Gugatan PTPN 5 vs Masyarakat Pantai Raja Pantau

Perempuan Pantai Raja Cerita PTPN V Caplok Kebun Mereka

Sidang 9—saksi

PN Bangkinang, Rabu 9 Juni 2021—Majelis Hakim Riska Widiana, Syofia Nisra dan Ferdi gelar sidang gugatan PT Perkebunan Nusantara (PTPN V)—penggugat—terhadap 14 masyarakat adat Pantai Raja—tergugat. Agenda sidang kembali memeriksa dua saksi yang dihadirkan kuasa hukum tergugat.

Rohani

Dia, bersama suaminya, Marso, membuka lahan sekitar 1975. Mulanya, mereka menebang hutan lebat dengan tegakan pohon sebesar drum, hanya menggunakan parang. Tanaman awal berupa padi dan setelahnya diganti dengan pohon karet. Di sela-sela itu, atau di sekitar pondokan mereka tanam pisang, ubi maupun durian.

Rohani dan Marso sempat bermukim atau mendirikan tempat tinggal sementara di kebun karetnya. Bahkan, anak keduanya lahir di gubuk tersebut. Setelah berhasil membuka lahan lebih kurang 21 ha, pada 1983 mereka kembali ke rumah. Alasan utamanya, karena Marso menderita sakit.

Sejak itu mereka bolak-balik dari rumah ke kebun dengan jarak lebih kurang 13 kilometer. Mulai saat itu juga, atau sekitar 1984, mereka harus berhadapan dengan PTPN V. Pasalnya, alat berat perusahaan diam-diam pada malam hari menumbang kebun karet masyarakat.

Marso, yang baru setengah sembuh tak tinggal diam mendengar kabar tersebut. Rohani masih ingat, kala itu, dia harus menemani sang suami ke kebun untuk mempertahankan harta mereka satu-satunya. Bahkan, Marso beberapa kali tumbang dan pinsan selama menghadang alat berat perusahaan.

Marso, yang terbiasa berbahasa batak termasuk nias, turut menjadi penolong sehingga tak seluruh kebunnya diusik. Dia berkomunikasi dengan pekerja PTPN V dengan dua bahasa itu dan beberapa kali menantang bos pekerja, supaya turun langsung menghadapinya maupun masyarakat adat Pantai Raja yang jadi korban.

Selain  itu, Marso juga berupaya membentengi kebunnya dengan parit, sehingga alat berat tidak bisa merambah kebun karet yang susah payah digarapnya. Sampai saat ini, beberapa hektar kebun karet tersisa masih berdiri menjulang, di kelilingi kebun sawit plasma PTPN V.

Kini, kebun itu diurus oleh anak-anaknya. Namun, kian hari jumlahnya terus berkurang karena terpaksa dijual buat memenuhi kebutuhan terutama yang mendesak dalam keluarga itu. Dia, sudah delapan tahun tak menengok kebun itu.

Pikno

Dibanding Rohani, dia lebih duluan membuka lahan di sekitar lokasi yang kini telah berubah jadi sawit PTPN V. Sekitar 1971. Banyak masyarakat adat Pantai Raja yang berladang dan membangun kebun karet di areal yang dicaplok perusahaan negara itu.

Beda dengan Rohani, Pikno dan suaminya memang tidak tinggal di kebun selama membuka lahan. Mereka bolak-balik ketika hendak mengolah atau menderes karet saja. Sehingga dia tak pernah bertemu langsung dengan pekerja PTPN V yang menumbang pohon-pohon karet masyarakat.

Katanya, kebun mereka ditumbang pada malam hari dan paginya tinggal bekas tebangan. Dia, suami maupun anak laki-lakinya hanya bisa menangis melihat keadaan itu. Dia, mengenang jerih payah suaminya membuka kebun ketika masih hutan lebat. Kala itu, suaminya pernah tertimpa pohon dan hampir sesat saat hendak kembali ke rumah.

Ribuan hektar kebun masyarakat adat Pantai Raja dirambah PTPN V tanpa ganti rugi. Mereka meratakan kebun karet masyarakat pun tanpa pemberitahuan apalagi perundingan. Saat ini, masyarakat hanya menuntut pengembalian 150 ha saja yang pernah diakui direksi PTPN V pada 6 April 1999, meski sangat tak sebanding dengan luasan yang telah dirampas.

Pikno tak seberuntung Rohani. Seluruh kebun garapannya justru tak bersisa dan meninggalkan jejak. Susahnya hidup kala itu, karena hanya makan ubi, jagung dan pisang yang selalu terkenang dalam ingatannya.

Tergugat akan masih mengajukan seorang saksi. Sidang dilanjutkan, Rabu 16 Juni 2021.#Suryadi

About the author

Jeffri Sianturi

Sejak 2012 bergabung di Bahana Mahasiswa. Menyukai Jurnalistik setelah bertungkus lumus mencari ilmu di lembaga pers mahasiswa ini. Menurutnya, ia telah 'terjebak di jalan yang benar' dan ingin terus berada di jalur sembari belajar menulis memahami isu lingkungan, korupsi, hukum politik, sosial dan ekonomi.
Siap 'makan' semua isu ini, ayo bumikan minum kopi.

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube