PN Pelalawan, 18 September 2017. Pada sidang kelima belas, Jaksa penuntut umum Pelalawan mengadirkan ahli Kiswandhono, Kepala Seksi Penanganan Konflik dan Pencegahan Kebakaran, Kementerian Pertanian. Ia akan menjelaskan secara khusus tentang perizinan.
Menurut Kiswandono, perusahaan dalam mengajukan izin harus mengacu pada Undang-undang Perkebunan No 18 tahun 2004 dan 39 tahun 2014. “Di dalamnya mengatur ketentuan yang harus diikuti oleh perushaan,” katanya. Izin Usaha Perkebunan (IUP) menurut Iswandono ada tiga bagian, IUP B (Budidaya) perusahaan yang kelola kebun, IUP P (Pengolahan) perusahaan memiliki pabrik dan IUP Budidaya dan Pengelolaan, perusahaan memiliki kebun dan pabrik pengolahan.
Dalam aturan penerbitan izin sebagian wewenang sudah di berikan ke daerah, “Jika izin berada di dalam satu provinsi maka yang mengeluarkan izin gubernur dan jika berada di dua provinsi maka menteri yang keluarkan izin,” ucap Kiswandhono. Ia menambahkan, Izin yang diberikan diatas 25 ha, berbentuk badan hukum perusahaan atau koperasi. “Untuk perorangan, mereka memegang Surat Tanda Daftar Usaha (STDU).”
Terhadap perusahaan yang melakukan perubahan peruntukan lahan, Kiswandhono menyarankan melapor ke pemberi izin agar diberi persetujuan, “Kalo ada perubahan luasan lahan, pemegang izin harus mengajukan pada pemda supaya dievaliuasi,” ujarnya. “Jika tidak, pemda tidak menerima laporan terhadap operasional di lahan yang baru.”
Menurut penasehat hukum PT Peputra Supra Jaya (PSJ), Jufri Mochtar. 2016, PT PSJ telah mengirikan surat permohonan pelepasan kawasan hutan untu kebun kelapa sawit pada Menteri LHK, untuk pemerintah Pelalawan PT PSJ kirim surat permohonan usaha budidaya seluas 4.300 ha pada 2015 lalu. “Sampai saat ini masih menunggu jawaban,” kata Jufri.
Kiswandhono berpendapat, PT PSJ tidak perlu mengajukan permohonan IUP baru, “Perusahaan hanya pengajukan surat persetujuan perubahan luas lahan, karena PT PSJ sudah punya izin sebelumnya,” ucap Kiswandhono. Ia manambahkan, dalam pasal 114 ayat 2 UU Perkebunan menyebutkan, Perusahaan Perkebunan yang telah melakukan Usaha Perkebunan dan telah memiliki izin Usaha Perkebunan yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini diberi waktu paling lama 5 (lima) tahun untuk melaksanakan penyesuaian sejak Undang-Undang ini berlaku. “PT PSJ punya waktu untuk penyesuaikan ketentuan yang baru hingga 2019,” kata Kiswandhono.
Yang dimaksud penyesuaian dalam UU Perkebunan menurut Kiswandhono, perusahaan harus menfasilitasi kebun sebanyak 20 persen pada warga dengan pola KKPA, bibit bersertifikat, catak peta digital dan izin lingkungan. Namun tidak semua dalam penyesuaian tersebut bisa berjalan lancar, Povinsi Kalimantan Tengah dan Riau masih menyusun Rancangan Tata Ruang Wilayag (RTRW), “Kasus lahan perkebunan yang bersinggungan dengan kawasan hutan masih ada sehingga perlu aturan yang jelas,” ujarnya.
Menurut Kiswandhono, Dirjen Pertanian mendorong Menteri LHK untuk menyelesaikan status kebun yang berada didalam kawasan hutan. “Kita ikuti aturan, agar konflik yang berhungan dengan tata ruang tidak terjadi.”
Penuntut umum Putra pertanyakan tanggung jawab perusahaan ketika sedang mengajukan permohonan, operasional di lahan tidak berjalan dulu, menurut Kiswandhono, tidak ada aturan yang melarang perusahaan berhenti saat pengajuan perubahan kawasan. “Kalau berhenti, kebun ini berbuah, jika tidak ada pemanenan akan menimbulkan penyakit,” kata Kiswandhono.
Sidang dilanjutkan pada Senin 25 September 2017, agenda pemeriksaan ahli dari penunut umum. #fadlirct