Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Jumat 4 Maret 2022—Sidang korupsi terdakwa General Manager PT Adimulia Agrolestari (AA) Sudarso, kembali digelar. Dia, diminta keterangan, setelah semua saksi diperiksa dalam beberapa persidangan sebelumnya.
Sudarso, tidak berbelit menjawab pertanyaan majelis dan penuntut umum KPK. Dia, mengakui semua perbuatannya.
Sudarso, bergabung dengan AA sejak 2005. Saat itu, perusahaan yang berkantor pusat di Medan tersebut memiliki Hak Guna Usaha (HGU) di Kampar. Pada 2019, karena ada perubahan batas wilayah, HGU terbagi dua wilayah. Yakni, Kuantan Singingi yang juga dipecah menjadi tiga HGU.
Jelang habis masa berlaku HGU pada 2024, dia diperintahakn Frank Widjaya, pemilik AA, mengajukan permohonan ke Kantor Pertanahan Kuantan Singingi dan Kampar. Karena luas areal lebih 250 hektare, permohonan itu diteruskan ke Kantor Wilayah BPN Riau.
Sampai akhirnya diadakan rapat ekspos di Prime Park Hotel, oleh Panitia B yang diketuai Kepala Kanwil BPN Riau Muhammad Syahrir. Di sini, Sudarso menemui kendala. Sejumlah kepala desa dari Kuansing meminta AA bangun kebun plasma.
Sudarso, keberatan karena AA telah bangun kebun masyarakat, jauh hari, di wilayah Kampar. Dia, juga merasa telah menjalankan kewajiban tersebut setelah adanya surat dari Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Riau: menyatakan AA telah membangun 21 % kebun plasma dari luas Izin Usaha Perkebunan (IUP).
Selain itu, Sudarso menganggap kebun plasma yang dibangun PT Surya Agrolika Reksa (SAR)—sesama Grup Adimulya—di wilayah Kuansing, juga merupakan bagian dari kewajiban pemenuhan plasma AA.
Ketua Majelis Dahlan, membantah dalih Sudarso. Pertama, surat yang dikeluarkan Dinas Perkebunan mengacu pada IUP, sedangkan AA tengah mengurus perpanjangan HGU ke BPN yang memilik aturan sendiri atas kewajiban pembanguan kebun masyarakat. Kedua, SAR dan AA berbeda badan hukum.
Sudarso tidak berkilah lagi setelah mendengar penjelasan majelis. Tapi, dia mengaku siap membangun kebun plasma bila lahannya ada dan tersedia. Dia, pun minta pemerintah setempat menyediakan lahannya.
Perdebatan soal kebun plasma diselesaikan dengan surat rekomendasi Bupati Kuansing Andi Putra. Bupati, diminta menyetujui kebun plasma AA di Kampar dan menyatakan tidak perlu membangun lagi di Kuansing.
Namun, Sudarso mengaku tidak pernah membahas usulan rekomendasi bupati itu pada saat eskpos. “Saya tahunya dari staf beberapa hari setelah rapat. Saya kaget juga mendengarnya. Mau tak mau, saya ikuti juga. Saya yang rancang sendiri surat permohonannya. Meski beberapa kali mengulang narasi surat.”
Sudarso, mengantar sendiri permohonan itu ke Andi Putra di rumah dinas bupati. Dalam obrolannya, Sudarso mengatakan, Andi Putra siap membantu dan juga meminta imbalan. Istilahnya, sama-sama saling membantu.
Suap
Sudarso, mengaku sudah kenal lama dengan Andi Putra, bahkan Bupati Kuansing itu pernah datang ke pernikahan anaknya.
Sudarso, pernah memberikan uang Rp 75 juta saat Andi Putra masih duduk di DPRD Kuansing. Ketika Andi Putra mencalonkan diri pemilihan Bupati Kuansing, Sudarso juga membantu biaya kampanye Rp 200 juta.
Tidak hanya itu, setelah jadi bupati, Andi Putra pernah datang ke kediaman Sudarso untuk meminjam uang Rp 1,5 miliar. Tapi Sudarso, baru memberikan Rp 500 juta, melalui sopir Andi.
Ketika menyerahkan permohonan penerbitan rekomendasi, Sudarso, bilang Andi Putra juga meminta biaya Rp 1,5 miliar. Dia, menyanggupinya tapi dengan cara dicicil. Itu, setelah disetujui Frank Widjaya.
“Pinjaman atau pemberian? Kalau pinjaman ada jaminan dan perjanjian jangka waktu pengembalian,” sanggah Majelis Dahlan.
Sudarso, kukuh bahwa itu pinjaman. Namun, dia tidak menampik punya maksud dan tujuan. Harapannya, Andi Putra mempermudah urusan AA, kelak. Tidak terkecuali permintaan rekomendasi persetujuan kebun plasma di Kampar.
Dalam catatan keuangan AA yang ditunjuk penuntut umum dipersidangan, uang yang diberikan pada Andi Putra jelas disebut untuk pengurusan HGU.
Tidak hanya Andi Putra, dalam urusan perpanjangan HGU, Sudarso mengaku juga beri uang ke Kepala Kanwil BPN Riau termasuk sejumlah pejabat di dalamnya. Misal, dia telah menyetor Rp 1,2 miliar ke Muhammad Syahrir sejak awal bahas rencana perpanjangan HGU.
Sudarso, juga membiaya hotel tempat rapat Panitia B yang diserahkan melalui Indrie Kartika Dewi, salah satu pejabat dia Kanwil BPN Riau. Uang dikasih lebih banyak dari biaya hotel yang mesti dibayar, sebab sisanya dibagi buat orang di Kanwil BPN Riau.
Saat ekspos juga, Sudarso bagi-bagi uang pada peserta rapat. Mulai kepala desa hingga Kepala Dinas Perkebunan Riau.
Sudarso, mengakui kesalahannya dan bertanggungjawab terhadap perbuatannya. Dia, juga ambil keuntungan dari tiap pemberian uang. Misal, dia minta Rp 1,6 miliar ke kantor tapi yang diserahkan ke Muhammad Syahrir Rp 1,2 miliar. Ambil 5 juta saat ekspos. Begitu juga permintaan uang ke kantor untuk bagi-bagi ke pejabat lainnya selama mengurus perpanjangan HGU.
Sidang ini dilanjutkan kembali, Kamis 10 Maret 2022.#Suryadi