Awalnya ketiga terdakwa yang tergabung di dalam KTH Sungai Linau Maju Bersama pada tahun 2022 melakukan Permohonan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan oleh Masyarakat melalui Skema PP No. 24 Tahun 2021.
Karena wilayah KTH Desa Sungai Linau tidak memiliki izin kehutanan ataupun perkebunan maka dikategorikan masuk ke dalam Pasal 110 B.
Setelahnya, terbit Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan SK.1077/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2022 tentang data dan informasi kegiatan usaha yang telah terbangun dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan.
Subyek hukum yang melakukan keterlanjuran kegiatan dan masuk di dalam SK tersebut diberikan sanksi administratif berdasarkan skema PP No. 24 Tahun 2021.
Keterlanjuran kegiatan berusaha kelompok dalam kawasan hutan itu dapat dipidana jika kelompok tersebut melakukan kegiatan baru di luar daripada isi yang telah dimohonkan ke KLHK. Kemudian, keterlanjuran kegiatan perkebunan di dalam areal kawasan hutan itu masih diperbolehkan selama kegiatan tersebut masih sesuai dengan areal yang dimohonkan.
Setelah SK.1077 terbit maka dilakukan verifikasi dan validasi sehingga akhirnya akan dilakukan penyelesaian keterlanjuran kegiatan ini dengan skema Program Penyelesaian Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH) atau dengan skema Perhutanan Sosial.
Ketika izin sudah diterbitkan, maka si pemohon wajib melaksanakan tanggung jawabnya dan membuat rencana kerja 10 tahun. Jika melakukan kegiatan lain diluar yang dimohonkan maka akan dilakukan pembekuan sementara dan pencabutan izin.
Program penyelesaian perizinan keterlanjuran kegiatan dalam kawasan hutan ini memang diprioritaskan untuk masyarakat setempat bukan masyarakat dari luar. “Misalnya yang di Desa Sungai Linau, ternyata yang mengusulkan itu masyarakat dari Pekanbaru, itu harus dihindari. Diprioritaskan terlebih dahulu masyarakat tempatan” kata Amad Zailani Lubis.
Kronoligis kasus dari data SIPP PN Bengkalis
Penjual Lahan
Isa Roni punya lahan warisan orang tua seluas 10 hektar. Maret 2023 dijual ke Safrudin Simangsung seluruhnya seharga Rp 60 juta. Juli 2023 Safrudin minta ke Isa supaya membersihkan lahan yang penuh semak belukar itu. Saat akan membersihkan Paijo Riswandi datang bilang kalau lahan itu sudah dijual ke orang lain tanpa sepengetahuan mereka. Paijo tunjuk lahan lain yang akan dijadikan gantinya. Lahan itu 1,5 hektar semak sisanya 8,5 hektar hutan banyak pepohonan.
Paijotawarkan diri membersihkan lahan dengan alat berat yang sudah ia rental, Safrudin setuju dan menggadaikan motornya untuk bayar biaya pembersihan.
Paijo tahu kalau lahan tersebut masuk dalam Kawasan hutan Ketika penyampaian materi Badan Restorasi Gambut di 2017 ketika penyuluhan bagi anggota Pengelola Hutan Desa.
Sangkaan pasal dakwaan untuk Paijo tidak termuat lengkap.
Pembeli Lahan
Terdakwa membeli lahan dari Paijo,Hermanto dan Alm Didik Efendi di lahan Kawasan Hutan di Desa Sungai linau. Diawali, 2014 Eko Suripto beli 8 hektar dari orang bernama Hermanto seharga Rp 34 juta. Ternyata lahan bermasalah dan diberi ganti 6 hektar yang berbatasan dengan lahan Yulius Zalukhu. Ternyata lahan pengganti itu Kawasan hutan yang diberitahu petugas Kelompok Pengelola Hutan Bengkalis.
Suparmo Hadi Raharjo ditawarkan oleh alm Didik Efendi sekitar 2019 kebun kelapa sawit yang berada di Desa Sungai linau ditawari lahan seluas 40 hektar, per hektar dihargai Rp 15 juta. Uang muka sebesar Rp 150 juta dijemput Alm Didik dan Paijo (Ketua kelompok tani yang dipercaya jual tanah). Lalu ditawari lagi lahan seluas 80 hektar, uang muka Rp 200 juta. Selebihnya dikirim ke rekening istri Paijo bernama Cahyati sebanyak Rp 330 juta dalam 4 transaksi. Maka total Rp 680 juta.
Yulius Zalukhu alias Nias sekitar Juli 2021 dapat informasi twaran jual tanah Rp 10 juta per pancang di Sungai Linau. Yulius tertarik akan dijadikan kebun sawit. ketemu dengan Paijo, sepakat membeli 18 hektar seharga Rp 150 juta. Karena masih banyak pohon besar, Paijo tawarkan untuk pembersihan. Hingga Januari 2022 sudah dibersihkan 8 hektar dan 4 hektar sudah ditanami sawit.
Semua lahan dibersihkan dengan cara stecking pepohonan besar dengan alat berat sewaan Paijo. Lalu paijo juga yang menanam sawitnya.
Setelah operasi penindakan dari Direktorat tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri dan dibawa ke kantor KLHK di Pekanbaru, mereka tahu kalau lahan masuk dalam Kawasan hutan dengan kategori Hutan Produksi Tetap.
Eko Suripto , Suparmo Hadi Raharjo dan Yulius Zalukhu alias Nias didakwa dakwaan Subsidair:
Primair Pasal Pasal 78 ayat (2) jo Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana telah diubah dengan Pasal 78 ayat (3) jo Pasal 50 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana telah ditetapkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Subsidair: Pasal 78 ayat (2) jo pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana telah diubah dengan Pasal 78 ayat (3) jo Pasal 50 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana telah ditetapkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang
Sidang selesai dan akan dilanjutkan kembali pada Rabu, 27 Maret 2024 dengan agenda Pemeriksaan para terdakwa. #Rahmat