–Sidang Kelima Perkara Suap Alih Fungsi Kawasan Hutan Riau terdakwa Annas Maamun
- Video : Sidang Lima Atuk
- Audio : Sidang Atuk Lima (1)
- : Sidang Atuk Lima (2)
Bandung, 11 Maret 2015 – Terpidana perkara suap alih fungsi kawasan hutan Riau, Gulat Medali Emas Manurung, tiba di Pengadilan Negeri Bandung pukul 09.00. Ia menjadi saksi untuk terdakwa Annas Maamun, Gubernur Riau non aktif.
Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Annas menerima uang total Rp 5,5 Miliar terkait revisi tata ruang wilayah Riau. Rp 2 Miliar dari Gulat Manurung. Gulat dihukum 3 tahun terkait perkara ini. “Saya tidak banding,” katanya.
Gulat Manurung mengakui bahwa ia memberikan uang kepada Annas Maamun. Namun ia menyangkal itu uang suap. “Pak Gubernur pinjam. Mungkin orang boleh tidak percaya, tapi kenyataannya Pak Gubernur sering pinjam uang sama saya,” katanya di depan persidangan.
Gulat juga tak menyangkal bahwa ia masukkan lahannya di Kuantan Singingi ke dalam usulan revisi tata ruang wilayah Riau. “Tapi saya tak pernah bilang langsung kepada Pak Annas Maamun,” ujarnya. Saya, katanya lagi, hanya minta ke Cecep Iskandar, Kabid Planologi Kehutanan Riau untuk masukkan lahan saya 140 hektar. “Kalau Pak Cecep bilang ke Pak Annas, saya tidak tahu.”
Ia ditangkap tangan oleh KPK saat menyerahkan uang setara Rp 2 Miliar dalam mata uang dollar Singapura di perumahan Citra Grand Cibubur kepada Annas Maamun.
Selain lahan di Kuantan Singingi, jaksa mendakwa Gulat mengurus lahan milik Edison Marudut Marsadauli Siahaan dan lahan milik Annas Maamun ke dalam usulan revisi tata ruang wilayah Riau. Gulat tak membantah dakwaan tersebut.
“Saya ada urus lahan milik masyarakat miskin Kabupaten Rokan Hilir. Saya dengar ada juga lahan milik Pak Annas Maamun 10 hektar,” kata Gulat.
Edison Marudut Marsadauli Siahaan adalah Direktur Utama PT Citra Hokiana Triutama. Ia berteman baik dengan Gulat Manurung. Gulat tawarkan lahan Edison dimasukkan ke dalam usulan revisi tata ruang wilayah Riau.
“Setelah di overlay, Cecep bilang lahannya di Pekanbaru. Sementara Edison bilang lahannya di Duri, Bengkalis. Karena ada perbedaan lokasi, setahu saya lahannya tak jadi dimasukkan ke dalam usulan revisi. Pak Edison juga tak terlalu tertarik. Sawitnya sudah mau replanting, selama ini tidak ada masalah,” aku Gulat Manurung.
“Tapi saat Cecep bersaksi di persidangan ini, dia bilang lahan Edison di Duri dimasukkan dalam usulan revisi?”
“Kalau akhirnya dimasukkan, saya tidak tahu. Terakhir kali setahu saya tidak masuk.”
Jaksa mendakwa Gulat jadi perantara penyerahan uang Rp 500 juta dari Edison Marudut untuk Annas Maamun dan Rp 3 Miliar dari Surya Darmadi, pemilik PT Duta Palma untuk Annas Maamun. Kepentingan Surya memasukkan lahan PT Duta Palma seluas 18 ribu hektar ke dalam usulan revisi tata ruang wilayah Riau.
Dana Rp 500 juta Gulat mengakui. Uangnya diberikan oleh Jonnes Silitonga, Direktur PT Duta Palma kepada Gulat. Ia kemudian suruh anak buahnya Hendra Pangodian Siahaan dari PT Anugerah Kelola Artha menyerahkan uang tersebut kepada Fuad Dilazi, Kabag Protokoler Kantor Gubernur Riau. Saat bersaksi di persidangan, Hendra mengakui hal tersebut.
Gulat mengaku tak tahu uang itu untuk apa. Menurut Jonnes Silitonga, dana Rp 500 juta untuk memuluskan langkah PT Citra Hokiana Triutama mengikuti proyek pembangunan jalan di lingkungan Pemerintah Propinsi Riau. “PT Citra Hokiana Triutama dapat 3 dari 6 proyek lelang di Pemerintah Propinsi Riau,” kata Jonnes saat bersaksi di persidangan Annas Maamun minggu lalu.
Keterangan Gulat Manurung berbelit saat menerangkan dana Rp 3 Miliar dari Surya Darmadi untuk Annas Maamun. Gulat mengakui menerima uang dari Surya Darmadi Rp 3 Miliar untuk Annas Maamun dan Rp 650 juta untuk dirinya. Namun ketika jaksa bertanya apakah uang itu diseraahkan pada Gubernur Riau? Gulat terdiam.
