Kasus KUD Pematang Sawit Pantau

KUD Pematang Sawit Tidak Memiliki IUP dan Berada dalam Kawasan Hutan

video

PN Pelalawan, Kamis 7 Desember 2017—ketua majelis hakim Weni Warlia membuka sidang perkara pidana atas nama terdakwa KUD Pematang Sawit. Ia didampingi Ria Ayu Rosalin dan Rahmad Hidayat Batubara. Terdakwa diwakili Khairul Pagab sebagai wakil ketua 2 Pematang Sawit.

Penuntut Umum Marthalius menghadirkan dua saksi fakta dan seorang ahli. Pertama, Heri Hadiasyahputra yang pada saat diperiksa penyidik, sebagai Kepala Seksi Bina Usaha Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pelalawan. Sekarang ia pindah tugas di Badan Penanaman Modal.

Pada waktu itu Heri bertugas memonitoring perusahaan atau badan usaha yang memiliki izin usaha perkebunan maupun yang belum punya izin. Katanya, Pematang Sawit sebagai badan usaha berbentuk koperasi tidak memilik izin usaha perkebunan. “Kami sudah pernah beri surat peringatan.”

Berdasarkan undang-undang nomor 39 tahun 2014, budidaya perkebunan dengan luasan skala tertentu atau di atas 25 hektar wajib memiliki izin usaha perkebunan budidaya atau IUP-B. Dalam Peraturan Menteri Pertanian nomor 98 tahun 2013, badan usaha atau perorangan yang hendak mengajukan permohonan izin ini, wajib memenuhi beberapa persyaratan, sebagaimana dijelaskan pada bab 3 pasal 21.

“Selama saya menjabat belum pernah menerima permohonan izin dari KUD Pematang Sawit,” kata Heri. Tapi, kata Heri, kalau pun terdakwa mengajukan permohoanan izin, mereka tak akan mengeluarkannya karena status lahan dalam kawasan hutan.

Setelah Heri, giliran Azwandi yang diminta keterangan. Ia pegawai negeri sipil dinas koperasi dan usaha mikro kecil menengah Kabupaten Pelalawan. Katanya, KUD Pematang Sawit berbadan hukum sejak 1998, era Pemerintahan Kabupaten Kampar. Saat Pelalawan jadi kabupaten sendiri, pada 2012 status badan hukum koperasi ini diperbaharui. Sejak berdiri, Syamsuarlis tetap sebagai ketua.

Azwandi tak tahu bagaimana aktivitas Pematang Sawit. Koperasi ini, katanya, tak pernah bikin laporan akhir tahun. “Ia tergolong tak aktif.”

Azwandi tak banyak ditanya. Sebelum pemeriksaan ahli, Marthalius hendak membacakan keterangan dua orang saksi fakta di berkas acara pemeriksaan. Dua orang ini, katanya, sudah dipanggil beberapa kali namun tak kunjung hadir. Hakim mempersilakan. Tapi penasihat hukum minta panitera mencatat keberatan mereka.

Keterangan yang dibaca oleh Marthalius adalah saksi Goh Bun Hock, manajer pembelian tandan buah segar PT Mitra Unggul Pusaka. Ia menerima penjualan buah sawit dari 3 orang pemasok, salah satunya dari Djon Rinaldi pemilik CV Karya Bersama. Antara pemasok dan Goh Bun Hock bikin surat jaminan tentang asal usul buah sawit yang dijual. Surat jaminan ini dievaluasi tiap 6 bulan sekali.

Namun, Goh Bun Hock termasuk dua asistennya tak pernah mengecek kebenaran asal usul tandan buah segar tersebut. Bahkan, Goh Bun Hock tak mengenal KUD Pematang Sawit yang menjual sawitnya lewat CV Karya Bersama tersebut. Selama kerjasama ini, ia hanya berkomunikasi dengan Djon Rinaldi. CV Karya Bersama adalah mitra Goh Bun Hock yang paling banyak menyuplai tandan buah segar. Tiap bulannya 3000 ton kelapa sawit.

Selanjutnya keterangan Hermawan Halim, admin officer pembelian buah sawit PT Mitra Unggul Pusaka alias asisten Goh Bun Hock. Ia merekap pembayaran hasil pembelian buah sawit pada penyuplai di luar PT Mitra Unggul Pusaka.

Penyuplai mengantar langsung tandan buah segar ke perusahaan dan menerima pembayaran paling lambat dua hari setelah ditimbang. Syaratnya, penyuplai menyerahkan KTP, NPWP, nomor rekening dan menandatangani surat jaminan terhadap asal usul buah sawit.

Tiga penyuplai tandan buah segar ke PT Mitra Unggul Pusaka adalah, CV Karya Bersama, CV Segati Jaya dan dari perorangan atas nama Safitri. Ketiganya menyuplai lebih kurang 7 ribu ton buah sawit tiap bulannya. Sama dengan keterangan Goh Bun Hock, CV Karya Bersama adalah penyuplai terbesar di luar perusahaan mereka.

Setelah dibacakan, hakim memanggil ahli dari Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Pelalawan, Nasep Vandi Sulistiyo. Ia Kepala Seksi Hubungan Hukum, ditanya soal tanah ulayat di Pelalawan.

Katanya, pemerintah memang mengakui hak ulayat sejak undang-undang pokok agraria ditetapkan. “Namanya hak komunal.” Namun di Pelalawan belum ada peraturan daerah yang mengatur ini. Masyarakat boleh saja mengajukan hak ulayat sepanjang mereka masih menganut sistem adat istiadat. Mereka masih memiliki bathin atau ninik mamak dan dapat menunjukkan batas wilayah adat mereka.

Hak ulayat ini dikelola bersama dan tak bisa diperjualbelikan. Ia dikelola untuk generasi berikutnya. Mengenai lahan KUD Pematang Sawit, Nasep tak tahu. “Kalau memang itu tanah ulayat, ia tak boleh dalam kawasan hutan. Harus minta pelepasan kawasan hutan pada menteri dulu.”

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang nomor 10 tahun 2016, mengatur tentang tata cara penetapan hak komunal atas tanah masyarakat hukum adat.

Semua saksi selesai diperiksa hampir pukul 6 petang. Hakim menunda sidang sampai Rabu depan, 13 Desember 2017.#Suryadi-rct

About the author

Ahlul Fadli

Tertarik dunia multimedia sejak 2009 saat bergabung dengan Lembaga Pers Mahasiswa Bahana Univeristas Riau, selain itu terlibat dalam gerakan sosial, kebudayaan, pendidikan dan industri kreatif.

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube