PN Pelalawan, Selasa 14 November 2017—majelis hakim Weni Warlia bersama Ria Ayu Rosalin dan Rahmad Hidayat Batubara, memasuki ruang sidang cakra pukul 2 siang. Mereka memimpin sidang perkara pidana atas nama terdakwa Koperasi Unit Desa Pematang Sawit, yang diwakili Khairul Pagab selaku wakil ketua.
Penuntut umum Himawan Saputra menghadirkan empat orang saksi. Tiga diantaranya pengurus koperasi. Mereka, Syamsuarlis sebagai ketua, Mangapul Hutagalung pengawas kebun, Sudirman sebagai sekretaris dan Suharti sebagai bendahara pengganti. Semuanya diperiksa bersamaan.
Weni Warlia memulai pertanyaannya langsung pada Syamsuarlis. Ia menjabat ketua koperasi sejak 1996. Koperasi ini menyediakan bibit padi bagi anggotanya. Juga melayani simpan pinjam anggota serta mendistribusi sembako. Usaha ini hanya bertahan selama dua tahun. Sejak 1998 sampai 2008, pematang sawit sempat vakum.
Menurut Syamsuarlis, tanah yang dimiliki oleh anggota koperasinya adalah tanah ulayat yang diserahkan oleh ninik mamak atau pemangku adat Desa Segati. Tanah ini diserahkan pada koperasi melalui anak kemenakan supaya dikelola untuk ditanami sawit.
Pada 2008, setelah lahan anggota koperasi lama tak diolah, Syamsuarlis kaget saat meninjau lahan tersebut dan sudah ditanami sawit. Ini tanpa sepengetahuannya termasuk anggota koperasi yang lain. Ia mencari tahu. Rupanya, ada pemilik modal yang menanam sawit di lahan mereka. Orang tersebut adalah Dedi Alpina.
Mereka pun berunding. Kesepakatannya dibuat sistem bagi hasil. Dedi Alpina yang mereka sebut sebagai mitra dapat 60 persen atas produksi sawit, sementara koperasi sebagai pemilik lahan mendapat 40 persen.
Lambat laun, mitra pematang sawit semakin bertambah. Ini dimulai sejak 2014. Nama-nama mitra yang disebut Syamsuarlis diantaranya, Agustriawan, Sunarto dan Hariadi. “Ada banyak yang mulia. Sekitar 60 orang mitra kami,” katanya. Sistem bagi hasilnya tetap 60 dan 40 persen untuk masing-masing pihak.
Luas lahan yang dimiliki pematang sawit 9.600 hektar. Luas inilah yang dibagi-bagi pada mitranya masing-masing. Namun, sejak bermitra dengan orang-orang yang disebut tadi, Syamsuarlis mengaku, mereka belum pernah menerima sama sekali bagi hasil atas penjualan sawit. Ini dikarenakan, status lahan yang dikelola tak memiliki izin dan tumpang tindih dengan PT Nusantara Sentosa Raya.
Pada 2014, lahan pematang sawit yang sudah ditanami pernah digusur oleh pihak PT Nusantara Sentosa Raya. Tanamannya bahkan diracun. Konflik ini pernah dilaporkan pada Bupati Pelalawan hingga ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dinas terkait di kabupaten pernah diminta untuk menyelesaikan persoalan ini. Tapi tak menemukan hasil.
Syamsuarlis pun pernah dipanggil oleh kementerian yang dimaksud ke Jakarta bersama pihak PT Nusantara Sentosa Raya dan PT Nusa Wana Raya. Dua perusahaan ini sebelumnya bernama PT Siak Raya Timber.
Syamsuarlis kini menunggu putusan kasasi Mahkamah Agung, atas gugatannya terhadap kementerian kehutanan mengenai status lahan mereka yang dianggap sebagai kawasan hutan. “Padahal itu tanah ulayat yang mulia.” Kata Syamsuarlis, penyebab mereka tak menerima bagi hasil sampai sekarang, karena mitra mereka menunggu putusan MA terlebih dahulu.
Baik KUD Pematang Sawit yang dipimpin Syamsuarlis maupun mitranya yang mengelola lahan ratusan hektar, sama-sama tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan maupun izin usaha perkebunan.
Mangapul Hutagalung yang ditanya kemudian, juga tak tahu menahu soal status kawasan, hingga konflik yang terjadi. Sejak bekerja di 2014, ia hanya mengawasi 300 hektar lahan dengan bantuan 5 orang pekerja. Ia sebagai pengarah untuk dilakukan pembibitan, penanaman dan pemupukan. Imbalannya, ia menerima gaji langsung diambil melalui Khairul Pagab sebagai wakil ketua koperasi.
Sudirman, juga begitu. Ia tak banyak kerja. Hanya menerima laporan dari Hutagalung dan meneruskan laporan tersebut pada Syamsuarlis dalam bentuk tertulis. Namun, sejak bekerja di 2014, ia belum pernah digaji.
Apalagi Suharti. Ia diminta Khairul Pagab jadi Bendahara pada 2015 hanya untuk sementara. Pasalnya, orang yang menjabat sebelumnya telah mengundurkan diri. “Saya tak pernah pegang dan mengelola uang koperasi.” Tapi, Suharti sempat dua kali menandatangani nota keuangan yang disodor Syamsuarlis. Katanya, itu untuk disalurkan pada anggota koperasi.#Suryadi-rct