Jaksa Wawan Yunarwanto bacakan BAP Gulat Manurung nomor 55 poin 4.
“Sekitar jam 13.00 WIB saya bertemu dengan Saudara Suheri Tirta di salah satu kamar Hotel Aryaduta Pekanbaru. Pada pertemuan tersebut Suheri Tirta menyerahkan amplop berwarna coklat yang dia katakan berisi uang dollar Singapura setara Rp 3 Miliar untuk Gubernur Riau dan untuk saya uang dalam amplop coklat dalam bentuk dollar Singapura sebesar Rp 650 juta sambil mengatakan, “Pak ini ada uang sesuai dengan kesepakatan kemarin dan nanti kalau sudah diteken Menteri maka akan ditambah.” Pada saat itu saya langsung menerima amplop tersebut tanpa melihat isinya. Kemudian saya langsung menuju ke rumah Dinas Gubernur Riau namun karena Gubernur sedang istirahat maka saya kembali lagi pada pukul 17.00 WIB dan bertemu dengan Gubernur Riau di ruang makan dan menyerahkan uang kepada Gubernur Riau sambil mengatakan, “Ini Pak uang dari Duta Palma dan setelah di tanda tangan Menteri maka akan ditambah lagi,” dan dijawab oleh Gubernur Riau, “Iyolah nanti kita usahakan.” Selanjutnya uang tersebut diterima Gubernur dan saya langsung kembali ke rumah.”
Gulat bilang pernah memberikan keterangan itu tapi tak sepenuhnya benar.
Hakim ketua Barita Lumban Gaol menelisik lebih jauh.
“Itu kan uang bukan kecil. Besar lho itu Rp 3 Miliar. Kalau hanya Rp 300 ribu atau Rp 3 juta bisa dimasukkan dalam dompet, mungkin lupa. Tapi ini Rp 3 Miliar, kan gampang itu ingatnya diberikan pada siapa uang itu. Benar Saudara terima uang dari Suheri Tirta?”
“Benar.”
“Saudara serahkan ke Gubernur?”
“Saya tidak ingat. Seingat saya Pak Gubernur pinjam Rp 300 juta…”
“Nggak usah dulu bicara Rp 300 juta, Rp 50 juta. Coba Saudara ingat, ada tidak Saudara serahkan uang ke Gubernur dari Suheri Tirta. Atau Saudara makan sendiri uang itu? Tentu itu lagi saya bilang. Saudara bilang terima uang dari Suheri Tirta. Kalau tak diberikan ke Gubernur, apa Saudara makan sendiri uang itu? Nanti saya tanyakan lagi, dibelanjakan kemana uangnya sama Saudara?”
Gulat hanya diam.
“Setelah divonis, kok Saudara jadi banyak lupa dan tidak ingatnya? Tapi itu benar keterangan Saudara di BAP? Dipaksa nggak waktu memberikan keterangan itu?”
“Dipaksa sih tidak, tapi…”
“Dibujuk rayu tidak?”
“Tidak.”
Akhirnya Gulat mengakui bahwa uang Rp 3 Miliar diserahkannya kepada Gubernur Riau sesuai keterangan dalam BAP.
Selain Gulat Manurung, jaksa juga menghadirkan Eddy Ahmad RM dan Triyanto sebagai saksi.
Eddy Ahmad RM, pemilik Koran Riau menceritakan dirinya dititipkan uang oleh Gulat Manurung untuk dibawa ke Jakarta. Ia tak tahu jumlah uangnya berapa, yang jelas dimasukkan ke dalam amplop coklat.
“Gulat bilang uang itu untuk Annas Maamun. Saya sempat telepon Pak Annas dulu sebelum ke Jakarta. Dia mengizinkan saya pergi,” kata Eddy.
Triyanto ajudan Annas Maamun. Ia menerima uang dari Gulat Manurung di Perumahan Citra Grand Cibubur. “Saya tak tahu jumlahnya berapa. Diserahkan dalam tas ransel warna hitam,” kata Tri.
Esok paginya, lanjut Tri, Bapak minta ditukarkan dalam dollar Singapura. “Saya antarkan tas itu ke Hotel Le Meridien, tempat Gulat menginap.”
Sorenya Gulat kembali ke rumah Annas Maamun di Perumahan Citra Grand Cibubur untuk menyerahkan kembali uang yang sudah ditukarkannya. Saat itulah tim KPK datang dan menangkap mereka.
Annas Maamun tak memberi komentar maupun pertanyaan atas keterangan saksi-saksi.
Sidang ditutup sekitar pukul 16.00 dan dilanjutkan Selasa, 17 Maret 2015. #rct-Lovina)